Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kebiasaan "Ketok Harga" sebagai Bagian Budaya Mudik?

31 Mei 2019   23:03 Diperbarui: 1 Juni 2019   09:33 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
No Money oleh Horst Tinnes - Foto: pixabay.com

Misalnya, pemerintah bisa mengatur warung/rumah makan/restoran selama mudik dengan aturan harga batas bawah 5% dan batas atas 15%. Bagi pelanggar bisa dikenai sanksi administratif. Pelanggan pun mendapatkan kepastian dengan bisa melaporkan via kontak pengaduan.

Namun imbas makro-ekonomis dari model ketok harga warung/rumah makan ini lebih merugikan seperti:

  • Pemudik lebih memilih rumah makan model franchise dengan harga makanan serupa dengan daerah lain
  • Pemudik menghindari rumah makan tradisional dengan menu kuliner khas daerah
  • Pemudik lebih baik membeli snack di toko kelontong waralaba daripada di toko konvensional
  • Pemudik via sosmed akan 'mengadu' di linimasa dan menandai di peta warung mana saja yang ketok harga

Budaya ini bukan saja terjadi di masa Lebaran. Sebuah warung makan di Anyer pernah dikritisi netizen karena ketok harga yang tidak masuk akal saat liburan. Akhirnya, ada himbauan untuk bertanya harga makanan sebelum memesan.

Bertanya menu makanan plus harganya tentu menjadi solusi dan penghemat isi kantong. Namun sekali lagi, dalam moda kelaparan dan kelelahan pemudik. Dorongan fisik dan psikologis untuk segera makan menjadi kuat. 

Karena belum tentu di 5 km ke depan ada warung makan. Kalau ada pun bisa jadi makanan sudah habis. Sehingga faktor psiko-sosial ketok harga ini pun menjadi budaya inklandestin pemudik dan penjual.

Salam,
Wonogiri, 31 Mei 2019
11:03 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun