Mohon tunggu...
Giovani Yudha
Giovani Yudha Mohon Tunggu... Freelancer - Gio

Sarjana HI yang berusaha untuk tidak jadi Bundaran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perihal KTP Transgender dan Tantangan yang Dihadapi Pemerintah

26 April 2021   15:26 Diperbarui: 26 April 2021   15:45 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KTP - Sumber: Indonesia.go.id

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh menuturkan bahwa transgender di Indonesia akan dibantu untuk membuat KTP Elektronik (e-KTP). Ada beberapa hal dan ketentuan khusus dalam KTP ini, di antaranya:

1. Kolom kelamin pada KTP tetap antara laki-laki atau perempuan, tidak ada transgender. Artinya, KTP transgender tetap mencatat jenis kelamin aslinya dan bisa diubah kalau sudah ada penetapan dari pengadilan terkait perubahan jenis kelamin.

2. Tidak ada nama alias. Artinya, dalam KTP transgender tidak ada nama "dua jenis kelamin" seperti Budi alias Siti, Eren alias Mikasa, Sasuke alias Sakura, dsb. Untuk penulisan nama tetap menggunakan nama asli bukan nama alias.

Perubahan nama dan jenis kelamin juga ngga bisa sembarangan, makanya harus lewat keputusan pengadilan. Soalnya ada beberapa kasus, seperti:

  • Tahun 2019, seorang perempuan di Cirebon ditolak pengadilan mengubah kelamin menjadi laki-laki. Alasannya karena saat itu, pemohon mengalami masalah kejiwaan (Harry Benjamin Syndrome) dan bagi pengadilan solusinya adalah terapi bukan ganti kelamin.
  • Ada juga kasus yang ditolak pengadilan karena si pemohon hanya karena "merasa" transgender dari perempuan menjadi laki-laki. Proses merasa ini berasal dari banyak hal, mulai dari pergaulan, psikis, maupun pemahaman si pemohon terkait LGBT atau isu maupun tren yang berkembang.

Terus yang bisa diterima gimana dong?

  • Alasan medis, seperti perubahan alat kelamin (baik operasi maupun alami atau genetik) maupun kondisi fisik yang tidak dapat diubah. Tapi ini juga perlu membawa bukti-bukti seperti Kartu Keluarga, KTP, sertifikat atau bukti dari rumah sakit, dan bisa ada kemungkinan dokter diundang menjadi saksi pengadilan.

3.  Dukcapil akan membantu untuk mengubah data baru di KTP, KK, dan Akta Kelahiran. 

4. Pendataan ini bisa dilakukan di luar Jakarta, sesuai di dinas dukcapil sesuai dengan alamat asal pemohon.

KTP Transgender dibutuhkan untuk menjamin hak konstitusional mereka sebagai warga negara.

Dasar hukumnya ada kok, UU No. 24 Tahun 2013 juncto UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk, yang menjelaskan semua penduduk WNI harus punya data kependudukan supaya bisa mendapatkan pelayanan publik. Saya sepakat dengan pernyataan Pengamat Sosial Universitas Padjadjaran Budi Radjab, ini bukan masalah kebijakan liberal atau konservatif, tapi lebih kepada pengakuan kalau transgender adalah WNI. Data kependudukan adalah hak konstitusional warga negara dan itu kebutuhan dasar untuk punya akses ke pelayanan publik.

Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah

1. Reaksi negatif masyarakat terhadap transgender

Banyak masyarakat Indonesia belum siap menerima transgender sebagai sesama masyarakat dan paling sedihnya adalah ditolak sebagai manusia

Ada pro dan kontra terhadap KTP transgender, apalagi ini bukan kebijakan populer jadi kontranya banyak banget. Soalnya untuk saat ini masih banyak anggapan di masyarakat kalau transgender adalah sesuatu yang aneh dan di luar adab. Cemooh dan pelecehan bukan hal yang jarang terjadi tapi sering dihadapi oleh transgender. 

Masa sih? Ini coba saya tunjukkan contoh dari Instagram Lambe Turah ya. Monggo di cek komentarnya~

Bentuk komentar "kurang baik" lainnya dapat dilihat di media sosial yang mempublikasikan atau membahas berita ini juga. Miris melihatnya

Beberapa analogi negatif warganet atau masyarakat terhadap transgender yang saya dapat dari kolom komentar, di antaranya:

  • Transgender dikonotasikan sebagai tanda akhir zaman
  • Transgender dianggap sebagai kelompok yang harus dibasmi
  • Transgender dianggap sebagai sumber kehancuran negara

Perlakuan terhadap transgender memang masih jauh dari kata "baik" di Indonesia. Banyak pelecehan hingga kekerasan yang harus dihadapi, sebagai contoh ada kasus pembunuhan transgender juga secara sadis di Cilincing dan bentuk kekerasan lainnya juga bisa dilihat di dokumen milik Arus Pelangi. Menurut Arus Pelangi, setidaknya selama 12 tahun (2006-2018) terdapat 1840 kasus persekusi terhadap kaum LGBT, termasuk transgender di dalamnya. 

Tak sedikit juga kalau kita melihat di acara-acara televisi atau talkshow, transgender (maaf) dianggap sebagai hiburan atau pelampiasan cemooh saja. Jarang yang mengulik kisahnya atau setidaknya kasih si transgender ini cerita pengalamannya atau hal-hal yang ingin disampaikan. 

Deretan komentar dan tindakan tersebut menjadi gambaran dan kenyataan situasi yang dihadapi transgender saat ini atau mungkin (masih) di masa yang akan datang. Masyarakat masih sulit untuk menerima kalau transgender itu  butuh dihargai dan dipenuhi hak-haknya.

2. Sulit Mendapatkan Data Transgender hingga Biaya Pengadilan

Saya akui tindakan yang dilakukan oleh Kemendagri ini menjadi sebuah kemajuan dalam menjamin hak dasar warga negara. Namun, tantangan yang harus dihadapi adalah sulitnya mendata transgender. Hal ini disebabkan karena transgender masih ingin merahasiakan identitasnya. Perasaan takut jelas ada tentunya terhadap keluarga dan warga apabila mengakui sebagai transgender. Apalagi kalau berkaca pada reaksi-reaksi di atas terhadap transgender

Tidak hanya terkait data, namun juga biaya. Transgender masih sulit untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dan tentu menjadi beban untuk membayar biaya pengadilan. Sejauh yang saya cari, biaya pengadilan untuk mengganti nama itu sekitar 200 ribu lebih untuk mengadakan sidang dan sidang ulang jika sidang pertama tidak berhasil. Belum lagi dengan misal dibutuhkan pengacara, saksi dari rumah sakit, dan lain-lain. Itu baru urusan ganti nama, nanti transgender harus menghadapi lagi sidang pengadilan urusan perubahan jenis kelamin.

3. Perlakuan Saat Proses Pembuatan KTP

Kementerian Dalam Negeri harus benar-benar memastikan bahwa proses pembuatan KTP ini tidak ada perlakuan diskriminatif dan perlakukan menganggu transgender, seperti:

  • Pemaksaan dalam memilih jenis kelamin.
  • Cemooh atau pertanyaan yang mengarah pada pelecehan seksual atau preferensi si pemohon.
  • Gestur-gestur yang menunjukkan keengganan untuk melayani keperluan si pemohon.
  • Perbedaan perlakuan dalam mengurus dokumen si pemohon, misal si transgender lebih lama prosesnya dibandingkan lainnya.

Sebagai penutup:

People are People

Baca juga tentang European Super League Pemikiran "Los Galacticos" dalam Ide Kontroversi European Super League

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun