Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Peran Perempuan di Dunia Politik, Tantangan dan Harapan

24 Mei 2024   22:57 Diperbarui: 24 Mei 2024   23:07 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dokumentasi Pribadi)

Dalam beberapa dekade terakhir, peran perempuan dalam politik telah mengalami peningkatan yang signifikan. Di berbagai belahan dunia, perempuan telah berhasil menduduki posisi-posisi strategis, mulai dari anggota parlemen hingga kepala negara. Meski demikian, kemajuan ini tidak datang tanpa tantangan. Untuk benar-benar memahami kompleksitas peran perempuan dalam politik, kita perlu melihat lebih dalam pada tantangan yang mereka hadapi serta harapan yang dapat kita pegang untuk masa depan.

Tantangan yang Dihadapi Perempuan di Dunia Politik

Stereotip gender yang mengakar dalam masyarakat merupakan salah satu tantangan utama bagi perempuan yang ingin terjun ke dunia politik. Stereotip ini menggambarkan perempuan sebagai kurang kompeten dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan dibandingkan laki-laki. Di banyak budaya, perempuan dianggap lebih cocok untuk peran domestik dan pengasuhan anak daripada peran publik dan politik. Akibatnya, perempuan sering kali kurang mendapatkan dukungan dari partai politik dan pemilih.

Contoh yang mencolok dari hal ini dapat dilihat dalam cara media meliput politisi perempuan. Studi menunjukkan bahwa media cenderung lebih fokus pada penampilan fisik dan kehidupan pribadi perempuan politisi daripada kinerja dan kebijakan mereka. Ini tidak hanya merendahkan kontribusi mereka tetapi juga memperkuat stereotip gender di masyarakat.

Hambatan struktural dalam sistem politik juga memainkan peran besar dalam menghambat partisipasi perempuan. Banyak sistem politik dirancang dengan mempertimbangkan perspektif laki-laki, yang berarti kebutuhan dan tantangan unik yang dihadapi perempuan sering kali diabaikan. Misalnya, jadwal rapat yang tidak fleksibel dan sesi malam hari dapat menjadi kendala bagi perempuan yang memiliki tanggung jawab domestik.


Selain itu, budaya kerja yang tidak inklusif dapat membuat perempuan merasa tidak nyaman dan terpinggirkan. Lingkungan yang didominasi oleh laki-laki sering kali tidak mendukung atau bahkan memusuhi perempuan. Ketidaksetaraan dalam akses ke jaringan politik dan sumber daya juga menghambat peluang perempuan untuk maju dalam karir politik mereka.

Kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan di dunia politik adalah masalah serius yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang layak. Banyak perempuan politisi mengalami intimidasi, ancaman, dan bahkan kekerasan fisik maupun verbal. Bentuk-bentuk kekerasan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan mereka tetapi juga mengurangi efektivitas mereka dalam menjalankan tugas-tugas politik.

Kekerasan berbasis gender dalam politik juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menakut-nakuti dan mencegah perempuan lain dari berpartisipasi. Ini menciptakan lingkungan yang tidak aman dan menghalangi perempuan untuk terlibat secara penuh dalam proses politik.

Representasi perempuan dalam politik masih jauh dari memadai di banyak negara. Kurangnya representasi ini berarti bahwa perspektif perempuan sering kali tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan. Ini dapat menghasilkan kebijakan yang tidak memperhitungkan kebutuhan dan kepentingan perempuan.

Selain itu, perempuan sering kali kekurangan dukungan dari partai politik dan pemilih. Partai politik yang didominasi oleh laki-laki cenderung memberikan prioritas kepada kandidat laki-laki, sementara pemilih mungkin lebih cenderung memilih kandidat laki-laki karena stereotip gender yang mengakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun