Kesehatan mental tidak bisa lagi diabaikan dalam sistem pendidikan kontemporer. Sekolah bukan hanya tempat siswa belajar bahasa, matematika, atau sains; itu juga tempat mereka belajar mengenali diri sendiri, mengendalikan perasaan mereka, dan membangun karakter mereka sendiri. Siapa yang seharusnya memimpin untuk menjaga keseimbangan mental di tengah tekanan akademik, tuntutan sosial, dan masalah pribadi yang sering membebani siswa? Bimbingan dan Konseling (BK) adalah jawabannya.
Peran guru BK saat ini tidak lagi hanya dianggap sebagai "penyelesai masalah disiplin" atau "petugas panggilan orang tua". Tugas mereka telah berkembang jauh lebih dalam dan kompleks, dan sekarang berfungsi sebagai pendamping psikologis, penjaga stabilitas emosional, dan fasilitator pertumbuhan karakter siswa.
Banyak siswa datang ke sekolah dengan beban tak terlihat. Masalah di rumah, tekanan dari media sosial, ketidakpastian masa depan, atau kesulitan di lingkungan sekitar adalah contoh nyata dari hal-hal yang dapat mengganggu fokus siswa dan bahkan mempengaruhi kesehatan mental mereka. Jika tidak ada orang yang peka dan peka untuk mengidentifikasi sinyal-sinyal tersebut, risiko depresi, kecemasan, dan bahkan keinginan untuk menyakiti diri meningkat.
Guru BK memiliki kemampuan profesional dan pendekatan personal untuk mendeteksi, mencegah, dan menangani gejala gangguan mental sejak awal. Konseling yang dilakukan secara teratur baik secara individu maupun kelompok bisa menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk bercerita, menangis, tertawa, atau bahkan hanya mendengarkan apa yang mereka katakan.
Lebih dari itu, BK membantu semua siswa belajar tentang kesehatan mental. Guru BK dapat meningkatkan kesadaran bahwa mempertahankan nilai akademik sama pentingnya dengan menjaga kesehatan mental melalui penyuluhan, seminar, diskusi kelas, atau program pengembangan diri. Sekolah yang memiliki kesehatan mental akan menghasilkan siswa yang lebih kuat, empatik, dan siap menghadapi kesulitan.
Namun, dukungan sekolah sangat penting agar peran ini berjalan dengan baik. Kepala sekolah harus memberi guru BK ruang dan kepercayaan penuh untuk melakukan konseling secara menyeluruh. Karena siswa tidak hanya "bermasalah" di ruang BK, tetapi juga dapat menunjukkan tanda-tanda di kelas yang perlu diperhatikan bersama, guru mata pelajaran harus bekerja sama.
Selain itu, sekolah harus melatih guru BK dengan psikologi remaja, penanganan krisis, dan keterampilan komunikasi empatik. Karena masalah kesehatan mental saat ini jauh lebih kompleks dari sekadar kenakalan remaja.
Kita harus berhenti melihat BK sebagai pelengkap. BK memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman, sehat, dan mendukung pertumbuhan mental siswa. Mungkin ada seorang guru BK di balik setiap siswa yang tersenyum kembali. Dia mungkin memilih untuk mendengarkan sebelum memutuskan, memeluk sebelum memberi saran, dan memahami sebelum memberi solusi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI