Mohon tunggu...
Gilang Rahmawati
Gilang Rahmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari menjadi kuli tinta.

*** silahkan tinggalkan pesan *** ** http://www.kompasiana.com/the.lion ** #GeeR

Selanjutnya

Tutup

Drama

[FDR] Berbincang dengan Kenangan di Mushola

28 Juli 2013   08:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:56 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13749283251167243085

[caption id="attachment_269104" align="aligncenter" width="548" caption="(Ilustrasi: Mba Margaretha Diana Kampret)"][/caption]

Tokoh: Aisyah

Nenek bermukena coklat

Nenek bermukena putih kusam

Dua anak laki-laki: Bima dan Wahyu

Satu anak perempuan: Aisyah masa kecil

Anak lelaki: tetangga

Bima saat dewasa

Ibu Aisyah

Setting: Mushola dengan tiga waktu (Hari ini, Sepuluh tahun lalu, dan Sebelas tahun lalu)

Rumah Aisyah masa kecil

Rumah Wahyu masa kecil

Prolog

Aisyah, seorang perempuan berumur 22 tahun yang lahir di kota Palangkaraya. Ia baru saja kembali ke kota itu, setelah empat tahun merantau. Aisyah selalu rindu sholat taraweh di mushola komplek rumahnya. Setelah empat tahun tak mengunjungi mushola tersebut, banyak kenangan yang berputar di ingatannya. Kenangan pun tanpa sadar mengajaknya berbicara.

***

Panggung ditata serupa ruangan di dalam mushola. Suara adzan ditalukan dari tempat pemain musik. Selepas mengambil air wudhu di pojok mushola, Aisyah berjalan pelan. Kakinya melangkah memasuki pintu mushola. Mata aisyah melirik sab perempuan. Suara jangkrik dari pemain musik didengarkan, mushola sunyi. Hanya ada lima perempuan lain yang tengah terdiam, tak saling berbincang. Aisyah menggelar sajadah, matanya melihat setiap sudut mushola. Lampu panggung mengarah pada tumpukan meja kecil, meja untuk membaca al-quran. Mata Aisyah memandang dinding, lampu menyorot warna kusamnya. Panggung mulai terdengar suara percakapan, oleh dua perempuan paruh baya.

[Nenek bermukena coklat]: “Kok sepi ya? Cuma dua baris..”

[Nenek bermukena putih kusam]: “Mungkin mereka sholat taraweh di mesjid lain.”

[Aisyah]:(Mengangguk dan berbicara pelan) “Ya, barangkali mushola ini sepi karena banyak yang taraweh di tempat lain. Awalnya aku fikir, mushola sepi karena jamaah malas taraweh. Dua perempuan ini mengajarkan untuk berpikir positive.”

Tak berselang lama jamaah mulai banyak berdatangan bertepatan dengan imam berdiri mengajak sholat isya berjamaah.

Semua yang ada di dalam mushola mulai khusyuk di setiap gerakan sholatnya. Tapi, seperti biasa anak kecil yang dibawa oleh orang tua yang teraweh di tempat ini sedikit mengganggu konsentrasi. Ada yang menangis, karena ibunya tak menghiraukan panggilannya. Ada sekumpulan anak-anak yang tertawa terbahak-bahak di selasar mushola. Dan, ada anak-anak yang berteriak nyaring “aammiieen..” mengikuti jamaah mushola. [Suara riuh oleh anak-anak]

Selepas isya, aisyah terdiam memandang sekitar mushola. Ia terdiam menikmati kenangan. Sayup-sayup dari arah pemain musik, ada suara terdengar. Suara dari kenangan yang bertanya.

[Kenangan]: “Ingatkah kamu, dulu pernah berteriak histeris di mushola ini saat sore hari bermain bersama Bima dan Wahyu?”

Aisyah mengangguk pelan. Lampu panggung menyorot di sisi panggung lain. Ada tiga anak kecil, dua anak laki-laki dan satu perempuan. Dua anak laki-laki itu bernama Bima dan Wahyu. Dan anak perempuan adalah Aisyah semasa kecil.

Mereka bermain di pinggir mushola. Anak lelaki bernama Bima menyerahkan segumpal tissue kepada Aisyah.

[Bima]: “Ini buatmu…hihi”

[Aisyah]: (Mengambil gumpalan tissue) “Apa ini?”

[Bima]: “Buka aja…”

[Aisyah]: (Membuka gumpalan lalu berteriak) “AAA….aaa!!!” (Merebahkan diri di atas panggung, pingsan)

Lampu panggung menyorot ke arah gumpalan tissue yang terlempar. Ada dua ekor ulat yang bergerak. Aisyah jatuh pingsan. Lampu panggung perlahan meredup, lalu kembali terang ke arah Aisyah yang telah dewasa. Terdengar lagi suara kenangan berbicara.

[Kenangan]: “Ingatkah kamu, sepuluh tahun lalu pernah tak khusyuk sholat karena sibuk memperhatikan anak lelaki yang jadi tetangga barumu?”

Aisyah mengangguk dengan menutup wajah, tersipu malu. Lampu panggung menyorot ke arah panggung yang dibentuk suasana sepuluh tahun lalu di mushola ini. Ada Aisyah masa kecil yang berdiri di ambang pintu, mengintip. Mata Aisyah memperhatikan anak laki-laki yang baru datang memasuki halaman mushola. Anak lelaki itu adalah tetangga baru Aisyah.

Lampu panggung kembali di arahkan ke Aisyah dewasa.

[Aisyah]: (Berbicara seperti berbisik) “Ah ya..dulu aku suka mencuri pandang dengan tetangga baruku itu. Sering tidak konsen saat sholat gara-gara si anak laki-laki itu.”

Aisyah tersadar dari lamunan kenangan saat perempuan di samping berdiri, dan ternyata sholat taraweh hendak dimulai. Lampu panggung kembali diarahkan pada kondisi semula, di mushola.

Ini kali pertama Aiyah sholat taraweh di sini, sejak empat tahun meninggalkan kota ini. Ternyata benar-benar tak banyak yang berubah, sholat tarawehnya saja masih 11 rakaat. Rakaat sebanyak ini selalu menjadi favourite, karena terbilang cepat meninggalkan mushola.

Selepas taraweh usai, Aisyah tak jua beranjak pergi meninggalkan mushola. Ia masih ingin mengeja rindu di sini. Saat bersalaman dengan perempuan-perempuan seusai sholat, Aisyah tidak menemukan salah satu teman masa kecil diantara mereka.

[Aisyah]: (Ekor mata melirik kiri dan kanan)

Saat jamaah perempuan satu persatu meninggalkan mushola, Aisyah kembali duduk di karpet. Meski sajadah dan mukena sudah dirapikan, tapi Aisyah enggan segera beranjak pergi.

Suara Kenangan terdengar lagi dari arah pemain musik. Mengajak Aisyah berbincang.

[Kenangan]: “Apa yang kau harukan dari tempat ini?”

[Aisyah]: (Aisyah menghela nafas dalam-dalam)

Di mushola ini pernah ada kenangan haru.

(Aisyah menyeka air mata yang turun tanpa diundang)

Lampu panggung bergerak pelan menuju panggung yang dibuat suasana sebelas tahun yang lalu. Ada Aisyah semasa kecil yang lagi asik berbaring di ruang tamu, dan Bima yang berteriak dari luar.

[Bima]: “Aisyaaaaahh..”

Aisyah keluar rumah dengan wajah bangun tidur. Sebelum melontarkan pertanyaan, Bima menarik tangan Aisyah dan membawa ke rumah Wahyu.

Lampu menyorot mereka berlari, ke arah panggung dengan suasana rumah Wahyu. Tampak keramaian di panggung tersebut. Lampu panggung menyorot bendera kuning yang terpasang di pagar bambu rumah Wahyu.

[Aisyah]: (Menutup mulut, air matanya berlinang hingga sesegukan) “Bimaaaa… Wahyu kenapa?”

[Bima]: (Menggengam erat tangan Aisyah, sambil menangis tanpa menjawab)

Sejurus kemudian, Ibu Aisyah masuk panggung dengan mengenakan kerudung warna hitam. Aisyah dan Bima berjalan masuk lalu duduk terpaku di samping jenasah Wahyu.

[Aisyah]: "Bu, Wahyu kenapa? Dia kan gak sakit apa-apa buu..." (Bertanya sambil nangis sesegukan)

[Ibu]: "Dia ditabrak nduk, tadi subuh waktu pulang dari pasar. Wahyu lagi nyebrang mendatangi ibunya, ada mobil melintas cepat ke arah Wahyu nduk. Sabar ya.. Do'akan Wahyu tenang di sana, dan mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah Swt." (Mengelus rambut Aisyah)

Tepat di saat adzan dhuhur (suara adzan didengarkan dari arah pemain musik), jenasah Wahyu dimasukan ke keranda lalu dibawa oleh bapak-bapak. Iring-iringan menuju mushola. Lampu menyorot perjalanan iring-iringan lalu perlahan meredup saat keranda diturunkan.

Lampu menyala kembali ke suasana awal, menyorot Aisyah yang terduduk menangis pelan. Saat asik berbincang pada kenangan, ada sosok lelaki masuk panggung dan menuju jendela.

[Lelaki]: (Tangan menepuk pundak Aisyah dari luar jendela kayu)

[Aisyah]: (Menyeka lagi air mata lalu menoleh kebelakang).

Aisyah melihat sosok lelaki berbadan tinggi mengenakan peci hitam, dan baju koko putih.

[Aisyah]: (Menutup mulut sejenak, terkejut) “Bima…?”

[Bima]: (Tersenyum)

Lampu perlahan meredup, panggung hening.

****

Mushola itu kecil,

tapi besar dengan kenangan(ku)

GeeR

No. 82

Event [FDR] Fiksi Drama Ramadhan

Palangkaraya, Juli 2013.

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun