Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Paus Fransiskus dan Rolling Stone

13 Maret 2017   05:37 Diperbarui: 13 Maret 2017   16:01 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus jadi cover boy majalah rolling stone edisi italia, FOTO: reppublica.it

Orang Italia dan Eropa selalu kreatif memberi label untuk orang di luar Eropa. Orang Asia, Amerika Latin, dan Afrika pun menjadi incaran label yang mereka ciptakan. Oleh mereka, ketiga benua ini dilabeli ‘dunia ketiga’. Dunia pertama selalu menjadi milik mereka.

Paus Fransiskus dalam pemilihannya 4 tahun lalu (13 Maret 2013) dilabeli juga sebagai Paus dari dunia ketiga. Hari ini, genap 4 tahun pemilihannya, label ini tetap ada. Untuk menghapusnya memang tidak mudah. Bahkan mungkin lebih baik tidak dihapus. Sebab, memang orang dari ketiga benua ini menjadi penghuni ‘dunia ketiga’ di mata orang Eropa.

Dunia ketiga yang dibayangkan oleh orang Eropa memang tampak dalam diri Paus Fransiskus. Paus ini dekat dengan rakyat kecil dan orang miskin karena dia berasal dari keluarga miskin. Keluarganya dulu merantau, dari Italia ke Argentina. Keluarga perantau adalah keluarga miskin. Saat itu, orang Italia banyak yang merantau untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Karakter keluarga miskin ini melekat dalam diri Fransiskus. Seperti label ‘dunia ketiga’, karakter ini tidak akan terhapus. Paus Fransiskus—dalam wawancaranya—selalu menekankan ini. Karakter ini memang membantunya untuk melihat dengan jernih kehidupan orang miskin dan terpinggirkan. Baru-baru ini, Paus menyumbang 100.000 euro untuk orang miskin di Aleppo-Siria. Rakyat Siria yang menderita akibat peperangan menjadi perhatian Paus Fransiskus. Di mata Paus, rakyat Aleppo bukan saja sebagai korban perang tetapi juga sebagai orang miskin yang mesti dibantu.

Seperti rakyat Aleppo, beberapa warga korban perang lainnya juga mendapat perhatian serius dari Paus Fransiskus. Paus pun memberikan rumahnya untuk jadi rumah penampungan keluarga yang kehilangan rumahnya. Bulan April 2016 yang lalu, Paus membawa 3 keluarga muslim (12 orang) saat pulang dari kunjungan di Pulau Lesbo. Bagi Paus, siapa pun yang menjadi korban perang wajib mendapat pertolongan. Perhatian Paus ini melampaui sekat agama dan ras. Perhatian ini menjadi rambu bagi mereka yang masih melihat label sebelum memberi bantuan.

Paus bersama anak-anak Filipina, FOTO: mediocristo.blogspot.com
Paus bersama anak-anak Filipina, FOTO: mediocristo.blogspot.com
Boleh jadi hanya sedikit saja dari orang Eropa yang tahu tentang perubahan yang terjadi dengan ‘dunia ketiga’. Dunia ketiga bukan lagi identik dengan kemiskinan. Dunia ketiga yang ditampilkan Paus Fransiskus adalah perhatian untuk orang miskin. Jadi, dunia ketiga itu bukan orang miskin tetapi perhatian untuk orang miskin.

Perubahan cara pandang ini menjadi tanda yang berarti dari Paus Fransiskus untuk orang Eropa. Paus seolah-olah memutarbalikkan cara pandang superioritas orang Eropa. Pandangan ini memang mesti berubah. Pelan-pelan, label dunia ketiga ala Eropa akan berubah dengan sendirinya. Banyak perubahan yang dibawa oleh Paus Fransiskus menggetarkan cara pikir orang Eropa.

Paus ingin merombak cara pikir yang kaku. Dua tahun lalu (Februari 2015), perombakan itu tampak sekali. Saat itu, Paus memilih 15 Kardinal baru dalam Gereja Katolik. Dari 15, hanya 2 orang dari Italia. Paus memang ingin membuka mata banyak orang bahwa Gereja Katolik itu universal. Kata Katolik dari akar katanya mempunyai arti universal atau untuk semua. Maka, Gereja pun mesti menyapa semua orang.

Perubahan ini memang tidak mudah. Orang Eropa pun sudah terbiasa dengan arti kata Katolik yang adalah universal itu. Pemahaman akan arti kata ini rupanya tetap dalam kerangka superioritas. Padahal, Gereja Katolik tidak pernah menganggap dirinya superior dari yang lain. Paus ingin agar orang Eropa juga mempraktikkan wajah Gereja yang bukan superior itu. Jangan heran jika 2 orang Kardinal baru untuk Italia, itu sudah cukup.

Pemilihan 2 Kardinal baru dari Italia ini pun mengundang banyak komentar. Banyak orang Italia yang sama sekali tidak mengerti dengan pemilihan Paus Fransiskus. Kedua Kardinal baru ini berasal dari 2 Keuskupan yang bukan ‘elit’ secara teritorial seperti Milan, Venezia atau juga Roma sendiri. Paus justru memilih Kardinal dari kota kecil seperti Ancona dan Agrigento. Pilihan Paus ini menegaskan sikapnya yang memusatkan pada orang miskin. Dua Kardinal baru Italia ini memang bekerja untuk orang miskin. Di 2 kota ini, banyak kaum imigran yang tentunya miskin secara spiritual, ekonomi, sosial-budaya. Dua Kardinal ini dipilih justru karena perhatian mereka.

SAmbutan warga untuk Paus Fransiskus di Pulau Lampedusa, FOTO: ansa.it
SAmbutan warga untuk Paus Fransiskus di Pulau Lampedusa, FOTO: ansa.it
Sebagai orang miskin, Paus Fransiskus menggunakan bahasa orang miskin. Maksudnya, bahasa yang sederhana yang bisa menyentuh hati kaum miskin. Seorang pengunjung kota Vatikan Michele Raviart juga tersentuh dengan bahasa yang digunakan Paus Fransiskus. Radio Vatikan pada Minggu 12 Maret kemarin mewawancarai Raviart di lapangan Santo Petrus Vatikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun