Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadi, Siapa yang Sebenarnya Belajar dari Rumah?

22 April 2020   11:50 Diperbarui: 22 April 2020   11:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah berapa pagi yang telah saya lewati untuk bernostalgia ke jaman mengeyam pendidikan di level sekolah dasar. Dalam beberapa waktu kebelakang saya kembali bertemu dengan aritmetika cs setelah ribuan purnama berlalu. Hal demikian imbas dari e-learning secara serempak oleh pemerintah, demi menekan angka penyebaran Covid-19 di tanah air.

Belajar dari rumah bagi siswa memang sangat bermanfaat, terutama di situasi pandemi seperti sekarang. Namun, beberapa hal praktis jadi sedikit salah kaprah ketika siswa tak mau ambil pusing dalam mengerjakan tugas-tugas hasil bimbingan online. Penulis termasuk salah satu yang terkena imbas dari pembelajaran online itu, baik dari segi waktu, pikiran, dan materi.

"Kalau tidak mengerti silakan tanyakan kepada Ibu, Ayah, Kakak, atau keluarga terdekat," pekik adik saya yang masih mengeyam pendidikan di kelas empat sekolah dasar, seraya memeragakan suara seorang guru/wali kelasnya.

Pernyataan tersebut seolah jadi penegas sekaligus paling sering digunakan, sebab anak-anak khususnya adik saya selalu memilih jalan alternatif untuk meminta bantuan kepada orang tua atau keluarga terdekatnya tanpa pernah mau benar-benar memahami. Seolah dalam benak mereka selalu berkata demikian: tenang ada orang tua/keluarga yang bisa menyelesaikan.

Padahal tak ada yang salah dengan pernyataan tersebut. Sang guru memang memberi alternatif untuk menanyakan suatu hal yang kurang dipahami dari proses pembelajaran dari rumah. Sebab selama belajar online, mekanisme belajar terjadi satu arah. Jika ada yang tidak dipahami pilihan sang anak hanya memendam sejenak sebelum kemudian menanyakan kepada orang tua dan keluarga di rumah atau mesin pencarian google.

Semua jadi terlihat rumit, sebab untuk anak usia dini/belum dewasa, pemahaman serta kecerdasan emosional mereka belum seperti remaja yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. Tak jarang golongan mereka mudah memperlihatkan narasi frustasi dan kebosanan saat proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara online berlangsung.

Boleh jadi, anak-anak dan juga kita sebagai pembimbing tak terlalu kesulitan saat mengerjakan soal-soal ilmu sejarah, ilmu bahasa, atau sejenisnya. Namun, masalah justru terjadi saat dihadapkan pada jenis ilmu pasti, sebab jawaban dari keilmuan ini mutlak. Misalnya Matematika.

Sebelum menghitung/memecahkan jawaban, kita mesti berselancar memahami rumus terlebih dahulu. Memang agak serupa dengan ilmu-ilmu yang mengandalkan hafalan jika patokannya hanya hafalan rumus, tetapi angka-angka di soal matematik selalu berubah, fluktuatif, alias tidak pasti sebagaimana kondisi di tengah pandemi.

Disinilah dibutuhkan peran lebih dari orang tua/keluarga terdekat, mau tidak mau mereka mesti ikut belajar bersama anak, memahami materi, hingga memecahkan jawaban bersama. Tak jarang jika kemudian sang anak yang rentan bosan malah kelewat pasrah dengan membiarkan orang tua/keluarga terdekat mereka menyelesaikan soalnya.

Hal demikian bentuk daripada rasa bosan dan frustasi para siswa sendiri. Mereka dihadapkan pada situasi baru. Belajar tanpa face to face langsung dengan guru, kawan-kawan, serta dilakukan jauh dari lingkungan sekolah mereka.

Maka dari itu kondisi tersebut dapat dipermaklumkan, sebab menurut hasil riset I-READ Center of educational and Social Studies tentang kebosanan mahasiswa dalam menjalani physical distancing dengan belajar dari rumah menyebut 88.5% dari 330 responden merasa bosan dengan kegiatan tersebut. Sementara sisanya, 11.5% dari 330 responden tidak merasa bosan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun