Latar satunya merupakan kota yang bertolak belakang, yaitu kampung halaman tokoh utama Yogyakarta tempat tinggal orang tuanya.
Dua tipe latar tempat tersebut sudah menunjukkan dua perbedaan budaya yang akan digarap. Hal ini benar adanya dan terlihat pada pola pikir dan sudut pandang tokoh.
Dinda, seorang wanita kantoran yang visioner selalu beradu agumen dengan kedua orangtuanya yang selalu menanyakan status lajang diusia 33 anak kesayangannya.
Tuntutan orang tua Dinda menjadi cuplikasn sekilas gambaran beberapa orang tua yang melepas anak perempuannya untuk berkarir di kota lain. Cemas dan menantikan segera momongan dari anaknya sebelum mereka semakin tua.
Pernikahan dalam film ini digarap menjadi sebuah keputusan hidup yang tidak main-main. Dinda memikirkan benar-benar akan menikah atau tidak. Dinda menimbang-nimbang soal menikah hanya agar kedua orang tuanya bahagia.
Dalam film ini juga, Ody C. Harahap selaku sutradara menyisipkan pula pesan moral mengenai kebahagiaan. Tokoh utama laki-laki, Satrio selalu memposisikan diri sebagai pengingat untuk Dinda agar bahagai dengan caranya sendiri, terutama untuk mendapatkan pernikahan membahagiakan Dinda sendiri.
The Wedding Film sudah dibahas di atas bahwa membawa banyak pesan. Film ini membawa budaya, stigma masyarakat, hingga posisi wanita dalam sosial. Kapan Kawin? (2015) membawa itu semua.
Tim membungkus setiap value dengan adegan yang emosional dan gaya komedi. Soal menikah diusia 30 tahun, soal orang tua yang terus-terus menanyakan anaknya kapan menikah, soal pernikahan yang tidak dilandasi cinta, hingga soal kebahagiaan yang harusnya didapat ketika menikah.
Anda akan terhibur sekaligus berpikir kembali setelah menyadari sesuatu dari film.
Jadi, Kapan anda akan kawin?Â