Mohon tunggu...
Gilang Ramadani Setiowati
Gilang Ramadani Setiowati Mohon Tunggu... -

Saya Gilang Ramadani, optimis dan selalu semangat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penanaman Budaya Akademik Kampus sebagai Upaya Pencegahan Plagiarisme Mahasiswa

1 Juli 2013   11:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:10 3808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seiring dengan perkembangan globalisasi, keterbukaan informasi publik semakin dapat diakses dengan mudah. Kemudahan mengakses informasi telah tumbuh secara dramatis sejak adanya internet. Keberadaan internet bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi menguntungkan, di satu sisi yang lain merugikan. Internet dapat menyediakan informasi dari seluruh penjuru dunia sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan pengaksesnya. Akan tetapi, internet juga membuka peluang untuk melakukan ketidakjujuran dalam akademik, seperti plagiarisme.

Dalam Permendiknas No. 17 tahun 2010, plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan mamadai. Orang perseorangan atau kelompok orang pelaku plagiat, masing-masing bertindak untuk diri sendiri, untuk kelompok dan atas nama suatu badan disebut plagiator.

Masalah plagiarisme mulai menjadi masalah serius dalam Pendidikan Tinggi karena plagiarisme berhubungan dengan penjaminan pemeliharaan integritas akademik. Seperti yang dilansir okezone.com rujukan dari HuffPost College, Minggu (4/9/2011), cyber plagiarisme (plagiat melalui internet) skripsi tercatat meningkat. Hal tersebut dipublikasikan oleh Pew Research Center, lembaga survey Amerika Serikat. Lembaga yang juga bekerja sama dengan laman The Chronicle of Higher Education tersebut melakukan survei terhadap 1055 mahasiswa, baik dari universitas negeri maupun universitas swasta. Dari survei tersebut, didapat data sebanyak 55 persen mahasiswa melakukan plagiat skripsi sepanjang sepuluh tahun terakhir, demikian yang dilansir mayoritas dari mereka yakni sebanyak 89 persen mengatakan komputer dan internet memegang peran utama dalam hal contek-mencontek tersebut. Hampir sama dengan keadaan tersebut (belum ada data survey di Indonesia yang mendukung), plagiarisme oleh mahasiswa di Indonesia pun juga demikian. Bahkan, praktik jasa pembuatan skripsi marak dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.

Plagiarisme menjadi masalah yang mengkhawatirkan tidak hanya berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, moral mahasiswa, tetapi juga mengenai peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Ketidaktegasan konsekuensi, kemalasan, ketidaktahuan memasukkan sitasi dan memfarafrasekan opini orang lain dalam suatu paragraf, serta pengetahuan yang minim akan tindak pelanggaran kode etik penulisan merupakan beberapa alasan mengapa tindak plagiarisme dilakukan. Hal ini membutuhkan keseriusan, ketegasan, kesadaran, dan kerja sama banyak pihak  untuk menanggulangi masalah plagiarisme ini.

Seperti halnya masalah nyontek-menyontek, plagiarisme ini juga hampir menjadi budaya bagi para pelajar, dalam hal ini dikhususkan pada mahasiswa. Keadaan ini dianggap lumrah oleh sebagian banyak orang. Padahal, ini menjurus pada masalah pendidikan yang serius dan perlu ketegasan dan kesadaran untuk menanggulanginya. Kebiasaan membaca belumlah mengakar pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Ketika seorang mahasiswa tidak mempunyai ide untuk ditulis dan kurangnya kemampuan menulis, ini semakin membuka peluang plagiarisme. Kebiasaan copy-paste yang gampang menjadi alternatif instan sebagai solusi mahasiswa dalam mengerjakan tugas dan menulis artikel. Maka dari itu, apabila plagiarisme terus dibiarkan begitu saja, tanpa adanya tindak pencegahan dan penanggulangian, akan menjadi penyakit di lingkungan akademik.

Plagiarisme dan Degradasi Moral Menuju Penurunan Kualitas Sumber Daya Manusia

Dua di antara banyak indikator dari degradasi moral di Indonesia adalah tingginya tingkat praktik menyontek dan tingginya angka kasus plagiarisme. Kasus-kasus tersebut menunjukkan rendahnya tingkat kejujuran dan self-respect. Pada kasus plagiarisme misalnya, berawal dari buah kemalasan seorang mahasiswa untuk membaca dan menulis. Mahasiswa akan cenderung copy-paste dari internet tugas yang diberikan dosennya; tanpa referensi dan tanpa di-edit. Hal ini disebabkan kemudahan mengakses internet sebagai solusi instan tugas yang diberikan dosennya.

Keadaan tersebut berbeda dengan keadaan mahasiswa di zaman dulu. Menurut  (Siswati, 2010) dirujuk dari harian  Kompas,  terbitan  12  Juni 2009,  banyaknya literatur  dan  penerbit  buku  tidak mempengaruhi  minat  membaca  mahasiswa. Pada  jaman  dahulu,  saat  fasilitas  masih terbatas para mahasiswa mempunyai semangat dan  motivasi  yang  tinggi  untuk  membaca. Pembangunan  perpustakaan  dan  pembelian referensi  yang  banyak  nampaknya  kurang menyentuh  minat  mahasiswa  untuk  membaca literatur  yang  berkaitan  dengan  mata  kuliah yang  diambil.  Aktivitas  membaca  mahasiswa mengalami  penurunan  tersebut,  kemungkinan dipengaruhi  oleh  teknologi  informasi  yang sudah  sangat  maju.  Berbagai  macam  hiburan yang  tidak  mengikutsertakan  media  buku, menjadi  lebih  menarik,  karena  membaca membutuhkan  perhatian  khusus  yang  tidak dapat diselingi dengan aktivitas lain.

Berdasarkan sejumlah survei yang dilakukan oleh lembaga survei baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih rendah baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas minat untuk membaca dikalangan masyarakat. Adapun beberapa laporan hasil survei maupun hasil studi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Laporan International Association for Evaluation of Educational pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-29 setingkat di atas Venezuela. Peta di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan  “Education in Indonesia from Crisis to Recovery” tahun 1998, hasil studi tersebut menunjukan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI sekolah dasar di Indonesia, hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7% setelah Filipina yang memperoleh 52,6%  dan Thailand dengan nilai 65,1% serta Singapura dengan nilai 74,0% dan Hongkong yang memperoleh 75,5%.

Hasil survei UNESCO tahun 1992 menyebutkan, tingkat minat baca rakyat Indonesia menempati urutan 27 dari 32 negara. Hasil survei yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1995 menyatakan, sebanyak 57 persen pembaca dinilai sekadar membaca, tanpa memahami dan menghayati apa yang dibacanya. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menunjukan, bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%). (sumber:www.bps.go.id).

Buah kemalasan tersebut juga dapat dilihat dari jumlah publikasi artikel ilmiah. Data Science Direct, Elsevier menunjukkan bahwa sejak tahun 1996 output riset Indonesia adalah 500an dan hingga 2007 tetap masih kurang dari 1000 paper, sama dengan Filippina dan Viet Nam, sementara Thailand sudah berada pada 1000an pada tahun 1996 dan melonjak mencapai 5500an pada tahun 2007.Malaysia pada tahun 1996 mempunyai output riset 1000an dan meningkat menjadi 3500an pada tahun 2007. Angka ini kembali lagi menguatkan rendahnya output riset ilmuwan Indoensia dalam bentuk publikasi ilmiah.

Plagiarisme berawal dari kemalasan mahasiswa membaca dan menulis yang terbuai kemudahan mengakses internet dan cenderung copy-paste tugas dari sana. Kemalasan tersebut tidaklah beralasan, karena minat baca dan kemampuan menulis yang rendah. Hal ini disebabkan karena kebiasaan membaca sejak kecil tidak ditumbuhkan dengan baik. Kebiasaan tidak jujur yang didukung lingkungan tak jujur di sekolah pun seperti menyontek juga menambah daftar alasan mengapa mahasiswa melakukan tindak plagiasi. Tindakan plagiat yang dilakukan oleh mahasiswa ini tidak mencerminkan sikap kreatif dan terpelajar sebagai kaum intelektual. Maka dari itu, plagiarisme dapat berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia.

Cara Mencegah Tindak Plagiasi di Kalangan Mahasiswa dengan Menanamkan Budaya Akademik

Peran Dosen Menciptakan Budaya Akademik Efektif dalam Upaya Pecegahan Tindak Plagiasi Tugas.

Budaya Akademik Membaca, Berdiskusi, Menulis

Hak milik yang paling berharga bagi suatu perguruan tinggi adalah kebebasan, otonomi, dan budaya akademik (academic culture). Dalam hal ini, perguruan tinggi harus mempunyai karakteristik yang khas dan menjadi panutan pihak luar. Budaya akademik sebagai suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membanggun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civil society) dan bangsa secara keseluruhan. Indikator kualitas perguruaan tinggi sekarang dan terlebih lagi pada millenium ketiga ini akan ditentukan oleh kualitas civitas akademika dalam mengembangkan dan membanggun budaya akademik ini. (http://litabamas-sb.info)

Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membanggun budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut.

Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya. Budaya akademik di sini yang dimaksud untuk mencegah tindak plagiasi adalah budaya membaca, menulis, dan berdiskusi.

