Di tengah dunia modern dan serba cepat, kita kerap mendengar istilah soft skill dan hard skill. Hard skill sering kali dianggap sebagai penopang dari banyaknya aktivitas seperti menguasai teknologi, data dan kemampuan teknis lainya. Sementara soft skill seperti kemampuan berkomunukasi dengan efektif, empai, kerja sama antar tim dan membangun relasi umumnya dianggap sebagai pelengkap dari hard skill.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Hikmah dan Putro (2023), dijelaskan bahwa menurut Purwoastuti, Soft skill merupakan perilaku pribadi dan antarpribadi yang mendukung peningkatan serta pencapaian kinerja seseorang. Kemampuan ini bersifat nonteknis, tidak tampak secara fisik, namun memiliki peran penting dalam dunia kerja (Purwoastuti, 2015).Â
Wallace dalam Kusmiran (2015) menyatakan bahwa soft skill mencakup karakter kepribadian, kemampuan sosial, serta pola perilaku yang berkaitan dengan keterampilan komunikasi, sebagai pelengkap dari hard skill atau pengetahuan teknis. Soft skill ini juga bersifat kontekstual dan tergantung pada persepsi individu. Kategori soft skill mencakup kualitas pribadi dan keterampilan profesional.Â
Sedangkan hard skill menurut Dikna (2008), merupakan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang berkaitan dengan bidang studi tertentu. Hard skill diperoleh melalui proses pembelajaran dan berfokus pada keterampilan teknis yang relevan dengan suatu disiplin ilmu, seperti kedokteran, sains, teknologi, olahraga, seni, dan bidang lainnya. Kemampuan ini dapat diamati atau diukur melalui latar belakang pendidikan seseorang, karena hard skill sangat berkaitan dengan keahlian teknis yang dibutuhkan dalam profesi tertentu.
Namun, dalam aktivitas langsung, kegagalan seorang indvidu atau tim dalam dunia kerja sering kali bukan karena kurangnya keahlian teknis, melainkan karena ketidakmampuan dalam menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja. Jadi, bisakah kita menyebut human relations sebagai sekadar "soft skill"?
Human Relations dan Dunia Kerja
      Organisasi, kerja sama, kolaborasi antar divisi, dan komunikasi yang tidak terhalang antarbudaya sudah menjadi keperluan sehari-hari. Teknologi yang berkembang pada era saat ini memang memudahkan tiap kegiatan namun manusia masih tetaplah yang menjadi inti utama dalam menjalankan aktivitasnya. Manusia tanpa kemampuan untuk memahami satu sama lain, berempati terhadap sesama dan menyelaraskan kepentingan dengan orang lain bisa saja tertinggal atau tersingkir meskipun unggul dalam kemampuan teknisnya.
Hubungan antarmanusia adalah studi tentang perilaku kelompok dengan tujuan meningkatkan hubungan antarpribadi, seperti di antara karyawan. Hubungan manusia atau human relation menitikberatkan pada perilaku kelompok dengan tujuan untuk memperbaiki dan mempererat interaksi antarindividu, khususnya di lingkungan kerja. Pandangan ini didasarkan pada asumsi bahwa interaksi interpersonal individu sangat dipengaruhi oleh dinamika kelompok atau organisasi tempat mereka berada. Struktur dan sistem yang diterapkan dalam suatu organisasi akan membentuk pola hubungan antaranggota di dalamnya. Jika organisasi menyediakan ruang bagi terciptanya kedekatan dan keterbukaan, maka hubungan antarindividu cenderung lebih hangat dan harmonis. Sebaliknya, lingkungan organisasi yang kaku dapat menciptakan jarak emosional antaranggota, sehingga hubungan menjadi kurang akrab dan lebih formal.
Human Relations Tidak Hanya Sekadar Sikap Ramah Tamah
      Human relations lebih dari soal basa-basi atau sekadar bersikap ramah. Ini mencakup keterampilan lain seperti komunikasi yang efektif, kecerdasan emosional, kemampuan mendengar, kemampuan menangani konflik, dan kepekaan terhadap perbedaan budaya. Kemampuan ini tidak hadir secara instan, melainkan perlu dilatih dan dikembangkan secara berkala.
Bayangkan apabila seorang karyawan yang ahli dalam bidang teknis, namun sukar menerima kritik, tidak bisa menyampaikan gagasannya dengan jelas, dan lebih suka menyendiri pada saat bekerja di dalam tim. Sikap-sikap tersebut nantinya akan dianggap penghambat untuk berkolaborasi. Sebaliknya, seorang karyawan dengan kemampuan rata-rata yang bisa membangun hubungan atau relasi, menyampaikan gagasannya dengan jelas, menciptakan suasana kerja yang nyaman serta harmonis memiliki kemungkinan yang lebih besar mendapatkan kepercayaan orang lain.