Tak ada pendidikan yang berhasil di atas perut yang lapar.
Kalimat sederhana ini menjadi titik tolak pemahaman baru tentang bagaimana bangsa ini harus membangun masa depan.
Sebab, bagaimana mungkin anak bisa belajar dengan fokus kalau ia datang ke sekolah dalam keadaan lapar atau kekurangan gizi?
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini digulirkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto membawa cara pandang baru terhadap pendidikan, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa tidak hanya soal kurikulum dan ujian, tetapi juga tentang piring makan dan gizi anak bangsa.
Pendidikan Tak Bisa Dilepaskan dari Gizi
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 21,6% anak balita Indonesia masih mengalami stunting (SSGI 2022).
Angka ini memang sudah menurun dibanding dua dekade lalu yang dimana sekitar 41,5% pada tahun 2000 tetapi tetap tergolong tinggi dibanding negara-negara tetangga seperti Vietnam (19,6%), Malaysia (16,1%), dan Thailand (11,3%).
Masalah gizi ini bukan sekadar isu kesehatan, melainkan persoalan pendidikan dan produktivitas jangka panjang.
Anak yang mengalami kekurangan gizi kronis (stunting) cenderung memiliki daya konsentrasi, kemampuan kognitif, dan prestasi akademik yang lebih rendah.
Penelitian dari Universitas Berkeley (Glewwe & Miguel) menunjukkan bahwa anak yang sehat dan cukup gizi memiliki peluang lebih tinggi untuk menyelesaikan sekolah dan mendapatkan nilai akademik yang lebih baik.
Di sisi lain, World Food Programme (WFP) mencatat bahwa program makanan sekolah di berbagai negara seperti India, Kenya, dan Brasil secara signifikan meningkatkan kehadiran siswa, menurunkan angka putus sekolah, dan memperbaiki nilai ujian.
Artinya, memberi makan anak di sekolah bukan sekadar tindakan sosial, tapi investasi cerdas dalam pendidikan dan pembangunan bangsa.
Melalui program Makan Bergizi Gratis, pemerintah berupaya menyiapkan anak Indonesia agar datang ke kelas dalam keadaan sehat, berenergi, dan siap belajar.
Setiap piring nasi, sayur, dan lauk sederhana yang diterima anak di sekolah adalah simbol kecil dari kehadiran negara di ruang kelas.
Prabowo pernah menegaskan "Pembangunan manusia dimulai dari dapur."
Kalimat ini menggambarkan filosofi bahwa perbaikan mutu pendidikan harus dimulai dari pemenuhan kebutuhan dasar anak-anak.
Sebelum bicara soal kecerdasan buatan atau teknologi digital, bangsa ini perlu memastikan bahwa tidak ada lagi anak sekolah yang belajar dengan perut kosong.
Studi dari Central Michigan University (2023) bahkan menunjukkan, siswa yang mendapatkan asupan bergizi secara teratur menunjukkan peningkatan signifikan dalam fokus, motivasi, dan hasil akademik.
Dengan kata lain, program gizi bukan pelengkap pendidikan melainkan fondasinya.
Sekolah untuk Semua, Bukan Hanya untuk yang Mampu