Kebahagiaan yang selalu diucapkan pada setiap doa, cita-cita yang selalu diharapkan, memantapkan segala persiapan, apakah mungkin menjadi akar tumbuhnya suatu kehancuran?
Ketika harapan dan kebahagiaan itu mengintip timbul, siap menghampiri mangsanya, kita sadar dan percaya bahwa hal ini akan berujung dengan kebaikan, mengutungkan segalanya.. Kita dengan lapang dada menerima hal tersebut, sebab apa daya, ini adalah perubahan yang paling di idam-idamkan oleh diri kita.
Waktu demi waktu berjalan beriringan dengan kebahagiaan, terbebas dari rasa lelah, apalagi kesal. Di kemudia hari juga sama, terus berjalan dengan baik, tanpa terpeleset batu krikil yang terus menyebar di segala arah. Namun nyatanya di depan sana ada sebuah batu besar, tersandung, sandung menghindari krikil yang tak henti-hentinya berjatuhan dan berlari menghindari batu besar yang amat menghalangi kebahagiaan. Â
Pertikaian kecil, keegoisan, kemunafikkan, keserakahan, datang menghampiri tidak terhingga jumlahnya. Tanpa sadar kita telah menyakiti perasaan seseorang yang amat dekat dengan kita, seseorang yang selalu berada di samping kita, dan membangun sebuah tembok pondasi tidak terlihat. Yang tadinya bahagia tanpa rasa lelah, apalagi kesal berubah menjadi bertambah-tambah.Â
Masalah yang kecil dibesar-besarkan, mengeluapkan segala rasa lelah kepada orang lain, jika mereka tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, marah, kesal, banting segalanya, hancur sudah keharmonisan yang selama ini selalu dipertahankan.Â
Yang awalnya berusaha mengerti dengan keadaan menjadi menyerang, saling beradu tanpa ada yang mau mengalah, yang lebih tua maupun yang lebih muda, sama saja. Entah ini akan menjadi akhir yang bahagia atau hanya tipu semata. Mudah sekali takdir membalikan sesuatu, tanpa ampun diputar balik menjadi lawan dari apa yang diharapkan.Â