Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Flexing di Medsos, Menipu atau Memotivasi?

23 Januari 2023   23:11 Diperbarui: 26 Januari 2023   03:30 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Woman Posing oleh cottonbro studio (pexels.com)

"... information is not scarce, attention is." - Micheal Goldhaber (1997)

Di era media sosial, perhatian menjadi mata uang utama. Bagi korporasi perhatian users medsos bisa dikapitalisasi. Bagi users individual, perhatian berarti social gesture seperti like, RT, heart, like, share, dsb. Namun keberlimpahan informasi mempersulit korporasi atau user mendapatkan perhatian.

Maka muncullah attention economy atau ekonomi perhatian. Istilah ini dicetuskan oleh Herbert A. Simon, seorang psikolog, ekonom, dan peraih Nobel. Ekonomi perhatian digunakan guna menggambarkan bagaimana perhatian sebagai "jalan buntu pemikiran manusia,". 

Menurutnya, perhatian dapat membatasi apa yang dapat kita rasakan dan lakukan dalam lingkungan berkelindan respon, seperti media sosial. Limpahan atau surplus informasi yang telah menciptakan kelangkaan perhatian. Dengan kata lain aktivitas multitasking adalah mitos.

Dimas Kanjeng menunjukkan cara ampuh mendapatkan perhatian, yaitu istilahnya flexing. Di satu video Dimas memamerkan tumpukan uang. Di video lain, ia mengambil berlembar-lembar uang 100 ribu dari balik lengan bajunya. Dimas Kanjeng adalah dewanya pengganda uang. 

Walau saat Polisi menyelidiki, hal aneh sekaligus mengerikan didapati. Uang yang dipamerkannya tak lain adalah uang palsu. Polisi pun menemukan fakta bahwa mereka yang ditipu Dimas dihilangkan nyawanya. Dimas Kanjeng melakukannya karena korban menuntut hasil penggandaan uang yang ternyata fiktif.

Model serupa tapi lebih canggih juga ditunjukkan Doni Salmanan. Flexing Doni lebih konsisten dan tentu menggiurkan. Puluhan videonya melakukan simulasi trading saham live menunjukkan mudahnya mendapat cuan. Video lain memamerkan ia giveaways, uang sampai motor. Dan sudah barang tentu flexing barang-barang mewah hasil ia trading. 

Setelah banyak 'pengikut' trading binary option Doni merasa ditipu. Polisi pun bergerak dan menemukan model trading binary option ala Doni adalah judi. Melalui aplikasi Quotec dan Olympy Trade, ratusan konsumen mengalami kerugian hingga milyaran. Walau pernah dituntut 20 tahun penjara, Doni dituntut hanya 4 tahun penjara.

Flexing menjadi cara tercepat dan termudah mendapatkan perhatian users. Karena kegemerlapan harta yang dipamerkan menawarkan harapan dan mimpi. Bagi banyak orang, memiliki banyak harta berarti hidup makmur. Walau untuk dilihat, kegiatan flexing mampu memperpanjang harapan dan mimpi untuk jadi kaya. 

Media sosial memang sangat kuat mengandalkan fitur visual atau tampilan. Manusia yang merupakan mahkluk sangat tergantung dari apa yang dilihat, dieksploitasi medsos. Dengan bekal ini juga, flexing berarti memperdaya penglihatan users medsos. Dalam waktu 5 detik awal, tampilan mewah harus ditampilkan demi menarik perhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun