Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bhinneka Versi Kamu yang Mana Kawan?

21 November 2016   10:36 Diperbarui: 21 November 2016   11:15 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhinneka Tunggal Ika - ilustrasi: sempaxwarrior.deviantart.com

Kata Bhinneka menjadi trending baru-baru ini. Gegara Pilkada DKI 2017 dan slip of tongue Ahok soal satu ayat, lalu demo 411, ras bersatu menjadi kian kuat kita rasa. Apalagi begitu keruhnya polemik SARA, pengemboman Samarinda, aksi unjuk rasa brutal, dan desas-desus dalang aksi perpecahan bangsa, membuat kita semakin prihatin. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ada konspirasi cukong, (bekas) aparat, dan preman yang berusaha memecah belah bangsa? 

Semua kini berdiri di atas persatuan untuk bangsa ini. Namun sayangnya, semua kini mengatasnamakan ke-Bhinneka-an. Lalu kira-kira jenis Bhinneka apa saja yang muncul di media saat ini. Berikut saya coba perspektifkan versi-versi Bhinneka yang muncul.

Pertama, Bhinneka yang Tunggal Ika. Ideologi ini dicetuskan pertama kali oleh Mpu Tantular di abad 14. Pada masa ini Majapahit memang berisi etnis, bangsa dan agama yang berbeda. Majapahit pada waktu itu berisi orang Islam dari Barat, orang Cina dari Canton, Chang-cuo, dan Fukien, dan tentunya pribumi yang beragama Hindu dan Budha dan aliran kepercayaan. Namun, sejarah telah menggariskan perbedaan ini sebagai kekuatan Majapahit. Dan baru pada tahun 1950, atas usulan Sultan Hamid 2, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disematkan di cengkraman Garuda sampai sekarang. Dan faktanya, saat ini Indonesia pun beragam dari etnis, agama, bangsa, warna kulit dan bahasa namun tetap bersatu.

Kedua, Bhinneka yang homogen. Maksudnya, ada keberagaman dalam satu unsur saja. Hal ini bisa terlihat dari misalnya agama Islam di Indonesia. Pada saat Khilafah ke 3 yaitu Utsman (644-656), agama Islam sudah dibawa pedagang dan pelaut Arab ke Nusantara. Dan sejak abad 12-14 Islam mulai banyak penganutnya melebihi Hindu dan Budha. Dan Islam saat itu pun memiliki corak dari tiap wilayah. Beberapa wilayah itu seperti Malaka (bangsa Melayu di abad 15), Sumatera Utara (pribumi dan Melayu di abad 14), Jawa Tengah dan Timur (pribumi dan Tionghoa di abad 13), dan Jawa Barat (suku Sunda di abad 16). Islam dipeluk dengan cara damai saat itu dan tetap rukun antar kerajaan Islam. Sebuah Ke-Bhinneka-an homogen yang saling menguatkan.

Ketiga, Bhinneka yang heterogen. Walau sifat Bhinneka itu sendiri heterogen, namun versi ini lebih kontemporer. Karena Bhinneka ini lebih kepada sisi faktual dan aktual dalam kehidupan kita sebagai bangsa saat ini. Coba kita lihat di lingkungan RT kita. Jika kita tengok, pasti akan ada orang yang berasal dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua, Tionghoa, Arab dll. Mereka pun berbeda dalam kepercayaan dan agama. Ada yang memeluk Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, Kepercayaan tradisional, dll. Kita pun berdagang, berinteraksi dan bergotong royong dalam keberagaman ini bukan? Ini adalah potret nyata bahwa heterogenitas tidak menimbulkan perpecahan. Namun saling bersatu dan berkehidupan rukun dan damai.

Jadi dari ketiga Bhinneka itu kita bisa tarik esensinya. Bhinneka pertama adalah garis sejarah, politik dan ideologi bangsa ini. Yang kedua adalah Bhinneka sosial dan budaya Indonesia. Dan yang ketiga adalah garis ekonomi dan pertahanan bangsa. Walau dalam praktiknya ketiga garis ini tumpang tindih dan saling melengkapi, namun jelas pembedanya. 

Nah, versi Bhinneka manakah yang kamu percaya?

Jikalau kita inginkan, maka kita rangkul ketiga ke-Bhinneka-an tersebut. Baik Bhinneka yang Tunggal Ika, homogen dan heterogen, semua kita fahami dan praktekkan. Garis singgung yang terjadi dari tiap Bhinneka harusnya saling menguatkan. Bukan sebaliknya saling menghancurkan.

Karena yang terjadi jika fokus pada satu Bhinneka saja akan terjadi deviasi. Jika hanya pada yang pertama, maka Bhinneka hanya sekadar wacana. Pada praktek dan kehidupan sosbud kurang bisa diaplikasikan. Jika hanya pada yang homogen, maka perbedaan bangsa dan agama diluar sulit diterima. Kita akan cenderung memandang faham dan ideologi tertentu menjadi superior diatas keragaman yang lain. Atau hanya pada yang ketiga saja, kita terlalu praktikal dan pertentangan ideologi dan faham bisa saja terjadi. Istilah kerennya, mungkin kita cenderung bersumbu pendek.

Guna menghindari ekses negatif atas pemahaman satu versi Bhinneka saja, maka ketiga versi baiknya kita fahami. Karena sejak dulu ideologi ini menjaga Nusantara tetap utuh. Lalu berlanjut sejak jaman perjuangan untuk NKRI. Dan saat ini sampai masa depan, aktualitas Bhinneka tetap kita peluk dan amalkan sehari-hari. 

Sungguh agung dan visioner nenek moyang bangsa ini mencetuskan ke-Bhinneka-an. Dan adalah tugas kita terus melanjutkannya. Baik dari ilmu sejarah, ideologi, politik, sosial dan budaya dan rasa aman bersama, ke-Bhinneka-an wajib menjadi landasan hidup berbangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun