Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kemanakah Tarian Sajojo?

23 November 2018   13:39 Diperbarui: 23 November 2018   16:53 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
terdambakan.blogspot.com

Jika di Brazil para pemain sepakbola menggiring bola tak ubahnya tengah melakukan tarian samba. Di tanah papua Boaz dkk sudah lama bermain dengan gaya menari sajojo. 

Sebuah tarian tradisional yang populer sejak tahun 1990-an dan sering ditampilkan dalam berbagai acara, baik adat, hiburan, maupun acara kebudayaan lainnya.

Gerakannya dimaknai sebagai tarian yang menggambarkan keceriaan dan semangat kebersamaan. Hal tersebut selaras dengan irama permainan sepakbola Papua pada umumnya dan tim Persipura Jayapura secara khusus, dalam beberapa tahun terakhir. 

Data menarasikan bahwa tim-tim dari tanah Papua selalu menyulitkan di kompetisi utama Liga Indonesia, bahkan grafik prestasi yang dimilikki Persipura Jayapura terus menanjak sejak tahun 2000. Performa klub yang telah berdiri pada tahun 1950-an ini memang terbilang konsisten dari musim ke musim.

Sejauh ini empat bintang terpampang diatas logo Persipura. Artinya tim kebanggaan masyarakat Jayapura ini menyandang status juara sebanyak empat gelar Liga Indonesia yang terakhir diraihnya pada 2013 lalu. 

Belum lagi deretan trofi bergengsi lainya semacam Torabika Soccer Championship 2016, Inter Island Cup 2011 dan prestasi di Asia, di situs AFC tercatat jika Mutiara Hitam pernah menembus semifinal AFC Cup 2014. Tak heran jika kemudian klub ini disebut sebagai klub tersukses di Indonesia.


Uniknya, tim ini meraih pelbagai gelar dengan mayoritas pemain putra Papua. Setiap musim selalu ada pemain muda potensial yang masuk tim utama, regenerasi di klub ini tak pernah mandek. Agaknya dengan pembinaan dan talenta luar biasa itulah hegemoni Persipura bisa terus berlanjut.

Akan tetapi musim ini keceriaan dan kekompakan dalam bermain seolah menghilang di tim berjuluk Mutiara Hitam ini. Desas-desus permasalahan yang menerpa internal Persipura sudah beredar lama sejak pra musim beberapa waktu lalu. Ketika itu diajang Piala Presiden tidak ada nama Persipura Jayapura dan klub Liga 2 yakni Kalteng Putra yang mengisi kuota kosong sepeninggal tim milik Benhur Tomi Mano ini. 

Kondisi ini membuat beberapa pilarnya hijrah ke tim lain, sang kapten membela Borneo FC besutan Ponaryo Astaman dan Kurniawan Dwi Yulianto. Masyarakat Papua tentu mempertanyakan sikap manajemen dan para pemainnya sendiri. Ada yang tidak beres dengan internal klub, padahal notabene klub berstatus juara TSC 2016. Dalam artian, tak masuk akal jika alasan batalnya Persipura mengikuti turnamen adalah finansial. Sebab, kucuran bonus mengalir ke kas klub. 

Operator TSC memberikan hadiah sebesar 3 miliar. Belum lagi PT. Freeport sebagai sponsor utama yang memberikan bonus tambahan sebesar 1 miliar. Kendati begitu, pada akhirnya terbukti jika manajemen telat menyiapkan tim akibat sulitnya mencari dana.

Di tataran pendukung Mutiara Hitam, asumsi tersebut semakin liar. Mereka menyebut jika para pemain yang meninggalkan Persipura telah hilang loyalitas kedaerahannya. Terutama sang kapten, Kaka Bochi (baca: sebutan Boaz Solossa). Seperti kita ketahui bersama, hanya tercatat satu klub di curriculum vitae adik kandung dari Ortizan Solossa ini yakni Persipura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun