Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Metamorfosis Hoaks 5 Tahun ke Depan

3 Mei 2019   15:41 Diperbarui: 7 Mei 2019   20:39 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warning oleh Gerd Altman - Ilustrasi: pixabay.com

Hoaks menjadi aib di kalangan kita. Di satu sisi, hoaks pun menjadi konsumsi nalar. Hoaks pun menglorifikasi konfirmasi bias melalui kerumunan linimasa. 

Polarisasi politik ekstrim terbentuk. Baik di dunia nyata melalui penggerakan massa berbasis identitas. Ataupun gerakan bawah tanah komersialisasi hoaks yang kian sulit terungkap.

Dalam angka, multiplikasi hoaks selama Pemilu nyata terlihat. Ada 1.645 hoaks berkonten politk selama Agustus 2018 - April 2019 menurut Kemenkominfo. Dengan lebih dari 206 hoaks politik selama April 2019 sendiri. Bahkan 3 hari usai pencoblosan, ada 64 hoaks yang viral beredar.

Jumlah hoaks diatas adalah yang terekam dari banyak pihak. Jumlah yang tidak terdeteksi mungkin lebih banyak. Sebarannya yang begitu masif dan terstruktur pun belum terpetakan dengan baik. Belum lagi jenis hoaks yang potensi dampaknya juga cukup merugikan publik.

Secara garis besar, tujuan hoaks adalah:

  • Memproduksi ad revenue dengan klik, visit, dan viralitas posting/blog
  • Menciptakan kebingungan publik atas informasi yang didapat
  • Mendiseminasi ideologi radikal, fasisme, atau rasisme
  • Menginsinuasi gerakan subversif seperti ujaran kebencian, golput, atau oposisi ekstrim

Hoaks adalah informasi yang sengaja atau tidak sengaja direkayasa dan disebarkan. Persebaran dunia digital mengamplifikasi hoaks yang berkebalikan dari media konvensional. Hoaks sebagai entitas user generated content di linimasa sosmed akan menarik perhatian media konvensional.

Pertanyaan mengusik fikiran kita saat ini adalah: 

  • Bagaimana demografi persebaran hoaks 5 tahun ke depan? 
  • Bagaimana estimasi jumlah hoaks yang beredar nanti? 
  • Apakah ada dampak sosial lain dari hoaks yang merugikan? 
  • Bagaimana penentu kebijakan publik dan pihak berwajib bertindak menghadapi hoaks?

Langkah kuratif dan preventif sudah banyak dicanangkan dan digerakkan. Tindakan kuratif seperti gerakan cek fakta baik oleh organisasi seperti Mafindo dan Jabar Saber Hoaks. Media pun melakukan dan berkomitmen mencek fakta dalam inisiasi cekfakta.com.

Tindakan menggerakan wacana literasi digital, melalui seminar dan workshop baik oleh komunitas maupun instansi pemerintah banyak dilakukan. Beberapa tindakan preventif dari media seperti memverifikasi berita bersama, memberi kompetensi digital bagi jurnalis, dsb juga dilakukan.

Earth Digital oleh Pete Linforth - Ilustrasi: pixabay.com
Earth Digital oleh Pete Linforth - Ilustrasi: pixabay.com
Namun, apakah tindakan pencegahan dan edukasi yang dilakukan efektif. Jika demografi dunia digital normatif akan selalu 2 langkah dibelakang gerakan subversif. Jika para penyebar hoaks dan manipulator informasi sudah 2 langkah di depan penggerak cek fakta dan literasi digital.

Tidak bisa dipungkiri, gerakan anti-hoaks saat ini terkesan sporadis. Ketika ada hoaks yang tersebar makan verifikasi fakta akan dibuat paska hoaks beredar viral. Dalam diskusi literasi digital dan informasi dalam seminar dan workshop pun berbasis kasus yang sudah terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun