Mohon tunggu...
Gilang Pupella
Gilang Pupella Mohon Tunggu... Penulis - Ingin memasukan artikel

Mahasiswa Asli Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Disabilitas di Mata Millenial

23 Januari 2020   01:10 Diperbarui: 23 Januari 2020   01:50 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto via paralympic.org

Dilansir wikipedia, Disabilitas atau difabel adalah keterbatasan diri yang dapat bersifat fisik, mental, kognitif, sensorik, ataupun emosional. 

Di masyarakat Indonesia, para penyandang disabilitas kerap kali dipandang sebelah mata, direndahkan, dikucilkan karena ketidakmampuannya melakukan hal-hal tertentu yang berbeda dari orang normal pada umumnya dan banyak orang yang memandang kaum disabilitas ini berbeda dengan kita yang normal karena dia melakukan hal yang sama seperti kita dengan cara yang berbeda.

Asumsi inilah yang mendasari sikap keliru yang dilakukan oleh masyarakat pada saat berinteraksi atau melihat kaum disabilitas. Bagaimana dengan penyandang disabilitas di Indonesia? 

Pada data yang diambil dari Survei Penduduk Antar Sensus atau SUPAS 2015 terdapat 21,84 juta atau 8,56 persen penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas di Indonesia kebanyakan adalah penyandang disabilitas ganda. Angka ini terus bertambah setiap tahunnya.

Data tersebut jauh lebih menggambarkan jumlah penyandang disabilitas di Indonesia dibandingkan survei tiga tahun sebelumnya, yakni pada 2012. Lalu, bagaimana pandangan millenial terhadap penyandang disabilitas? 

Menurut dua orang millenial yang telah di wawancara, .... Mengatakan "Penyandang disabilitas itu sama saja dengan orang normal pada umumnya. Kita tidak boleh melihat mereka hanya pada keterbatasannya saja atau penampilan luarnya.

Mereka mempunyai karakter diri masing-masing, keterampilan masing-masing, bahkan mimpinya masing- masing. Karena mereka tidak bisa memilih untuk terlahir seperti itu. Yang harus kita lakukan adalah memberikan rasa hormat dan menghargai". 

Dan Hania pun memberikan mengatakan "Karena memiliki hambatan bukan berarti tidak dapat melakukan apa-apa, cara mereka untuk melakukan sesuatu sedikit berbeda. Mereka membutuhkan tenaga lebih untuk melakukan sesuatu yang kita anggap biasa dan itu normal bahkan untuk kita yang bukan kaum disabilitas, terkadang kita juga memerlukan tenaga lebih untuk melakukan sesuatu yang kita anggap sulit".

Faktanya hambatan terbesar bagi kaum disabilitas bukan karena kekurangan yang ada di diri mereka, tetapi hambatan sosial seperti lingkungan yang tidak mendukung, pola pikir yang salah mengenai kaum disabilitas, perilaku masyarakat yang buruk terhadap kaum disabilitas yang seringkali membuat mereka tidak bisa beraktifitas secara bebas.

Apakah ada hukum yang mengatur tentang penyandang disabilitas? Namun masih ada beberapa cara untuk menghilangkan stigma yang melekat pada kaum disabilitas ini seperti merealisasikan UU No. 4 Tahun 1997.

Di sini hak mereka sudah dijamin sebanyak 1% dari jumlah seluruh karyawan seharusnya merupakan berasal dari kaum difabel, memberikan anggaran yang lebih untuk kaum disabilitas yang ingin menjadi atlet dan memberikan akses politik kaum disabilitas oleh suatu klausul untuk menjadi anggota dewan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun