Bahkan sekarang saja sudah muncul pendukung Jessica. Â Oknum yang berada di antara penonton dan berteriak-teriak di ruang pengadilan. Coba ingat-ingat, kapan terakhir kali ada kriminal jadi pesohor? Satu-satunya nama lokal yang bisa saya ingat cuma Kusni Kasdut. Rampok legendaris yang akhirnya dihukum mati itu.Â
Kurang tegas memang aturan penyiaran kita. Satu sisi, tivi-tivi seperti keranjingan menyensor diri, kecanduan memburamkan (terutama) dada dan paha. Tak peduli apa konteksnya. Olahraga renang, kartun, patung, payudara robot, sampai payudara sapi diburamkan.Â
Di sisi lain, slot siaran langsung Sidang Jessica menguasai jam siar seharian. Ruang penonton untuk nikmati ragam acara lain dihimpit sedemikian rupa. Sajian Sidang Jessica dihidangkan dengan porsi makan Raden Kumbakarna. Besar-besaran dan berlebihan.
Ini kesewenang-wenangan. Penjajahan terhadap frekuensi milik publik.
KPI memang sudah kasih teguran. Tapi teguran muncul setelah berapa lama hal ini berlangsung? Dan apa sanksinya jika teguran itu diabaikan?Â
Mengacu ke kejadian sebelumnya, Sidang Jessica bisa saja tayang jadi (Bukan) Sidang Jessica. Toh Empat Mata pasca dilarang tayang pernah jadi (Bukan) Empat Mata bukan? Baiknya KPI merangkul lebih banyak pihak untuk jalankan fungsi kontrol. Badan semacam Remotivi, misalnya, akan sangat baik jika dilibatkan lebih dalam lagi.Â
Frekuensi adalah milik publik. Jika ada kesewenang-wenangan dan pelanggaran, harus ada yang bertindak dan mengingatkan. Media bukan cuma lembaga komersil. Media punya banyak tanggung jawab. Keterbukaan informasi baiknya tidak diterjemahkan jadi keterbablasan informasi.