Tugas dalam “How and Why”

Kurangnya  minat  membaca  pada  mahasiswa dapat diketahui  dari  partisipasi mahasiswa  di  kelas  saat  mengikuti  kuliah. Kebanyakan  mahasiswa sulit dan enggan untuk bertanya tentang materi yang  diberikan  dosen.  Mahasiswa  cenderung diam  dan  menerima  semua  informasi  yang diberikan  dosen.  Mereka  jarang  memberikan kritik,  pendapat  ataupun  idenya.  Pada  saat dosen  menanyakan  alasan  mahasiswa  tidak mau  bertanya,  kebanyakan  mahasiswa  merasa bingung  dan  tidak  mampu  untuk  bertanya (takut  pertanyaan  tidak  bermutu).  Membuat pertanyaan memang bukan perkara mudah karena pertanyaan muncul ketika seseorang tersebut telah membaca materi dan memikirkannya dengan baik. Ketika seseorang itu menganalisis informasi tersebut dan menemui sesuatu yang ingin diketahui lebih lanjut, maka pertanyaan itu akan muncul.

Cyber plagiarism (plagiat bersumber dari internet) banyak dilakukan oleh mahasiswa karena masalah yang diberikan adalah “What”. Mesin pencari akan mudah mendapatkan jawaban “what” dari suatu kata kunci, akan tetapi sulit menjawab “how and why”. Tindak plagiat mahasiswa dapat diminimalisasi dengan penilaian tugas oleh dosen yang dibuat dengan memantau setiap progres mahasiswa dalam mengerjakan tugas setiap tatap muka. Masalah dan tugas-tugas yang diberikan pun bukan merupakan masalah yang mempunyai satu solusi, melainkan, mencari cara bahwa mahasiswa dapat mengajukan jawaban individual, mungkin dengan meminta pernyataan tentang mengapa pendekatan ini dipilih atau meminta konsep dan analisis masalah sebagai hasil akhir mahasiswa.

Tujuan pemberian tugas dalam “how and why” ini adalah untuk mengarahkan mahasiswa lebih banyak mencari referensi buku yang dimana di dalamnya berupa ulasan masalah. Dengan kebiasaan seperti demikian, mahasiswa akan mau tidak mau harus banyak membaca buku. Penurunan terjadinya plagiarisme akan terjadi karena tugas ini mengharuskan mahasiswa untuk berpikir kritis. Mahasiswa akan didorong untuk mengembangkan kesimpulan mereka sendiri berdasarkan artikel koran atau majalah, pengalaman pribadi, atau analisis teoritis. Agar mahasiswa lebih tertarik membaca buku, dosen dapat membangun rasa keingintahuan (curiosity) mahasiswa dengan menunjukkan hal-hal menarik dari membaca buku. Dosen juga dapat mengarahkan mahasiswa judul-judul buku apa saja yang wajib dibaca.

Ketika dosen mengajar dan menggunakan karya orang lain dalam perkuliahan, dosen harus menyatakan dari mana ide-ide tersebut berasal. Dosen memberikan contoh yang baik dalam mengajarkan mahasiswa bagaimana menghargai pekerjaan, serta bagaimana mereka dapat menggunakan sumber daya untuk menyampaikan ide-ide orang lain tanpa menjiplak. Format tugas yang berbeda dari biasanya secara signifikan dapat mengurangi kemungkinan karya mahasiswa dijiplak dan disalin. Daripada esai standar, lebih baik tugas dibuat dalam bentuk portofolio, presentasi poster, informasi leaflet, laporan proyek kelompok yang memungkinkan untuk tidak dipinjam-pinjamkan dan tidak dapat di-copy paste dengan mudah.

Seminar Pelatihan Penulisan

Banyak mahasiswa sulit menuliskan gagasan mereka dalam bentuk kata-kata.Gagasan tersebut hanya ada dalam otak dan angan-angan. Menanggapi hal yang demikian, dibutuhkan pelatihan penulisan untuk memandu mahasiswa bagaimana cara menulis dan memberi pengertian mengenai kode etik penulisan. Tak banyak mahasiswa yang tahu bagaimana menyisipkan sitasi, memfarafrasekan pendapat orang lain yang akhirnya menjurus pada plagiasi.

Seminar kepenulisan juga dapat membangkitkan budaya akademik selain membaca dan menulis, yaitu diskusi. Dengan banyak bertemu rekan-rekan yang berbeda, diskusi dapat membuat mahasiswa saling bertukar ide mengenai gagasan-gagasan yang mereka pikirkan. Hasil membaca yang didiskusikan bersama rekan-rekan kemudian ditulis dalam sebuah tulisan.

Diskusi seharusnya tak hanya dilakukan saat pelatihan, tetapi dapat dilakukan di dalam kelas bahkan saat mengobrol dengan rekan-rekan mahasiswa. Namun, kenyataan yang ada, masih jarang mahasiswa yang berdiskusi dengan topik kuliah atau sekadar permasalahan bangsa. Mereka lebih sering mengobrol sesuatu yang tak banyak membuat khasanah pengetahuan mereka bertambah sambil begadang dan merokok di warung kopi.

Penggunaan Teknologi Piranti Lunak Pendeteksi Plagiasi

Seiring dengan semakin bebasnya orang mengakses informasi dari internet, peluang pelanggaran hak cipta berupa plagiasi semakin meningkat pula. Hal ini dapat ditangani dengan menggunakan piranti lunak pendeteksi plagiat. Dosen Universitas Gajah Mada telah berhasil membuat piranti lunak pendeteksi plagiasi bernama Tessy (Test of Text Similirity) yang telah digunakan di FEB UGM. Sayangnya, piranti lunak semacam ini belum dapat dipakai secara umum untuk saat ini. Akan tetapi, apabila dosen memberikan tugas dalam Bahasa Inggris, dapat menggunakan piranti lunak sebagai berikut:

Turnitin

Turnitin untuk Penerimaan diluncurkan untuk mendeteksi plagiarisme dalam aplikasi kuliah. Translated matching untuk membantu mendeteksi konten jiplakan yang telah diterjemahkan dari bahasa Inggris.(www.turnitin.com)

Cut-and-Paste Plagiarism - Pencegahan, mendeteksi dan melakukan penelusuran online. (http://alexia.lis.uiuc.edu/%7Ejanicke/plagiary.htm)

EVE: The Essay Verification Engine . Ini adalah piranti lunak berbayar. Piranti lunak ini  masih bisa digunakan 15 hari trial.(http://www.canexus.com/eve/)

Glatt Plagiarism Program Sebuah piranti lunak pendeteksi online karya yang dibuat dengan plagiasi. (http://www.plagiarism.com/index.htm)

iParadigms Inc. - Dengan piranti lunak ini, bisa diketahui IP address mana yang melakukan copy paste pada konten online Anda.(http://iparadigms.com/)

Plagiarism.org - Sebuah layanan online yang dibuat untuk mendeteksi penjiplakan karya tulis seseorang. Untuk yang berbahasa Indonesia masih belum ada.(http://plagiarism.org/)

Peran Civitas Akademika Kampus untuk Mencegah dan Mengatasi Tindak Plagiasi.

a. Penegakkan Peraturan Kampus

Masalah plagiarism merupakan masalah serius yang harus secara tegas diatur di dalam peraturan kampus. Mahasiswa mungkin harus menandatangani perjanjian bersumpah tidak akan berbuat curang serta melaporkan mahasiswa lain yang tertangkap menyontek. Ini mungkin merupakan strategi jangka panjang yang dapat diterapkan oleh jurusan atau fakultas. Selain itu, penciptaan lingkungan yang mendukung akan kejujuran harus dibuat sebaik-baiknya bahwa penghargaan terhadap kejujuran dan proses belajar itu nomor satu. Hasil dari belajar dalam bangku perkuliahan bukanlah segalanya apabila mahasiswa curang dalam mendapatkan hasil tersebut.

b. Komisi Kedisiplinan Plagiator

Banyak universitas memilih siswa untuk komite disiplin (komdis), biasanya komdis ada saat pelaksanaan orientasi kampus untuk menertibkan mahasiswa baru. Dalam konteks ini, komdis bukanlah suatu komisi yang menertibkan mahasiswa baru, akan tetapi penertib kecurangan teman sebaya. Komdis ini ada di setiap mata kuliah yang dibimbing dan dipantau oleh dosen pengampu mata kuliah tersebut. Anggota komdis ini pun berbeda tiap mata kuliah, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan antarmahasiswa. Mahasiswa anggota komisi tersebut diperlukan untuk menangani kecurangan mahasiswa lainnya. Mahasiswa pada komite ini cenderung ketat daripada staf. Selain itu, mereka memberikan kredibilitas lebih untuk proses disipliner karena mereka menekankan pentingnya kejujuran akademik dan keadilan. Mahasiswa yang dituduh melakukan plagiarisme harus diperlakukan dengan hormat. Namun, mereka tidak dibiarkan lolos dengan mudah karena mereka harus tunduk pada aturan yang ada. Adanya aturan yang tegas dalam menindak plagiator harus diterapkan dengan baik.

Pihak kampus serta seluruh civitas akademika bertanggung jawab penuh dalam mencegah dan mengatasi tindak plagiasi. Hal ini dapat berupa ketegasan dalam menegakkan kejujuran, mengapresiasi proses belajar dan kejujuran serta tak hanya melihat pada hasil belaka. Komisi Kedisiplinan Plagiator yang berada di tiap mata kuliah yang dibimbing penuh oleh dosen pengampu mata kuliah tersebut dapat meminimalkan tindak plagiasi. Butuh kerjasama, kerja keras, niat dan tekad untuk menciptakan suasana kampus berbudaya akademik yang dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan integritas kampus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun