Mohon tunggu...
Grace Paramitha
Grace Paramitha Mohon Tunggu... Lainnya - Communication Student

Selamat membaca! Semoga bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Kim Ji Young, Born 1982", Bingkai Dilema Perempuan yang Berujung pada Depresi

16 September 2020   21:20 Diperbarui: 16 September 2020   21:55 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada bermacam-macam genre film, seperti romance, thriller, horror atau film mengenai pernikahan. Mana yang menjadi favorit Anda?

Film pernikahan tentu bukanlah hal yang baru lagi. Anda pasti sudah tidak asing dengan film yang menceritakan tentang kehidupan pernikahan.

Sama halnya seperti film pahlawan yang merupakan bagian dari film action. Film pernikahan juga dapat dikatakan sebagai bagian dari film melodrama atau romance. Film pernikahan pun terdapat berbagai macam, ada yang dicampur dengan komedi, hal-hal politis, atau bahkan cerita-cerita yang lebih gelap.

Pernikahan memang merupakan suatu hal yang membahagiakan. Anda bisa hidup dengan orang yang Anda cintai hingga maut memisahkan. Melewati banyak hal bersama-sama, merawat anak bersama, hingga melalui hari tua bersama. Menikah artinya siap untuk memulai hidup yang baru.

Namun, bagi sebagian orang, adanya pernikahan akan membawa mereka pada sebuah pilihan. Bagi perempuan, mereka bisa saja dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah, seperti memilih antara karier atau keluarga. Meski ada cukup banyak perempuan yang dapat memiliki karier dan kehidupan keluarga yang seimbang, tapi hal itu tentunya bukan hal yang mudah.

Itulah yang dirasakan Kim Ji Young. Setelah menikah, Kim Ji Young berhenti bekerja untuk fokus menjadi ibu rumah tangga. Sama seperti perempuan pada umumnya, Kim Ji Young mengikuti budaya yang ada bahwa perempuan ketika sudah menikah dan memiliki anak sudah semestinya untuk selalu siap sedia dan selalu siaga dalam urusan rumah tangga.

https://cultura.id/
https://cultura.id/
Namun, dalam hati kecilnya, sebenarnya ia ingin kembali bekerja. Suaminya sudah memberinya ijin, tetapi ibu mertuanya mengatakan bahwa tidak pantas bila Ji Young bertukar peran dengan suaminya. Ibu mertuanya tidak mengijinkan Ji Young bekerja sedangkan suaminya yang menjaga anak mereka di rumah.

Kim Ji Young juga dituntut untuk menjadi sosok perempuan yang sempurna. Ia hidup di lingkungan yang masih kental akan budaya bahwa pria lah yang berkuasa. Lama-kelamaan, Kim Ji Young mulai mengalami depresi tanpa disadarinya. Terkadang ia berbicara seperti orang lain. Untungnya, suaminya selalu menemani dan mendukungnya.

Menurut Costanzo, dalam buku World Cinema Through Global Genres, beberapa film pernikahan memiliki gambaran yang jauh lebih gelap mengenai keluarga yang bermasalah, dan keluarga yang ada dalam film sering kali mewakili masyarakat secara luas.

Costanzo juga menuliskan bahwa setiap film mencerminkan waktu dan budaya yang memproduksinya. Terkadang, menonton film dengan budaya yang berbeda dengan kita membuat kita merasa seperti orang luar. Bagaikan ahli etnografi yang mengamati perilaku masyarakat dan mencoba untuk memahami bagaimana orang-orang di lingkungan yang berbeda mengatur kehidupan sehari-hari mereka.

Film mengenai pernikahan dapat memiliki fungsi etnografi. Saat Anda menonton film, Anda akan mengidentifikasi karakter para pemainnya, lalu ikut masuk ke dunia mereka. Lama-kelamaan, Anda akan ikut berbagi emosi dengan mereka.

Kemampuan film untuk membawa kita ikut masuk ke dalam konteks budaya baru merupakan salah satu hal yang paling menarik dari dunia sinema. Kita dapat memahami orang lain dan bahkan memengaruhi hidup kita. Jadi, film dapat menjadi cara untuk mengangkut praktik budaya dari satu tempat ke tempat lainnya. Film dapat menjadi agen perubahan di era pertukaran global.

Kim Ji Young, Born 1982 merupakan film yang berasal dari Korea Selatan dan dirilis pada tahun 2019. Film ini diadaptasi dari novel karya Cho Nam Ju. Kita dapat melihat budaya Korea Selatan dalam film ini. Korea Selatan masih memiliki budaya patriarki yang cukup kental.

Harus kita akui juga film tersebut menggambarkan rumah tangga sebagian besar pasangan suami istri di Asia. Keluarga besar selalu ikut campur dalam pengambilan keputusan. Terkadang, suami istri tidak dapat hidup dengan leluasa karena selalu ada omongan-omongan dari orang lain.

Film ini juga menggambarkan kehidupan sehari-hari seorang istri. Suara tangisan anak yang sering kali didengar, tumpukan piring kotor yang belum dicuci, tumpukan pakaian yang butuh dilipat, dan memasak setiap pagi. Belum lagi omongan dari tetangga atau orang lain yang terkadang tidak menyenangkan.

Kehidupan pernikahan memang tidak selalu mulus. Pasti ada lika-liku yang harus dilewati. Saat Anda melihat pasangan Anda kesusahan, Anda harus memahami dan membantunya. Kesehatan jiwa bukanlah hal yang sepele.

Jika Anda merasa sedih, tidak ada salahnya untuk meminta bantuan pada orang lain. Jika Anda merasa terkekang, tidak ada salahnya untuk membuka suara dan berdiri.

Sekarang mari kita lihat diri kita masing-masing. Apakah Anda sudah bahagia?

https://www.cnnindonesia.com/
https://www.cnnindonesia.com/
"Sometimes, I'm happy. But sometimes, I feel like I'm trapped" -- Kim Ji Young

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun