Mohon tunggu...
Gilbeth Pramana Saputra
Gilbeth Pramana Saputra Mohon Tunggu... Pengamat & Penulis

Seorang penggiat membaca buku-buku. Rutinitas yang Ia kerjakan tak lepas menelisik menemukan makna di balik keindahan misteri semesta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Deutronomic Cycle: Dosa Sistemik dan yang Terjadi Sekarang

16 September 2025   21:44 Diperbarui: 16 September 2025   21:44 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai Kristen, kita terlalu sering mendengarkan pengajaran bahwa dosa itu memiliki 2 dimensi baik sebab akibatnya; personal & komunal. Sayangnya realita kini kita terlalu banyak "dikenyangkan" oleh pengajaran dosa personal sehingga dampaknya ialah orang-orang percaya menjadi self oriented & apatis terhadap yang terjadi di sekitar--- kemungkinan dampak terparahnya adalah matinya sense simpati-empati terhadap yang dialami seseorang. Bukankah kita diajarkan untuk mengasihi Allah & sesama sebagai hukum yang terutama?

Mungkin kita jarang concern pada dimensi komunal bahwa Alkitab menegaskan bahwa dosa memiliki efek bagi komunitas lokal maupun nasional. Yang mana pengaruh dosa berkembang merekah dalam ruang lingkup lebih besar, menginfeksi dalam setiap area kehidupan --- tidak sebatas hanya moralitas pribadi.

Wujud dari dosa komunal bisa kita sebut sebagai dosa sistemik. Dosa sistemik ialah upaya melanggengkan penyimpangan yang tertanam & mengakar kuat dalam sebuah sistem, pola, struktur dalam tatanan kehidupan. Buah nyata yang dihasilkan dosa sistemik ialah dosa yang dianggap sebagai sesuatu yang normal, melekat menjadi bagian dalam kehidupan orang-orang --- tidak heran kalau kita lihat, aksi korupsi dapat terjadi di lapisan bawah hingga elit, seolah-olah sebagai pola yang alami.

Relasi antara dosa sistemik dengan dosa personal terletak bahwa tatanan yang merusak & merugikan kita semua serta isi bumi tak lain penyebabnya ialah pihak yang safar yang mempunyai privilege menetapkan sebuah kebijakan & aksi. Contoh dari Alkitab: Hizkia secara sukarela rela mengajak utusan Babel berkeliling di istana raja. Akibat fatal mengajak "musuh masuk ke dalam selimut"  adalah warga Israel dibuang & dijajah oleh Babel --- mirisnya Hizkia sebagai pemimpin bangsa malah merasa aman & damai sejahtera (Yes 39:8). Tak sampai setahun, saya masih teringat seorang politisi mengatakan: "kalau ada yang bilang Indonesia gelap. Yang gelap kau, bukan Indonesia".

Bercermin dari perjalanan bangsa Israel yang melintasi aneka jaman. Dosa merupakan masalah sebuah bangsa, bukan hanya masalah pribadi; seluruh lapisan masyarakat dari raja-raja, institusi agama hingga rakyat turut aktif terlibat melakukan penyimpangan. Dosa menjadi sistem kerja bisa terjadi dimulai dari kalangan "elit" lalu menjalar ke lapisan bawah & bisa juga dimulai sebaliknya. Maka, 1 bangsa turut bertanggung jawab &  mengalami kosekuensi penyimpangan dosa yang tersistemkan.

Sebuah fakta pahit tentang dosa sistemik: bahkan yang tidak bersalah pun turut terkena kosekuensinya. Nabi Yeremia sudah lebih dahulu menyadari bahwa dampak dosa sistemik itu menjerat siapapun, entah orang benar atau salah.

Ratapan 5:7 (BIMK)  Leluhur kami berdosa, kini mereka sudah tiada; tapi kami harus menderita, karena dosa-dosa mereka.

Dalam Alkitab, ada sebuah siklus yang disebut The Deutronomic Cycle seperti yang dijelaskan di gambar di atas.

Lalu,apa hubungannya dengan Indonesia? Tepat! dosa sistemik memang sudah merasuki bangsa Indonesia sehingga pola klasik yang pernah dialami Israel & justru rakyat yang tidak tahu-menahu malah menjadi korban dari dosa para aparat & pemerintah!
Tragedi yang kini terjadi pada bangsa ini merupakan pola lama yang sudah terjadi --- belajarlah dari sejarah!

Belajar dari kejatuhan bangsa Israel. Apa yang semestinya dilakukan para penetap kebijakan?

1. Alih mencari kambing hitam. Presiden serta jajarannya harus mengakui dosa, kesalahan di ruang publik atas kekacauan yang mengakibatkan jatuhnya korban masyarakat yang tidak bersalah.
2. Tak dapat dipungkiri bahwa jatuhnya korban jiwa merupakan reaksi aparat yang kurang berhikmat. Realisasikan lah tuntutan 17+8 yang sering kami suarakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun