Mohon tunggu...
Dian Aditi Iswara
Dian Aditi Iswara Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang penjelajah, pendidik, pengamat, perenung. Melihat kehidupan sebagai sebuah sekolah dengan fasilitas lengkap untuk belajar dan bermain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Berbekal Kepintaran Sebelum Pergi ke Dokter

6 Januari 2012   17:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:14 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya yakin saya bukan satu-satunya yang pernah mengalami "ditipu" atau "dipermainkan" oleh dokter, baik mengenai biaya yang berlebihan karena tindak yang sebenarnya tidak diperlukan, maupun diagnosa sembarangan yang berujung pada pemberian obat yang tidak atau kurang tepat.

Kasus No .1

Saya pernah didiagnosa antara tipes atau demam berdarah, dan diberi obat-obatan sesuai diagnosa tersebut, bahkan sebelum tes darah dilakukan. Setelah tes darah menyatakan negatif dan saya kembali ke sang dokter, ia mengatakan tetap pakai resep tersebut. Saat semua obat sudah habis, kondisi saya semakin lemah dan memburuk. Sang dokter dengan ringan mengatakan, “Lanjutkan satu cycle lagi dengan obat yang sama.” Saya menolak dan entah bagaimana, saya mendapat pencerahan dan minum Sangobion. Satu kali minum, saya langsung “hidup” kembali. Ternyata saya anemia dan bukan tipes atau demam berdarah.

Kasus No. 2

Kakak saya mengeluh mata kakinya sakit, maka kami melakukan tindakan pertama: kompres, angkat kaki, istirahatkan kaki, dan mengoleskan Voltaren. Namun setelah beberapa hari, bengkaknya masih tidak hilang. Karena kakak saya sudah meringis tak tahan dan tukang urut kami sedang tidak buka, maka saya membawa dia ke dokter. Berakhirlah kami dengan obat antibiotik elit, dan dua obat lainnya yang setelah saya cek kandungannya (lihat catatan di akhir tulisan) sebenarnya sama dengan Panadol dan Voltaren oles yang ada di rumah (dan saya sudah memberi tahu sang dokter tentang Voltaren oles tersebut). Kami membayar lebih dari dua kali lipat dari harga obat generik. Kami juga nyaris harus membayar untuk tes asam urat; untungnya kami sempat bertanya balik, “Memang pasti karena asam urat?”

Saya bukannya menjelek-jelekkan profesi dokter, tetapi pengalaman saya mengatakan bahwa ada dokter-dokter yang demikian, walaupun saya juga percaya bahwa masih ada dokter-dokter baik hati dan yang tidak sembarangan diluar sana. Jadi setidaknya, untuk menghindari hal-hal di atas, saya belajar untuk selalu "membekali" diri sebelum memutuskan pergi ke dokter.

Bekal saya adalah sebagai berikut:

1.Cari informasi: saya biasanya akan memulai dengan Internet. Saya akan memasukkan gejala-gejala yang dirasakan, lalu mencoba mencari tahu apa saja kemungkinannya. Setelah saya cukup yakin dengan beberapa kemungkinan yang ada, biasanya kemudian saya mencari tahu lebih jauh lagi tentang penyakit-penyakit tersebut, baik melalui Internet maupun bertanya pada teman/keluarga yang pernah mengalaminya. Biasanya saya juga kemudian mencatat kemungkinan tindak dan obat yang mungkin akan diberikan sang dokter.

2.Menjelaskan dengan baik: Berbekal informasi di atas, biasanya saya kemudian punya gambaran tentang apa yang harus terjadi. Saya pun juga bisa lebih rinci menjelaskan semua gejala yang saya alami, misalnya apakah saya merasa pusing atau merasa pening – daripada sekedar mengatakan, “Saya sakit kepala.” Jangan lupa pula menyebutkan jika Anda memiliki alergi tertentu. Tentunya ini membantu dokter untuk meminimalisir kesalahan diagnosa dan pemberian obat.

3.Bertanya dengan seksama: karena informasi yang cukup pula, kita pun bisa bertanya dengan lebih seksama, misalnya: (1) Apakah memang perlu sampai melakukan tindak tes tertentu (seperti kasus nomor dua di atas)? (2) Apakah ada kemungkinan diagnosa lain selain yang disebut sang dokter? (3) Berapa lama setelah minum obat biasanya efek mulai terasa dan sampai sembuh total, (4) Apa yang harus dilakukan jika ternyata tidak membaik setelah obat habis.

4.Jangan lupa minta obat generik: banyak jenis obat yang memiliki generiknya (dan tentunya jauh lebih murah daripada yang diberi label ‘elit’).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun