Mohon tunggu...
Al Gifari
Al Gifari Mohon Tunggu... Lulusan Sarjana Hukum | Pernah nulis jurnal, artikel, sampai caption galau | Meneliti realita, menulis pakai hati (dan sedikit sarkasme)

Membawa keresahan lokal ke ruang publik. Menulis tentang lingkungan, budaya, dan realita sosial. Kalau tulisan saya bikin kamu nggak nyaman, mungkin karena kenyataannya emang begitu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kain Tenun Jadi Cendera Mata, Tapi Bukan Jalan Sejahtera

13 Juli 2025   15:54 Diperbarui: 13 Juli 2025   16:46 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Dokumentasi Pribadi – Tenun ini ditenun dengan tangan, kesabaran, dan warisan leluhur).

Tenun Maumere dipuji di festival, dipakai di acara resmi, dan dibanggakan sebagai warisan budaya. Tapi mengapa penenunnya masih hidup dalam kesulitan? Siapa sebenarnya yang paling diuntungkan?

Tenun Bukan Sekadar Kain

Bagi masyarakat di Maumere, tenun ikat bukan sekadar pakaian adat. Ia adalah identitas, pengikat budaya, bahkan sumber penghidupan. Di banyak rumah di desa, perempuan bangun pagi, memberi makan ternak, lalu duduk di bale-bale kecil, mulai memintal benang dan menenun motif yang diwariskan dari nenek moyang mereka.

Tapi realitas tak seindah motifnya. Meski tenun telah menjadi simbol daerah, banyak penenun hidup di garis kemiskinan. Mereka menjual hasil kerja selama dua minggu hanya untuk harga makan sehari. Sebagian bahkan tidak tahu ke mana kain mereka dijual setelah berpindah tangan dari tengkulak ke reseller.

Saya berasal dari salah satu kampung di Maumere. Saya menyaksikan sendiri bagaimana ibu, tante, dan tetangga saya menenun tanpa henti. Mereka tidak pernah mengeluh. Tapi saya tahu: mereka ingin dihargai lebih dari sekadar ucapan "hebat" di pameran budaya tahunan.

Sejarah & Makna Tenun Maumere

Tenun di Maumere bukan sembarang kain. Setiap motif punya arti. Ada motif binatang, tumbuhan, dan simbol-simbol lokal yang mewakili kampung asal, status sosial, hingga filosofi hidup. Motif tenun dipakai dalam upacara adat, pemakaman, hingga perjanjian antar keluarga.

Proses menenun bukan pekerjaan instan. Mulai dari memintal kapas, mewarnai benang dengan bahan alami, hingga menyusun pola secara manual, semua dilakukan dengan tangan. Tidak ada mesin. Hanya kesabaran dan keterampilan turun-temurun.

Namun, dalam sistem pasar modern, nilai budaya itu sering kali hilang. Yang dihitung hanya ukuran kain dan warna yang "lagi tren". Motif yang kaya makna dilabeli sebagai "etnik eksotik" tanpa pemahaman akan kisah di baliknya.

Ekonomi Rumah Tangga Berbasis Tenun

Tenun bukan hanya soal warisan budaya. Ia adalah penopang ekonomi rumah tangga. Di banyak kampung di Maumere, tenun jadi satu-satunya sumber penghasilan perempuan. Mereka tidak bekerja kantoran. Mereka tidak punya sawah besar. Tapi dari tenun, mereka membiayai anak sekolah, membayar listrik, dan membeli kebutuhan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun