Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saatnya Perempuan Menang

8 Maret 2017   06:01 Diperbarui: 9 Maret 2017   02:00 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anuradha Koirala tersenyum gembira, FOTO: strensinger.de

Hari ini, 8 Maret, adalah kesempatan emas bagi kaum perempuan di seluruh dunia. Hari ini didedikasikan sebagai Hari Perempuan Sedunia ataula giornata internazionale della donna atau juga disebut Woman’s Day.

Hari ini adalah hari emas. Saat yang baik untuk mengingat kiprah perempuan di seluruh dunia. Dalam hidup sehari-hari, perempuan berperan amat besar. Tak bisa dinilai lebih kecil dari peran kaum lelaki. Sebab, mereka juga bekerja seperti lelaki. Tanpa mengabaikan keadaan khusus di beberapa tempat, perempuan mestinya dilihat sebagai ‘partner’ yang sejajar dengan lelaki. Ini memang tidak mudah. Dalam budaya tertentu, masih ada diskriminasi untuk menganggap perempuan sebagai ‘kelas dua’ dalam tatanan sosial.

Diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan menjadi motivasi lahirnya Hari Khusus bagi Perempuan. Dua bahaya ini memang masih terjadi di berbagai belahan dunia hingga saat ini. Di Afrika—misalnya—perempuan masih dianggap sebagai makhluk yang bisa diperas tenaganya. Jangan heran jika di beberapa negara, perempuan menjadi korban kekerasan dan perbudakan. Di Asia, sama saja. Masih banyak perempuan Asia menjadi korban kekuasaan lelaki. Perempuan—sama sekali—tidak mempunyai hak yang sama dengan lelaki.

Kekuasaan lelaki terhadap perempuan memang amat dominan. Tak jarang, dapur ekonomi pun yang mestinya menjadi tugas lelaki pun dibebankan pada perempuan. Lihat saja, berapa banyak TKW Indonesia yang bekerja sekuat tenaga di luar negeri demi melanjutkan kehidupan keluarga di Indonesia. Perjuangan mereka amat besar. Inilah yang juga dipikirkan secara matang oleh para perempuan di AS dan Eropa pada awal abad XXI sampai melahirkan hari khusus ini. Sampai hari ini, peristiwa sejarah ini pun dikenang setiap tanggal 8 Maret. Di AS, peristiwa ini lahir persi pada tahun 1909. Sedangkan di beberapa negara di Eropa, persisnya pada 1911. Kesadaran akan peristiwa sejarah ini memang bervariasi. Tergantung dari minat dari setiap negara untuk memerhatikan keadaan kaum perempuannya. Di Italia, misalnya, baru mulai dirayakan pada 1922.

Koirola, sang pahlawan, FOTO: hufftingtonpost.in
Koirola, sang pahlawan, FOTO: hufftingtonpost.in
Perhatian terhadap kaum perempuan memang amat besar. Banyak orang melihat peran perempuan begitu berharga. Kalau mau melihat sebentar perjalanan keluarga kita, kita temukan bahwa, sang Mama berperan sejak awal kehidupan kita. Tanpa air susu ibu, mustahil kehidupan sang anak dalam keluarga berlanjut. Jangan heran jika Paus Fransiskus dalam sebuah wawancara pada tahun 2014 yang lalu menggambarkan perempuan sebagai hadiah yang paling indah. Paus mengatakan, “Kaum perempuan adalah sesuatu yang paling indah, yang Tuhan ciptakan.” Memang, perempuan adalah makhluk terindah yang ada di bumi ini. Karena keindahannya, kaum lelaki mestinya mencintainya dan bukan menguasainya.

Selain makhluk yang indah, perempuan pun memiliki kehidupan yang kompleks. Itulah sebabnya, perempuan pun mesti dilihat dari berbagai sisi kehidupan. Tahun 1909, para perempuan AS mulai merasa tidak nyaman dengan kehidupan sosial dan politik. Keadaan ini membuat mereka mesti berbuat sesuatu. Inilah awal munculnya perhatian besar terhadap perempuan. Perhatian ini muncul dari kaum perempuan sendiri. Tanpa ini, kaum perempuan tidak akan diperhatikan. Sebab, kaum lelaki tidak memiliki sifat ‘saling memerhatikan’ seperti yang ada pada perempuan. Maka, jika perhatian itu datang dari perempuan sendiri, perhatian itu akan bergema. Tanpa itu, kaum lelaki dengan sifat khasnya akan terus menguasai kaum perempuan.

Di India, baru-baru ini, ada perhatian besar terhadap seorang tokoh perempuan asal Nepal. Perhatian itu berupa sebuah Penghargaan Tertinggi di India yakni Padma Shri. Bahasa lainnya adalah Padmashree, satu dari 4 penghargaan tertinggi di India. Penghargaan ini rencananya akan diberikan pada bulan Mareta tau April tahun ini. Pengumumannya sudah tersebar di seluruh negara India. Penghargaan yang besar ini diberikan sebagai ucapan terima kasih atas kiprah Perempuan Nepal ini. Hal ini diungkapkan langsung oleh Perdana Menteri India Nerendra Moodi pada 25 Januari yang lalu, pada malam Peringatan Hari Kemerdekaan India.

India dan Nepal adalah dua negara tetangga. Budaya mereka pun hampir sama. Kesamaan ini juga tampak dalam wajah manusia dari kedua negara. Orang-orang India tampak seperti orang-orang Nepal. Tak jarang jika kadang-kadang sulit membedakan antara keduanya.

Persamaan ini membuat Anuradha Koirala (67) asal Nepal bisa bekerja di India. Dia memang malang melintang di perbatasan kedua negara. Ia tahu benar situasi ril di perbatasan. Bahkan, tak jarang ia mengikuti pergerakan orang-orang yang keluar masuk di dua negara ini.

Koirola terbuka untuk menerima siapa saja, FOTO: nepalmountainnews.com
Koirola terbuka untuk menerima siapa saja, FOTO: nepalmountainnews.com
Koirala bukan perempuan yang lemah dan tidak tegar. Dia adalah satu dari sedikit perempuan di Nepal yang gigih berjuang demi kemanusiaan. Perjuangannya yang besar dan tak kenal lelah adalah menyelamatkan perempuan Nepal dan India yang dijadikan budak seksual di India, Nepal, Cina, dan Afrika. Karena kiprahnya ini, ia pun menyebut dirinya ‘saudari dari gadis-gadis budak’. Ia menjadi saudari sebab ia bisa masuk dalam kehidupan para gadis-budak ini. Ia tahu dan sadar akan bahaya yang mereka alami dalam situasi sulit ini.

Jumlahnya memang banyak sekali. Sampai tahun 2016 yang lalu, terdapat sekitar 45,6 juta perempuan korban perbudakan di seluruh dunia. Sebagian besar (70%) adalah anak di bawah umur. Sekitar 2/3 berada di Asia dan 40%-nya ada di India. Perempuan Nepal yang menjadi korban perbudakan diperkirakan 7 juta. Sejumlah inilah yang dijual di perdagangan prostitusi setiap tahunnya khususnya di India. Sekitar ¼ dari mereka berusia di bawah 18 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun