Mohon tunggu...
isar
isar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Resensi Buku Mitos Jurnalisme

1 Juni 2016   23:43 Diperbarui: 9 Juni 2016   04:35 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1) Identitas Buku
 Judul : Mitos Jurnalisme
 Penulis : -Dudi Sabil Iskandar
                 -Rini Lestari
 Percetakan : CV. ANDI OFFSET (Penerbit ANDI,Anggota IKKAPI)
 Tahun Terbit : 2016
 Edisi Cetakan : I, 1st Published
 Ukuran Halaman : xxii+330 hlm; 16x23 Cm.
 ISBI : 978-979-29-5542-2

 2) Isi Buku

 Komunikasi adalah salah satu cara manusia mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaanya.Sepanjang sejarahnya, komunikasi mengenal dua aliran /mazhab pemikiran. Yakni aliran perpindahan pesan (mazhab semiotika). Kalau dalam komunikasi mazhab transmisi elemen pokoknya adalah komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek, sedangkan dalam mazhab semiotika yang menjadi elemen dasarnya adalah author (pengarang), teks budaya, dan reader (pembaca). Mazhab semiotika didefinisikan sebagai konstruksi dari tanda-tanda yang akan memproduksi makna melalui interaksi dengan audiens/penerima. Penekanan dari pendekatan ini tidak terlalu focus pada komunikasi sebagai sebuah proses, tetapi komunikasi sebagai memproduksi makna. Media massa dengan segala perangkat dan kelengkapannya bukan lagi merupakan kebutuhan masyarakat kontemporer. Sejak kemunculan internet, plus kemudahan mengaksesnya, berbagai aspek kehidupan masyarakat berubah secara dramatis dan drastis. Salah satu pembentuk kontruksi realitas didunia modern adalah media massa.
 Ada tiga pertimbangan sebuah peristiwa sebuah pristiwa menjadi berita di media yaitu ideologis, politis, dan bisnis. Munculnya ideologi, mengandung hanya pada wacana yang disajikan, tetapi juga pada penempatan dan pembingkaian berita dalam sebuah media. Penempatan berita pada headline akan berbeda pengaruhnya di benak publik atau pembaca, pendengar, atau penonton, dengan berita yang diletakkan bukan headline . Selain itu kelengkapan sebuah berita seperti unsur 5W+1H (What,When,Where,why,dan How), foto, grafis, dan ilustrasi juga menentukan ketertarikan masyarakat terhadap berita tersebut. Bahasa merupakan ekspresi dari sikap,pikiran,dan gagasan yang dimiliki seseorang . Dalam keseharian, kemampuan berbahasa ditentukan oleh penggunaan, makna, symbol, dan komunikasi. Ada tiga strategi yang digunakan membuat wacana , yaitu signing,framing dan printing. Salah satu bentuk interaksi adalah melalui bahasa tulisan dalam media cetak yang dikenal dengan nama berita. Berita yang semula merupakan fakta yang dirangkai secara pribadi dalam intitusi media karena dipublikasikan melalui media cetak, akan menimbulkan makna bagi orang lain.Oleh sebab itu, bahasa dalam bentuk berita tidak bebas nilai.
 Ia dikonstruksi dan mengkonstruksi makna tertentu, tergantung orang yang membuat pembacanya.
 Media mengalami beberapa tahap perubahan transformasi, dan bahkan metamorphosis . Bermula dari surat kabar,buku,film,radio,televise,dan internet.Media massa yang terakhir,internet, kemudian mempolulerkan istilah media baru (new media). Kehadiran internet selanjutnya mengubah secara drastis dan dramatis perkembangan media massa. Pertama, substansi media, yaitu proses jurnalistik.Kedua, bentuk atau format organisasi media. Jika sebelumnya setiap jenis media massa berdiri sendiri atau memiliki atau memiliki organisasi dan manajemen mandiri, kini mereka bergabung dalam satu kesatuaan yang dikenal dengan konvergensi media. Kini hampir semua media cetak dan elektronik membarengi dengan bentuk berita online,e-paper,dan live streaming. Kecepatan dan percepatan telah menyeret jurnalisme ke dalam pusaran kompetisi global. Berita sebagai unsur atau pilar pokok atau inti dari jurnalisme menjadi komunitas.
 Singkat kata, nyaris semua media memiliki afiliasi, hubungan, dan kepentingan partai politik. Media hanya bias menjadi pilar keempat demokrasi jika mengambil jarak dan independen dengan tiga jenis kekuasaan yang terdapat pada lembaga Negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).Keberjarakan dengan politik, ekonomi, dan bisnis serta pemegang kekuasaan akan membuat media berani bersikap kritis. Mitos merupakan sistem semiologis tatanan kedua.Pers adalah subsistem dari sebuah sistem pemerintah. Kelangsungan hidup pers bergantung pada sistim politik yang berjalan saat itu. Pers bukan pilar formal seperti eksekutif,yudikatif dan legislative. Ia adalah sebagai pengontrol kinerja dan kebijakan tiga pilar formal Negara. Pers bukan bagian dari bagian kekuasaan dalam trias politika. Oleh sebab itu, pers idealnya tidak memihak kepada alah satu pihak. Per situ indenpenden dan imparsial. Ia hanya cenderung kepada kebenaran.Secara historis, pers ideal yang menjadi pilar keempat demokrasi yang objektif,netral dan nonpartisan tak pernah terjadi di negeri ini, Ia pernah dijadikan alat melawan penjajah sebelum Indonesia merdeka,menjadi alat partai politik ketika demokrasi liberal,tangan kekuasaan pada masa Orde Baru,merupakan percampuran antara sikap mental, tindakan ideologis,dan kemampuan nalar yang didasari subjektivitas,wartawan,dan media. Perkembangan proses jurnalistik kontemporer bercerita kepada kita kita bahwa pandangan Merril sulit dibantah. Berita di situs berita (online), surat kabar, televise, dan majalah,semuanya hasil konstruksi wartawan dan media.
 Produk jurnalistik adalah mitos, yaitu sesuatu anggapan yang belum tentu benar. Ada dua pendekatan,yakni, pasif(yang menempatkan media melaporkan realitas sosial yang sebenarnya) atau positivistik dan aktif (media mengkonstruksi peristiwa menjadi realitas media) atau konstruktivis. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informaasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar,wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan public dan menegakkan integritas serta proffesionalisme. Atas dasar itu,wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

 3) Tujuan
  Agar pembaca mengetahui bahwa sekarang ini yang terjadi adalah jurnalistik sebagai mitos jurnalisme karena kebenarannya masih tabu. wartawan Indonesia harus menaati Kode Etik Jurnalistik.  Member tau kepada membaca bahwa nyaris semua media memiliki afiliasi, hubungan, dan kepentingan partai politik. Media hanya bias menjadi pilar keempat demokrasi jika mengambil jarak dan independen dengan tiga jenis kekuasaan yang terdapat pada lembaga Negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).Keberjarakan dengan politik, ekonomi, dan bisnis serta pemegang kekuasaan akan membuat media berani bersikap kritis.

 4) Kesimpulan
 Produk jurnalistik adalah mitos, yaitu sesuatu anggapan yang belum tentu benar. Ada dua pendekatan,yakni, pasif(yang menempatkan media melaporkan realitas sosial yang sebenarnya) atau positivistik dan aktif (media mengkonstruksi peristiwa menjadi realitas media) atau konstruktivis. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informaasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar,wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan public dan menegakkan integritas serta proffesionalisme. Atas dasar itu,wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
 

5) Kritik & Saran
 Buku ini bagus untuk para calon wartawan namun kurang lengkap lagi bagimana agar jurnalistik tidak lagi menjadi mitos jurnalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun