Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Tempat Bersejarah yang Tidak Terlihat di Stadion Utama

17 Oktober 2017   08:44 Diperbarui: 17 Oktober 2017   10:55 5122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bambang Pamungkas memang seorang pribadi yang misterius. Bukan saja saat berada di kotak penalti lawan. Pria asal Getas Salatiga yang akrab disapa Bepe itu memiliki jiwa kepemimpinan yang misterius di dalam maupun diluar lapangan. Mungkin saja, kemisteriusan itu tumbuh besar berkat jabatan yang diembannya sebagai kapten Tim Nasional maupun Persija Jakarta selama ini.

Salah satu yang memengaruhi Bepe menjadi sosok pemimpin di lapangan adalah Bung Besar alias Presiden Soekarno. Mengingat Bepe merupakan pengagum sosok Bung Besar. Dalam tulisan kali ini, penulis akan berusaha mencoba menarik benang merah antara sepakbola, sejarah, Bung Karno, dan Bambang Pamungkas itu sendiri. Karena berkat tulisan-tulisan Bepe lah analisa tulisan sejarah ini bisa dibuat.

***

Di awal Februari tahun 1960, tepatnya pada tanggal 8 Februari Ir. Soekarno menancapkan tiang pancang stadion Utama sebagai pencanangan dibangunnya komplek gelanggang Olahraga bertaraf Internasional disaksikan langsung oleh wakil perdana menteri Uni Soviet, Anastas Mikoyan. Pembangunannya sendiri didanai dengan kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang kepastiannya diperoleh pada 23 Desember 1958. Penamaan stadion merupakan salah satu bentuk kehormatan terhadap Presiden pertama Indonesia yakni Bung Karno.

Namun, dalam rangka de-soekarnoisasi, pada masa orde baru, nama stadion ini diubah menjadi Stadion Utama Senayan melalui Keppres No. 4/1984. Maka tak heran jika sebagian masyarakat sering menyebut stadion ini dengan nama Senayan. Setelah bergulirnya gelombang reformasi pada 1998, nama stadion ini dikembalikan kepada namanya semula melalui Surat Keputusan (SK) PPresiden No. 7/2001. Stadion berkapasitas 80.000 tempat duduk ini awalnya dibangun sebagai kelengkapan sarana prasarana dalam rangka  Asian Games ke-IV 1962 yang diadakan di Jakarta. Kini, GBK sedang dipersiapkan/dipercantik untuk event yang sama.

Ada hal menarik di balik keanggunan bangunan SUGBK, Senayan, Jakarta, yang tidak semua orang ketahui.  Konon, saat pembangunannya pada tahun 1962, salah satu petinggi BPI atau Badan Pusat Intelejen (baca: Badan Intelejen Nasional atau BIN) merekomendasikan agar dibuat jalur evakuasi rahasia, dari dalam stadion ke lokasi penjemputan yang aman di sekitaran komplek stadion.

Sudah lama penulis mendengar selentingan cerita mengenai lorong rahasia ini, akan tetapi hal tersebut terpaksa di posisikan sebagai mitos belaka mengingat belum adanya bukti-bukti nyata dari orang-orang yang pernah melewati jalur rahasia di GBK ini. Bertahun-tahun kemudian mitos tersebut perlahan tumbuh berkembang menjadi fakta yang boleh jadi tidak bisa diperdebatkan lagi keberadaannya.

Bambang Pamungkas merupakan salah satu pemain yang pernah melalui jalur tersebut, bahkan sebagai pesepakbola senior yang jarang sekali memberikan steatment kepada awak media Ia sampai menuliskannya di website pribadinya sebagaimana standar operasional seorang Bepe berkomentar dan memberi penjelasan. Namun, ada sedikit keraguan mengingat Ia mengutarakan hal ini di dalam novel berjudul Victory.

Selain Bambang, mayoritas pemain Piala AFF edisi 2010 pernah melaluinya. Berarti jelas, novel yang ditulis Bepe bukan sekadar novel belaka atau fiktif. Ada sepenggal kebenaran mengenai lorong rahasia ini. Bepe menulis, kode sandi untuk lorong evakuasi itu adalah Jalur Bima. Bima merupakan kode sandi bagi kepala Negara dalam hal ini tentu saja Bung Karno. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa Jalur Bima merupakan akses evakuasi bagi kepala Negara, Bung Karno.

Lebih lanjut Bepe menerangkan, Jalur tersebut di bangun dibawah tanah, berada kira-kira lima meter di bawah Stadion Utama Gelora Bung Karno. Namun, usulan dari BPI untuk pembangunan jalur Bima tersebut nyatanya ditolak mentah-mentah oleh Bung Karno sendiri. Bung Besar merasa tidak perlu dibuatkan jalur evakuasi rahasia. Beliau benar-benar yakin jika pembukaan The Games of The New Emerging Forces atau disingkat GANEFO akan berjalan dengan aman dan sukses.

Namun, tanpa sepengetahuan Presiden Sukarno, atas permintaan dari BPI dan Datasemen Kawal Pribadi (DKP cikal bakal Tjakrabirawa) atau dewasa ini disebut Paspampres. Konon, Frederich Silaban (baca: Arsitek stadion) tetap membangun jalur tersebut. tentu pembangunan jalur rahasia ini cukup beralasan jika suatu saat terjadi chaos, maka jalur evakuasi ini bisa digunakan sebagai akses Presiden Soekarno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun