Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tentang Ketidakadilan, Bukan Agama- Cerita Pendiri Arrahmah.com

15 Januari 2016   10:17 Diperbarui: 15 Januari 2016   10:50 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepertinya arus informasi pasca bom granat Sarinah mulai memberi angin positif. Baguslah. Puji Tuhan.

Tetapi semalam ada tayangan yang begitu menenangkan batin saya, sekitar pukul 01.00 CNN Indonesia menayangkan wawancara eksklusif dengan Mohammad Jibriel, pendiri arrahmah.com. Salah satu website islam tentang jihad. Sewaktu itu saya mendapat kabar sari teman saya Ryan sekitar jam satu pagi via WA. Jibriel mengaku mengenal salah satu pelaku bom tersebut.

Dengan tergesa-gesa saya membatalkan tidur saya, padahal saya sudah sangat ngantuk tetapi seketika perasaan kantuk itu seketika hilang. Dalam wawancara eksklusif yang sangat disayangkan harus diputar jam 1 pagi (siapa yang nonton jam segitu kecuali manusia kalong seperti saya) saya menemukan ada banyak pencerahan.

Pada malam sebelum menonton wawancara dengan Jibriel, ayah saya menekankan masalah terorisme lebih akrab dengan kesenjangan ekonomi ketimbang agama. Mengapa teror menjadi terkesan perjuangan agama, karena nilai-nilai agama (apapun) selalu bisa mengakomodasi dan membenarkan tindakan heroik atau tindakan memperjuangkan keadilan. Agama tidak memberi tahu jalan seperti apa untuk mencari keadilan, agama hanya memberikan jargon besar "keadilan adalah keniscayaan."

Ayah saya benar, Jibriel pun membeberkan sejumlah hal yang tak pernah dipikirkan sejumlah media massa lain. Bukan tentang janji menikah dengan Bidadari setelah jihad, atau ini adalah perjuangan ISIS menjadikan negara sebagai negara islam, tetapi motif utama pelaku teror Bom Sarinah adalah pemerintah.

Jibriel tak menampik bahwa aksi ini sudah direncanakan sejak lama. Jika pemerintah mengklaim dirinya tak abai, sesungguhnya pemerintah berbohong. Pemerintah harus mengakui dia abai dan kurang tangkas dalam merespon ISIS. Hal itu menjadi peluang bagi pelaku teror untuk semakin percaya diri melaksanakan aksinya.

Pernyataan yang paling menggelitik saya adalah ketika Jibriel mengatakan, teror ini bukan ditujukan kepada masyarakat sipil, tetapi kepada aparat keamanan, polisi, tentara, BIN, dan khususnya Densus 88. Mengapa demikian? Menurut Jibriel, pihak ISIS Indonesia ini merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Mengapa pemerintah merespon OPM dengan cara yang lebih baik, kooperatif, mengajak diskusi (meskipun beberapa kasus menurut catatan saua sebelumnya ada tumpah darah juga kok), sementara untuk sebuah ideologi lain seperti ISIS, pemerintah sangat represif?

Ketidakadilan itu mendorong kebencian dalam benak pelaku untuk membuktikan eksistensinya. Jadi ini bukan sekadar ego dari ISIS Pusat yang katanya berkata Indonesia akan menjadi perhatian dunia. Sesungguhnya pelaku teror BOM kemarin ingin menghabisi polisi, BIN, dan Densus 88. Hal itu terbukti karena mereka menelanjangi aparat dengan mengambil lokasi pusat keramaian Ibu Kota, Sarinah. Dan ya, mereka pantas tertawa karena intelijen kita kebobolan. Dia pun mengakui masih ada plan lainnya yang direncanakan tim teror ini, entah kapan akan dilaksanakan.

Jibriel mengatakan, aksi Sarinah adalah aksi yang gagal, karena masyarakat sipil ada yang menjadi korban. Jibriel bersikeras berkata pelaku teror sama sekali tak ingin meneror apalagi menghabisi nyawa masyarakat sipil. Namun ketika masyarakat sipil menjadi korban, saat itu pula rencana teror gagal, tetapi setidaknya mereka mengukir prestasi bahwa keberadaan mereka sungguh diperhitungkan.

Jibriel menyarankan pemerintah bersikap adil dengan memberikan perlakuan yang sama kepada semua aksi separatis, baik itu ISIS ataupun OPM, mungkin dengan cara itu aksi teror bisa melunak.

Unik sekali bagi saya mendengar pernyataan Jibriel dan mengaitkannya dengan kata kata ayah saya. Ketidakadilan ekonomi. Ketidakadilan perlakuan. Ketidakadilan selalu mendorong perlawanan. Lalu OPM, dan kasus Freeport yang kemarin diangkat publik hanya karena takut isu dialihkan kepada kasus berdarah Sarinah. Epik nian pikiran picik itu. 

Kita lupa pada kemanusiaan. Jakarta hanya ingat pada kemanusiaan sebatas aksi di jalan jalan. Kita lupa pada saudara kita yang memilih jalan lain di luar ideologi bersama Pancasila. Kita lupa pada kejengahan masyarakat Papua pada Indonesia khususnya pulau Jawa. Mungkin Freeport menjadi penyebab pemerintah cukup kooperatif kepada OPM (menurut gue kalau dihubungin sama kata Jibriel sih).

"Orang Papua itu sudah muak, buat mereka, toh mereka lebih baik merdeka dibandingkan dijajah Jawa. Kalau Papua lepas, pasti akan dampak bagi perekonomian di Jawa," kata ayah saya.

Bisa jadi ayah saya benar. Bisa jadi ayah saya salah. Tetapi aura melepas Papua seperti melepas Timor Timur mulai nampak dari aura ayah saya. Entahlah, mungkin ayah lelah, atau mungkin itulah hikmah terbesar ayah memegang prinsip nasionalis sepanjang hidupnya.

Anda bisa sepakat juga dengan Jibriel, bisa juga tidak. Saya pun memilih tak sepenuhnya sepakat, tetapi saya menyimpan baik-baik perkataan Jibriel di CNN Indonesia yang saya pastikan hanya ditonton sedikit pasang mata. Kata-kata Jibriel bukan teror, tetapi perspektif lain tentang kompleksitas kemanusiaan, yang lagi lagi saya akui terlalu cetek dibahas dalam 140 karakter di twitter atau facebook.

Terima Kasih Kompasiana! Kamu andalanku mengeluarkan unek-unek!

 

NB: Baca dulu tulisan sebelum ini di Kompasiana saya soal Sarinah ya. Jauh lebih epik dan melankolis, Kompasiana siap jadi blog curhat hahaha #promosi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun