Bayangkan seorang mahasiswa jurusan akuntansi yang menguasai rumus laba rugi, mengerti konsep arus kas, dan mampu menjelaskan pentingnya penghematan biaya. Namun, saat akhir bulan tiba, saldo rekeningnya malah minus. Ironis, bukan?
Keadaan ini bukan hanya bahan candaan di kalangan mahasiswa. Menurut studi dari Universitas Djuanda (2023) yang dipublikasi dalam Karimah Tauhid Journal, sekitar 60% mahasiswa tidak konsisten dalam menyusun anggaran pribadi, meski sebagian besar memahami teori pengelolaan keuangan. Lebih mengejutkan lagi, banyak dari mereka mengaku mengalami kesulitan dalam mengendalikan perilaku konsumtif dan bahkan memanfaatkan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun mereka adalah calon akuntan, profesi yang erat kaitannya dengan ketelitian dan pengelolaan keuangan, pertanyaannya adalah, mengapa hal ini terjadi?
Teori Dikuasai, Praktik Ditinggalkan
Salah satu faktornya adalah adanya kesenjangan antara teori dan praktik.
Di dalam kelas, mahasiswa akuntansi mempelajari neraca, aset, dan aliran kas perusahaan. Namun, hampir tidak ada mata kuliah yang mengajarkan bagaimana cara menyusun "laporan keuangan pribadi". Mereka lebih terbiasa menghitung uang perusahaan, bukan uang pribadi mereka.
Keadaan ini semakin parah dengan kurangnya simulasi nyata dalam kurikulum yang ada. Seandainya mahasiswa diharuskan untuk mencatat semua pengeluaran mereka selam sebulan, mungkin mereka akan lebih menyadari bagaimana teori penganggaran dapat membantu memperbaiki kondisi keuangan pribadi.
Pengaruh Gaya Hidup Digital dan Konsumsi
Aspek lain yang tidak bisa diabaikan adalah dampak dari gaya hidup modern dan media sosial.
Setiap hari, mahasiswa disuguhkan dengan iklan "beli sekarang, bayar nanti". Meskipun mereka menyadari bahwa bunga pinjaman adalah beban, godaan untuk bertransaksi tetap tinggi. Ironisnya, sementara mahasiswa akuntansi bisa dengan cepat menghitung bunga efektif pinjaman, mereka kerap kesulitan menolak tawaran diskon 11.11.
Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan mahasiswa hanya mencapai 61,76%, tergolong biasa-biasa saja dan masih di bawah tingkat pegawai. Ini berarti bahwa pemahaman tentang konsep keuangan tidak selalu beriringan dengan perilaku keuangan yang baik. Banyak mahasiswa yang tahu "apa yang seharusnya dilakukan", tetapi tidak melaksanakannya akibat faktor mental dan sosial.
Kendala Utama adalah Kebiasaan, Bukan Kemampuan
Masalah yang ada bukan pada kemampuan menghitung, melainkan pada disiplin dan pengendalian diri.
Keuangan pribadi lebih dari sekadar angka; ini melibatkan kebiasaan, prioritas, dan pola pikir. Mahasiswa akuntansi mungkin paham akan teori menyimpan 10% dari penghasilan, tetapi tanpa kebiasaan untuk mencatat pengeluaran atau menahan hasrat untuk berbelanja impulsif, pengetahuan tersebut menjadi tidak ada artinya. Dalam konteks ini, literasi keuangan harus dipahami bukan hanya sebagai teori, tetapi juga sebagai tindakan nyata dalam pengelolaan uang.
Dari Kampus ke Dompet: Saatnya Ilmu Diterapkan
Solusinya bukan dengan menambah teori baru, tetapi dengan memanfaatkan teori yang sudah ada dalam kehidupan nyata.
Kampus dapat mulai dengan hal-hal sederhana, seperti memberikan tugas penyusunan laporan keuangan pribadi atau proyek "simulasi aliran kas untuk mahasiswa". Mahasiswa sendiri juga bisa mulai dengan langkah-langkah kecil, seperti mencatat pengeluaran harian, membuat anggaran mingguan, atau menunda pembelian yang impulsif.
Karena pada akhirnya, ilmu akuntansi bukan hanya tentang menghitung uang orang lain, tetapi juga tentang mengelola keuangan pribadi dengan bijaksana. Menjadi mahasiswa akuntansi bukan hanya tentang memahami konsep debit dan kredit, tetapi juga bagaimana menerapkan pengetahuan tersebut untuk hidup dengan lebih bijak. Semoga kita bukan menjadi generasi yang rumit dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan besar, namun gagal dalam mengelola pengeluaran pribadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI