Mohon tunggu...
Gelora Nusantara
Gelora Nusantara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Interested in politics, Immigration and Multiculturalism.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penyelidik dan Penyidik KPK Tidak Sah

27 Mei 2015   11:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:33 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Headline koran Kompas hari ini berjudul “Putusan Hakim Mengacaukan: Permohonan Praperadilan Hadi dikabulkan” mengabarkan bahwa dalam putusannya Hakim Haswandi pada tanggal 26 Mei 2015 kemarin telah memutus dan menyatakan bahwa penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hadi Poernomo batal demi hukum dan harus dihentikan karena Penyelidik dan Penyidik KPK yang bertugas mengusut kasus Hadi sudah berhenti tetap dari kepolisian dan kejaksaan. Mereka juga dinilai belum berstatus sebagai penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) meski telah diangkat secara resmi oleh KPK.

Terkait pemberitaan ini terdapat 2 argumen yang ingin dikemukakan dalam tulisan ini, yaitu: kewenangan Penyelidik, Penyidik dan Penuntut KPK adalah kewenangan yang baru yang diberikan kepada seseorang, bukan kewenangan yang dibawa seseorang dari instansi asalnya.

UU KPK menciptakan Penyidik KPK yang setara kedudukannya dengan Penyidik POLRI dalam UU NO. 8 /1981 tentang KUHAP. Jika kita membandingkan Pasal 6 KUHAP dengan Pasal 45 UU KPK, maka kita temukan bahwa keduanya dimulai dengan perkataan yang sama yaitu “Penyidik adalah”. Kedua undang-undang ini mengatur tentang siapa yang disebut penyidik.

KUHAP mengatur bahwa penyidik adalah pejabat POLRI dan PNS tertentu yang diberi wewenang sesuai dengan UU, sementara syarat kepangkatannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Syarat kepangkatan disini , harus dibaca sebagai syarat kepangkatan seseorang untuk diangkat sebagai penyidik/PPNS]. Dalam pasal ini tidak/belum diatur tentang kewenangan pengangkatannya oleh siapa dan bagaimana, walaupun saat ini kita bisa lihat dari realitanya bahwa Penyidik POLRI diangkat oleh Kepala POLRI, sementara Penyidik PNS/PPNS diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM RI.

Sementara UU KPK mengatur bahwa Penyidik KPK adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal ini tidak mengatur tentang syarat tentang bagaimana seseorang dapat menjadi penyidik KPK, kecuali syarat bahwa ia telah diangkat [dan nantinya juga akan diberhentikan] oleh KPK. Akan tetapi secara umum, Pasal 24 (3) UU KPK juga mengatur syarat dan tatacara pengangkatan pegawai KPK akan ditetapkan lebih lanjut oleh Keputusan KPK. Pasal 24 (2) UU KPK juga menegaskan bahwa seseorang diangkat sebagai pegawai KPK karena keahliannya. Sesuai dengan pasal 21 UU KPK ini, maka seluruh penyelidik, penyidik dan Penuntut dan pelaksana tugas yang bukan merupakan unsur peimpinan dan Tim Penasihat adalah termasuk dalam kategori Pegawai KPK yang harus diangkat oleh KPK sendiri berdasarkan syarat dan tatacara yang diatur oleh KPK sendiri.

Saat ini berkembang pendapat bahwa pejabat POLRI atau kejaksaan yang telah diberhentikan oleh instansi asalnya tidak lagi berhak melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan di KPK. Pasal 39 (3) UU KPK sering disebut sebagai dasar dari argumen ini, berbunyi  “Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi”. Apakah pasal ini memang sejak awal bermaksud bahwa penyelidik, penyidik dan penuntut harus tetap memiliki status sebagai pejabat instansi lain yang diberhentikan sementara? Saya kira bukanlah begitu maksud dari pembuat Undang-Undang ini. Undang-Undang ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 3, mengamanatkan KPK sebagai lembaga yang independen  dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dari ketentuan pasal ini, dapat kita mengerti dasar pemikiran perumusan Pasal 39 (3) yaitu untuk menjaga sifat independensi dan kebebasan KPK, maka Penyelidik, Penyidik dan Penuntut KPK yang saat ini masih berasal/berstatus pegawai di instansi lainnya (POLRI dan Kejaksaan),  harus diberhentikan sementara.  Saya sangat yakin bahwa Pembuat UU khususnya dalam  pasal 39 (3) UU KPK tidak bermaksud bahwa Penyelidik, Penyidik dan Penuntut KPK akan selamanya harus bersumber dari POLRI atau Kejaksaan. Hal ini dikarenakan Pasal 24 (2) UU KPK mengatur syarat keahlian untuk dapat diangkat menjadi pegawai KPK, dan individu yang memiliki keahlian menyelidik, menyidik dan menuntut tentunya saat itu hanya terdapat di POLRI, Kejaksaan dan beberapa institusi yang memiliki PPNS (khusus untuk menyidik). Terlebih lagi tentang Penyelidik (Pasal 43 ayat 1); Penyidik (Pasal 45 ayat 1); dan Penutut (Pasal 51 ayat 1) tidak pernah diatur sumbernya harus dari mana, akan tetapi hanya diatur bahwa mereka haruslah orang-orang yang memiliki keahlian dalam kegiatan tersebut dan harus telah diangkat oleh KPK.

Kewenangan Penyelidik, Penyidik dan Penuntut KPK adalah kewenangan yang timbul dari proses pengangkatan oleh KPK dan bersumber dari UU KPK, bukan kewenangan yang dibawa oleh seseorang dari instansi asalnya. satu-satunya yang dibawa dari institusi awalnya adalah keahliannya yang didapatnya di institusi awal tersebut, sementara kewenangan yang didapatnya dari instansi asal tersebut berhenti dengan diberhentikannya ia secara sementara atau secara tetap di instansi asalnya. Dalam proses pengangkatan seorang Penyelidik, Penyidik dan Penuntut KPK, kewenangan yang baru diberikan kepada orang-orang tersebut berdasarkan UU KPK, dengan tambahan kewenangan sesuai dengan KUHAP yang diberlakukan juga bagi mereka (Pasal 38 ayat 1 UU KPK). Dari argumen ini, harusnya yang menjadi permasalahan saat ini ialah terkait apakah seseorang tersebut sudah secara sah diangkat sebagai Penyelidik, Penyidik atau Penuntut oleh KPK.

Sebagai contoh, seorang teman yang dahulunya adalah PPNS di instansi awal, memberitahu bahwa saat ini ia dipekerjakan di KPK sebagai Penyelidik KPK. Berarti bahwa ia tidak menggunakan kewenangannya sebagai PPNS yang didapatnya diinstansi awal, akan tetapi bekerja berdasarkan kewenangan yang baru yang diberikan kepadanya ketika ia diangkat sebagai Penyelidik KPK. seperti sama-sama diketahui dalam masing-masing UU yang mengatur PPNS tidak pernah diatur siapa yang dimaksud penyelidik, akan tetapi fungsi penyelidikan tetap bisa dilakukan jika UU mengaturnya. Biasanya kegiatan penyelidikan tersebut disatukan dengan fungsi intelijen dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan UU tersebut.  Teman tersebut tentunya jika nantinya kembali ke instansi asal setelah menyelesaikan tugasnya di KPK akan kembali memperoleh kewenangannya sebagai PPNS.

Kesimpulan Hakim Haswandi yang menyatakan penyidikan tersebut tidak sah karena para penyidik KPK juga selain tidak bukan lagi penyidik POLRI atau Kejaksaan juga bukan merupakan PPNS, menunjukkan bahwa banyak yang belum bisa melihat bahwa UU KPK adalah rezim baru sendiri yang dimaksudkan berdampingan dengan KUHAP. Keduanya adalah peraturan perundang-undangan yang sederajat dan tidak saling meniadakan. Saat ini harus dapat kita terima bahwa POLRI bukan lagi penyidik tunggal, tidak saja dihadapkan dengan adanya penyidik KPK berdasarkan UU KPK, akan tetapi juga dihadapkan dengan UU Kejaksaan no. 16 tahun 2004 yang juga menentukan kewenangan jaksa penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang yang kedua-duanya tidak dikenal dalam KUHAP: bukan penyidik POLRI dan tidak juga dapat dikategorikan sebagai PPNS. Kita memang harus menyadari bahwa dinamika penegakan hukum Indonesia saat ini dimana kewenangan penegakan hukum sudah sangat tersebar atau terbagi-bagi dibeberapa institusi dan hal ini cenderung menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan benturan di antara penegak hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun