Mohon tunggu...
Khus Indra
Khus Indra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pecinta Sastra dan Seni |\r\nPengagum pemikiran Friedrich Nietzsche | Pengkritik ulung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Untuk Mereka, Manusia Konsumtif

23 Mei 2014   06:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kartu kredit juga merupakan faktor penting dalam membangun sikap konsumtif. Ketika para Bankir dan para kapiten kapital bersatu untuk menciptakan sistem ini, sebenarnya mereka hanya ingin membawa kita ke dunia imaji-imaji yang mereka bangun. Melalui kartu kredit, segalanya bisa kita jajal. Segalanya dapat ditukar dengan kartu yang hampir sama dengan ukuran 4R. Imaji yang dibangun tidak tanggung-tanggung. Mereka seakan memberi janji bahwa kita dapat membeli barang A, meskipun pada faktualnya kita belum memiliki nominal atau transaksi nilai tukar sebesar harga barang A tersebut. Dramatisasi ini membuat para konsumen untuk memilih menikmati produk tersebut terlebih dahulu, baru memikirkan proses pembayarannya. Dan, pada tahap ini jika sang subjek penimat produk tersebut, tidak segera memikirkan proses pembayaranya, maka akan terjadi apa yang dinamakan dengan Hutang. Inilah yang saat ini sering terjadi di kalangan masyarakat ‘kekinian’ sekarang ini. Saya lebih tertarik menganggap bahwa kartu kredit adalah salah produk kapital yang paling bengis. Mengapa? karena menipu daya pikiran kita akan kehadiran uang yang berlimpah. Padahal kenyataannya, uang tersebut belum tentu ada (belum tentu bisa didapatkan). Dan, yang paling ironis adalah kartu kredit telah menjadi sebuah status ataupun identitas dalam gaya hidup masyarakat sekarang ini.

Joel Rocamora, seorang marxis dari Filipina berkata, “Kemampuan kapitalisme tetap tak tertandingi dalam menghidupi pertumbuhan ekonomi, ia tetap menciptakan korban.” Tetapi di sini, saya akan mengutip cuplikan Adorno yang berujar, “Manusia selalu ingin bebas menjadi korban, dan salah satu caranya adalah dengan mengorbankan diri.” Perihal ini, kapitalisme tetap akan menjadi tantangan sampai sekarang, oleh sebab itu, sebagai korban, kita-lah yang harus berkorban untuk melakukan tindakan progresif dalam menurunkan pengaruh kapitalis. Mereka yang memilih untuk terjatuh dalam posisi konsumtif akan menjadi cikal bakal masyarakat dengan gaya borjuasi. Bagi kaum-kaum borjuasi, retorika revolusi memang tak akan menarik bagi mereka. Mereka lebih nyaman dalam posisi tersebut.

Bersamaan dengan situasi sekarang ini, Daniel Bell berbicara mengenai pergeseran dari ‘karakter’ yang didasarkan pada kewajiban moral menjadi pribadi yang lebih didasarkan pada pengagungan diri  dan pembedaan diri dari orang lain atas dasar gaya hidup dan kepemilikan benda-benda. Berlimpahnya barang-barang konsumsi memungkinkan masyarakat memilih untuk mengejar kesejahteraan psikologis melalui konsumerisme barang. Identitas mereka semakin dibentuk oleh benda-benda konsumtif. Mungkin diperlukan tingkatan tertentu untuk menjaga kesejahteraan tersebut, tetapi ini juga bukan merupakan solusi dan hanya akan kembali terjebak dalam pertahanan simbolis yang bersifat sementara. Lantas, Apakah dalam Dunia Ketiga ini, kita dapat melawan kapitalisme yang mutakhir ini?

Sebagai penutup, saya akan mengutip pengungkapan yang bagus dari seorang sastrawan Amerika, Lionel Trilling, “Kita menciptakan uang dan menggunakannya. Tetapi, kita tidak bisa memahami hukum-hukum dan memahaminya. Ia punya hidup sendiri.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun