Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Persib yang Akan Selalu Jadi "Public Enemy"

7 November 2017   09:20 Diperbarui: 7 November 2017   14:58 3850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selaras dengan motto "Golden Era" yang diusung manajemen Persib Bandung musim ini, "Golden Boy" atau anak emas merupakan sebutan yang sering kita dengar dari rival, kompetitor, hingga suporter lain yang berada dalam ruang lingkup sama: Gojek Traveloka Liga 1. Cap "anak emas" yang dituduhkan kepada klub asal kota kembang itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, aroma Persib di kepengurusan PT Liga Indonesia Baru begitu kentara.

Setidaknya ada tiga nama, Glen Sugita, Teddy Tjahyono, dan Risha Wijaya. Glen Sugita sebagai eks Dirut PT Persib Bandung Bermartabat (sebuah perusahaan yang menaungi Persib) kini memegang jabatan sebagai Komisaris Utama PT LIB,. Kemudian Teddy Tjahyono dan Risha Wijaya yang di mandatkan menjadi Direktur PT LIB. Di PT PBB sendiri keduanya menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Direktur Operasional.

Segala hal yang berhubungan dengan law of the game (aturan permainan, petunjuk teknis, statuta/regulasi) mendadak jadi lunak saat berhadapan dengan Maung Bandung. Puncaknya, saat PSSI dan PT LIB memberi pemakluman terkait ITC-TMS Ezechiel N'Douassel, legiun asing asal Chad yang belum menuntaskan legalitasnya secara 100% namun diturunkan saat menghadapi Arema.

Bukan saja rival, kompetitor, atau pendukung tim lain yang kegerahan dengan hal ini. Melainkan juga pendukungnya sendiri alias Bobotoh yang kian malu melihat tim yang mereka cintai mengabaikan moral dan etika dalam berkompetisi. Memang terkait izin bermain Ezechiel secara regulasi formal sudah dikantungi pihak Maung Bandung. namun, jika ditelisik secara kronologis dan subtansi yang mengacu kepada regulasi FIFA, yang sebenarnya terjadi merupakan pelanggaran yang dimaklumi oleh otoritas sepakbola Indonesia, sebagaimana orang-orang yang tidak mau ambil pusing terkait hal ini.

Sebetulnya, sebutan "Golden Boy" mulai tumbuh sebelum Liga 1 dimulai, di ajang ISC 2016 lalu Persib selalu diuntungkan oleh putusan-putusan yang diterbitkan operator Liga PT GTS (notebene mayoritas yang bercokol di PT GTS masih orang-orangnya PT PBB). Mengenai lisensi kepelatihan Djadjang Nurdjaman dan penundaan laga vs PBFC akibat jadwal PON merupakan segelintir fakta yang menguatkan cap "Golden Boy" mulai tumbuh di kubu Maung Bandung.

Menjelang Liga 1 diputar, kita tentu tak akan lupa persoalan kedatangan Michael Essien sebagai Marquee Player, disana kita bisa menonton aksi blunder operator Liga yang seolah menyesuaikan regulasi legiun asing dengan hasil transfer tim Persib. Setelah itu kompetisi terus bergulir, hingga sampailah operator liga pada blunder lain dengan menyepakati penangguhan regulasi U-23 saat Febri Hariyadi dan Gian Zola bertugas di Timnas.

Kekeliruan diatas hanya sebagian kecil yang kita sadari dari isu "Persib Golden Boy". Musim ini, lumayan banyak usaha-usaha yang menabrak aturan. Komdis yang biasa tegas tanpa kompromi mendadak bisa diajak diskusi untuk nego-nego hukuman jika berurusan dengan Persib, setidaknya kata itulah yang mungkin akan keluar dari non simpatisan Persib bahkan bobotoh-nya sendiri pun beberapa ada yang menyadari mengenai pelanggaran-pelanggaran yang mendapat permakluman diatas.

Dari perlakuan menganak-emaskan Persib itulah yang kemudian muncul bahasa Public Enemy bagi Persib Bandung sendiri. Bagaimana saat ini Persib tengah menjadi musuh publik, terlepas dari sebutan Golden Boy tadi, saat ini Persib tengah dirundung masalah pelik terkait aksi walk out saat melawan tim Ibu Kota di Manahan, Solo.

Menarik, menunggu keputusan yang dibuat Komdis. Apakah Komdis akan lunak kembali di hadapan Persib? Atau sebaliknya. Kedua sisi yang tetap saja akan menimbulkan efek positif dan negatif. Mengingat, jika Komdis kembali bertindak konsisten alias lembek saat memberi sanksi kepada Persib maka kebencian masyarakat terhadap Maung Bandung akan semakin menjadi-jadi. Namun juga, jika Komdis kini bersikap teguh terhadap aturan yang berlaku maka saya tidak bisa bayangkan jika Liga 1 tanpa Maung Bandung.

Mungkin statement terakhir terdengar seperti keberpihakan penulis terhadap tim satu-satunya yang mewakili Jawa Barat di Liga 1 ini, tapi tidak ada niatan sedikit pun bagi saya untuk melakukan pembenaran atas aksi walk out yang dilakukan Persib sore itu. Penulis justru agak setuju dengan apa yang dikatakan dua ikon Persija Jakarta, Ismed Sofyan dan Bambang Pamungkas. Secara garis besar keduanya mengomentari soal terlalu lembeknya para pemain Persib Bandung musim ini.

Jika dicermati secara bijak dan legowo apa yang dikatakan keduanya memang benar, di luar konteks mogok bermain, perlu diakui pemain-pemain Maung Bandung musim ini dirasa kurang garang, sejurus dengan kata terlalu lembek. Dalam sebuah tim dibutuhkan pemain "Bad Boy" dan "Smart Guy" untuk membuat tim tersebut berkarakter, dan dengan segala pertimbangan saya nyatakan bahwa Persib tidak memiliki keduanya musim ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun