Bengkulu --- Pemerintah pusat menetapkan Pulau Enggano dan kawasan Pulau Baai di Bengkulu sebagai bagian dari kawasan strategis nasional, seiring dengan penanganan berbagai tantangan krusial di wilayah perbatasan laut Indonesia. Penataan ruang disebut menjadi solusi utama untuk menyelesaikan beragam masalah di kedua kawasan tersebut, mulai dari keterisolasian, kerawanan bencana, hingga degradasi lingkungan pesisir yang berdampak pada kedaulatan negara.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, menekankan bahwa penanganan Pulau Enggano dan Pulau Baai tidak bisa dilakukan dengan pendekatan umum. Keduanya memerlukan strategi tata ruang yang berbeda namun saling melengkapi.
"Pulau Enggano menghadapi permasalahan keterisolasian. Sementara itu, Pulau Baai menghadapi tantangan pengaturan ruang untuk pelabuhan. Kedua kawasan ini memiliki persoalan berbeda, tetapi sama-sama membutuhkan penataan ruang yang tegas dan solutif," ujar Wamen Ossy dalam Rapat Evaluasi Pelaksanaan Inpres Nomor 12 Tahun 2025 di Bengkulu, Selasa (16/09/2025).
Dalam forum tersebut, ia menjelaskan bahwa kerangka hukum dan dokumen perencanaan ruang di Provinsi Bengkulu relatif sudah tersedia. Provinsi Bengkulu telah memiliki Perda RTRW Nomor 3 Tahun 2023, dan Kota Bengkulu mengacu pada Perda RTRW Nomor 4 Tahun 2021. Sementara itu, Kabupaten Bengkulu Utara masih dalam proses revisi Perda Tata Ruang Nomor 11 Tahun 2015.
"Tinggal mengejar kuantitas dari Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Selain itu, Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Laut Lepas yang mencakup Enggano dan Baai sedang dalam proses penetapan," jelas Wamen Ossy.
Menurutnya, rancangan Peraturan Presiden tentang RTR Kawasan Perbatasan Negara (KPN) Laut Lepas telah selesai harmonisasi pada Januari 2025 dan tengah menunggu penetapan dari Kementerian Sekretariat Negara. Dalam dokumen tersebut, Pulau Enggano dan Baai disebut secara eksplisit sebagai kawasan strategis nasional dengan isu-isu mendesak yang perlu ditangani segera.
"Dokumen tersebut menyoroti tiga isu utama, antara lain degradasi lingkungan pesisir yang mengancam kedaulatan, tingginya kerawanan bencana di pesisir dan pulau kecil, serta keterisolasian wilayah yang menekan kesejahteraan masyarakat," ungkapnya.
Tujuan besar dari dokumen ini, menurut Wamen Ossy, adalah "mewujudkan perbatasan negara yang utuh, berdaulat, dan tertib, sambil meningkatkan daya saing ekonomi perbatasan dengan tetap menjaga fungsi lindung."
Rapat koordinasi tersebut dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang meminta ATR/BPN untuk mempercepat penyusunan RDTR Pulau Enggano, terutama karena wilayah itu masuk dalam afirmasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2025--2029).
"Kementerian ATR/BPN juga mengakomodir isu tata ruang dan konektivitas pulau Baai ke Pulau Enggano, termasuk alur pelayaran dan penyeberangan lintas kluster Bengkulu, pendangkalan akibat sedimentasi di muara sungai, dan tindakan yang harus dilakukan dalam rancangan Perpres KPN dengan laut lepas," jelas AHY.
Rapat dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Wakil Menteri Perhubungan, Gubernur Bengkulu, jajaran Kemenko IPK, PLN, perwakilan Kejaksaan Agung, serta unsur TNI dan Polri. Dari ATR/BPN, Wamen Ossy hadir bersama Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bengkulu, Indera Imanuddin, beserta jajaran.