Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis buku dan kolaborator media online.

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017) dan Hipotimia (2021). Pemimpin Redaksi CV. TataKata Grafika. Aktif menulis refleksi dan esai di berbagai platform digital. Saya percaya bahwa kata-kata punya cara sendiri untuk menyentuh dan menyembuhkan hati seseorang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ruang Uji Empati dan Etika Itu Bernama Transportasi Umum

18 Agustus 2025   12:01 Diperbarui: 18 Agustus 2025   14:23 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suasana di Dalam Bus. (Sumber Foto: Pexels.com/Alexander Isreb)

Pada suatu pagi, di hari Senin yang sibuk, sebuah bus kota berhenti di salah satu halte terpadat di Jakarta.

Pintu bus terbuka dan penumpang berlarian dan berdesakan masuk ke dalam bus yang sempit itu, padahal belum semua penumpang yang ingin turun keluar dari bus itu.

Di pojok kursi prioritas, seorang mahasiswa pura-pura tertidur meski di depannya berdiri seorang ibu hamil.

Ada yang sibuk menyalakan musik lewat speaker ponsel tanpa headset, sementara yang lainnya lagi asyik meluruskan kakinya ke lorong bus hingga penumpang lain kesulitan untuk sekedar lewat.

Pemandangan semacam ini bukan hal baru, tidak hanya di Jakarta, tapi semestinya di daerah-daerah lain pun juga kurang lebih sama.

Hampir setiap orang yang pernah naik transportasi umum di Indonesia pasti pernah bersinggungan dengan kisah-kisah serupa.

Pertanyaannya: apakah ini hanya soal ketidaknyamanan kecil yang sebenarnya bisa kita biarkan saja, atau tanda serius bahwa kita sedang kehilangan kesadaran beretika di ruang publik, khususnya di transportasi umum?

Transportasi Umum: Laboratorium Sosial Mini

Transportasi umum sejatinya adalah cermin kehidupan masyarakat sebuah kota atau tempat. Di sana, semua orang dari berbagai latar belakang bercampur; pekerja kantoran, pelajar, pedagang, kuli bangunan, bahkan wisatawan.

Ruang ini ibarat laboratorium sosial yang memperlihatkan bagaimana manusia berinteraksi ketika harus berbagi ruang sempit bersama orang asing.

Jika kita mampu beretika di dalam bus, kereta, atau angkot, besar kemungkinan kita juga terbiasa menjaga etika di ruang-ruang publik lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun