Bagi Merie, menjadi PSK bukanlah sebuah pekerjaan yang memuaskan. Dia menjalankan ini dalam suasana ‘tidak menikmati’ kebebasan dan kemerdekaannya. Dia tampaknya menghirup udara ‘keterpaksaan’. “Bagaimana bisa dikatakan sebuah pekerjaan jika saya hanya bertugas untuk memenuhi hasrat sang hidung belang termasuk ketika saya tidak tahan menghirup bau tubuhnya. Bayangkan suasana tragis lainnya,” katanya kepada koran Avvenire. (Avvenire 8/02/2017)
Beratnya suasana kelam itu membuat Merie berpikir keras untuk membarui kehidupannya. Dia tidak berhenti pada suasana yang ia alami. Ia menerawang pada ribuan bahkan jutaan ‘sahabat seprofesinya’ di seluruh Jerman dan bahkan di seluruh dunia. Ceritanya yang sampai menitikkan air matanya ini membawanya untuk melihat dengan jernih setiap tetes air mata para PSK di seluruh dunia. Tetes air mata itu pun kini menjadi sebuah organisasi internasional di mana Merie bekerja. Ia bergabung dan menjadi aktivis di “Space International”. Di sini, Merie mendampingi banyak mantan atau yang masih berprofesi PSK. Misi Merie adalah memampukan mereka kembali ke masyarakat dengan hak dan kewajiban yang total sebagai anggota masyarakat.
Negara-negara Eropa memang memiliki banyak transaksi prostitusi. Italia termasuk di dalamnya. Sistem penangan terhadap masalah yang timbul pun bermacam-macam. Ada 2 penangan yang terkenal saat ini yakni melegalkan (Jerman dan Belanda) atau memberi sanksi kepada pelanggan (Swedia, Norwegia, Islanda dan Prancis). Sistem kedua ini dikenal sebagai Sistem Utara (Modello Nordico) yang menganggap prostitusi sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Kritik Merie terhadap model Legalisasi yang dianut Jerman tampaknya senada dengan pendapat Kristian Gianfreda dari Italia. Aktivis dari Asosiasi “Questo è il mio corpo” alias “Ini adalah Tubuh Saya” ini melihat Sistem Legalisasijustru meningkatkan permintaan terhadap PSK-PSK yang lebih muda. Di Italia, fenomena ini mulai muncul. Untuk jumlah prostitusi saja, Italia menembus angka 75.000 sampai 120.000.
Jumlah ini memang termasuk kecil dibanding Jerman yang memiliki 400.000 PSK di sekitar 3.500 rumah prostitusi. Di sini, diperkirakan 1.200.000 transaski seksual setiap harinya. Besaran bisnisnya berkisar 14,5 miliar euro per tahun. Pendapat Merie sebelumnya kiranya benar. Dengan biaya besar dan jumlah transaksi yang tinggi ini, Jerman masih belum bisa mengatasi berbagai persoalan yang muncul. (Avvenire 8/02/2017)
Dari paparan ini kiranya tepat mengajukan usulan, mana yang bagus, Melegalkan Prostitusi atau Menghukum para Konsumen?Indonesia kiranya boleh memilih. Atau juga terserah pada Gubernur, Wali Kota, atau Pejabat Berwenang di setiap kota untuk mengatasi persoalan ini tanpa menjadikan wanita PSK sebagai ‘tidak manusiawi’.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 31/5/2017
Gordi