Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ancaman Penggal Kepala dan Fase Kebencian Digital

13 Mei 2019   05:32 Diperbarui: 13 Mei 2019   21:41 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HS (25), pria yang mengancam memengal Presiden Joko Widodo digiring ke Mapolda Metro Jaya, Minggu (12/5/2019). (KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR)

Sebuah video viral seorang berpeci hitam berteriak ingin memenggal kepala Jokowi. Netizen pun gaduh. Banyak yang meminta pihak kepolisian segera menangkap orang tersebut. 

Kepolisian pun menangkap pria berpeci hitam tadi yang berdomisili di Parung Bogor. Saat ditangkap, pria berinisial AH tidak segarang apa yang ada dalam video viral.

Saya tidak akan banyak menyoroti pria dalam video. Namun mengapa seseorang begitu berani mengutarakan kecaman tersebut?

Sebenarnya sudah ada kasus serupa kasus AH sebelumnya. Pemuda berinisial S mengunggah  video ancaman pembunuhan kepada Presiden Mei 2018 lalu. Videonya sempat viral dan S akhirnya diringkus. Proses hukum tetap berjalan walau S tidak ditahan.

Dari video berisi kedua pelaku akan muncul kita persepsi berikut:

  • Kedua pelaku dipersepsikan berani atau nekat beraksi melontarkan kebencian akut kepada Presiden
  • Kedua pelaku memiliki alasan dan narasi mengapa mereka begitu membenci Presiden
  • Kedua pelaku mungkin sudah melalui tahap atau pengalaman tertentu untuk mengekspresikan kebenciannya

Sehingga, kita bisa selaraskan persepsi bersama. Bahwa kedua pelaku kita anggap berani bahkan nekat. Dengan keberanian yang ditampilkan ini memiliki latar belakang. Dan akan ada proses sampai mereka berani mengutarakan kenekatannya via sosial media.

Namun yang membedakan kasus AH dan S, sesuai pengakuannya adalah:

  • AH menyatakan dirinya khilaf akan ancaman kepada Presiden yang ia lontarkan
  • S mengaku video yang ia buat adalah tantangan (challenge) dari temannya

Pengakuan kedua pelaku diatas penting. Dan sekaligus akan menjadi basis sejauh mana proses kebencian terakumulasi menjadi aksi. Dan berikut analisa yang coba saya buat. Walau analisa ini subjektif. Namun saya pastikan aspek yang muncul berdasar artikel dan referensi yang telah saya gunakan. 

Fase Kebencian Dunia Digital - Ilustrasi: Istimewa
Fase Kebencian Dunia Digital - Ilustrasi: Istimewa
Fase kebencian seperti aksi S ataupun AH berbentuk segitiga terbalik (top-down). Kebencian muncul dari fase moral yang sangat personal. Lalu berakhir dengan bentuk akumulasi kebencian berbasis komunal.

Yang menarik dari fase ini adalah pembentuk fase kedua yang berdasar interaksi sosial media. Karenanya saya menyebutnya fase keberanian di era digital. Fase-fase berikutnya interaksi sosmed akan menjadi kian intens dan berjejaring luas. 

Sedang penjelasan tiap fase keberanian adalah sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun