Teknologi digital saat ini telah membuat komunikasi menjadi lebih mudah dan cepat. Media sosial, forum diskusi, dan berbagai platform digital lainnya telah menjadi tempat bagi siapa pun untuk menyampaikan pendapatnya. Namun di balik semua kemudahan itu, ada persoalan yang sering terabaikan: etika. Banyak orang merasa bisa berbicara seenaknya di internet, menulis komentar kasar, menyebarkan fitnah, atau bahkan menghina orang lain tanpa berpikir panjang. Komentar-komentar seperti itu tidak jarang menyebabkan luka psikologis yang mendalam. Mereka yang menjadi korban bisa merasa tertekan, cemas, bahkan depresi. Ini menjadi persoalan serius yang perlu kita bahas bersama.
Masalah utama di sini adalah keberanian untuk berkata-kata tidak diimbangi dengan tanggung jawab moral. Orang dengan mudahnya menulis komentar pedas, tapi ketika dimintai pertanggungjawaban, mereka berlindung di balik anonim. Padahal, komunikasi baik lisan maupun tulisan pada dasarnya melibatkan hubungan antarmanusia yang mengandung nilai, norma, dan tanggung jawab. Dalam artikel ini, kita akan membahas fenomena komentar publik di internet dari sudut pandang filsafat dan etika komunikasi, lalu menawarkan solusi berdasarkan pendekatan tersebut.
Metode Penelitian
Artikel ini ditulis dengan pendekatan kualitatif melalui studi pustaka. Penulis menelaah buku-buku utama seperti Etika Komunikasi di Era Siber oleh Nurudin (2021), Filsafat Ilmu: Suatu Pengantar oleh Muh. Mufid (2019), dan sejumlah referensi lain yang relevan. Metode ini dipilih untuk menggali secara mendalam nilai-nilai filosofis dan prinsip etika yang dapat dijadikan dasar dalam memahami serta merespons masalah komentar publik yang tidak bertanggung jawab di media digital.
Pembahasan
Komentar Digital dan Masalah Etika
Dulu, komunikasi lebih banyak terjadi secara langsung tatap muka, melalui surat, atau media formal. Kini, siapa pun bisa menulis komentar di internet hanya dengan satu sentuhan jari. Sayangnya, banyak komentar justru mengandung ujaran kebencian, provokasi, dan fitnah. Komentar seperti ini tidak hanya menyakiti perasaan orang yang dituju, tapi juga merusak ruang diskusi yang seharusnya sehat.
Masalahnya bukan pada kebebasan berpendapat, tapi pada tanggung jawab. Dalam demokrasi, kita semua punya hak untuk bicara, tapi juga punya kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain. Tanpa tanggung jawab, kebebasan bisa berubah menjadi kekacauan.
Pandangan Filsafat Komunikasi
Filsafat komunikasi memandang bahwa setiap komunikasi melibatkan relasi manusia yang bermakna. Emmanuel Levinas misalnya, mengatakan bahwa ketika kita berkomunikasi, kita sedang berhadapan dengan wajah orang lain yang secara etis menuntut kita untuk bersikap bertanggung jawab (Mufid, 2019). Meskipun di dunia maya kita tidak melihat wajah lawan bicara kita secara langsung, bukan berarti kita bebas menyakiti mereka.
Dari sisi lain, John Searle dan J.L. Austin memperkenalkan teori "tindakan tutur" (speech act). Mereka menjelaskan bahwa setiap ucapan bukan hanya menyampaikan informasi, tapi juga melakukan tindakan. Artinya, komentar di internet bukan sekadar teks. Ia adalah perbuatan yang bisa berdampak baik atau buruk bagi orang lain. Ketika seseorang berkata, "Kamu bodoh!" atau "Seharusnya kamu mati saja!" itu adalah bentuk kekerasan verbal yang nyata.