Mohon tunggu...
geeza
geeza Mohon Tunggu... -

Residen. Jakarta. Obese. Loves to Talk. Learn to write thought. Structuring reasons. Hope. Remodelling. Restructuring. Concepting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebelum Kamu Jadi Residen (atau Jadi Dokter)

12 April 2016   12:20 Diperbarui: 12 April 2016   12:35 3371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahu residen nggak?

Kebanyakan pasti tahunya definisi yang berkaitan dengan domisili, atau bahkan mungkin nama gedung

Residen itu adalah sebutan yang ditempelkan untuk para pengambil program pendidikan spesialis di bidang kedokteran. Bila diurutkan maka seperti ini lah kronologisnya: mahasiswa --> koass --> dokter umum, selanjutnya si dokter umum yang sudah boleh dipanggil "Pak Dok" atau "Bu Dok" ini terserah apakah mau melanjutkan program pendidikan atau berkarir sebagai dokter umum. Kalau mau lanjut maka kronologis-nya ditambah: dokter umum --> residen (spesialisasi sesuatu) --> dokter Sp(sesuatu). Semuanya terserah si pelaku

 

Bener nih?

Iya, terserah

.....

Beneran, terserah

 

Iya sih terserah,tapi nggak segampang itu juga kali...

untuk menjadi residen, si dokter umum harus melalui proses ujian dulu. Saya nggak tahu di tempat lain, tapi kalau di tempat saya ujiannya tercakup menjadi:

1) Ujian administrasi (apakah ngana benar2 terkualifikasi untuk ambil spesialisasi?), yang persyaratannya sesuai program studi masing-masing

2) Ujian tulis (mencakup soal-soal sesuai bidang studi)  zaman saya soalnya cuma 12 sih....yang essay semua dan beranak pinak (a,b, c, d gitu)

3) Psikotest, (ini kombinasi dari yayasan luar dan departemen kesehatan jiwa), intinya...apakah lu cukup sehat jiwanya untuk ada di sindang

4) Interview ...yang saya nggak bisa simpulkan,

Adek-adek saya malah nambah ujiannya: OSCE, yang artinya disuruh ujian praktek simpel (sesimpel apa saya nggak tahu sih)

 

Selesai?Enak aja

Setelah ujian, maka kami diwajibkan mengikuti pendidikan magister alias S2. Iyah, kami tidak hanya dibekali (atau dibebani) tugas profesi (sudah mengerti kan bahwa spesialisasi itu adalah program pendidikan profesi? Klo hukum nanti pengacara, jaksa, apa hakim gitu loh) tapi juga disuruh ngerti bikin tesis dll.

Terus..terus dimulai lah masa residensi

masa residensi ini tergantung program studinya, kalau kulit 3,5 tahun, penyakit dalam (paling cepat) 4,5 tahun, bedah thoraks (juga paling cepatnya) 5 tahun, lain-lain saya gak hapal

Selesai? masih nambah

Dari setiap semesternya, para residen ini akan dinilai kenaikan tingkatnya, dari lampu merah sampai nanti bisa diserahi lampu hijau

Si residen ini akan keliling divisi, buat nambah ilmu dan pengalaman soal penyakitnya dari masing-masing divisi. Kalau divisinya sudah dikelilingin semua? Lu kate kita bakal langsung lulus? Kalau nggak lulus ya nambah lagi puterannya!

Kalau di bidang studi saya, satu tahun kita pegang pasien bangsal dulu ngikutin chief, (kalau lulus) setelahnya baru muter divisi-divisi. Setelah muter divisi, baru deh...lulus? Maunya...tapi pada kenyataannya ada posisi yang namanya Chief, kaya pemimpin grup gitu. Si chief ini nih, yang nantinya akan ditempelin sama anak baru, terus ngebimbing adek-adeknya, atau bimbingan lebih lanjut di divisi tertentu....dan tahap ini juga nggak sekedar lulus

Selesai? Kagak! Lah selain itu tugas yang di atas ada  juga namanya tugas akademik, yang which is kita bikin makalah/tulisan akademis di masing-masing divisi. Ada juga tugas jaga, yang biasanya dibagi berdasarkan senioritas. Semakin ke atas lo semakin jadi bos (tukang perintah kamsudnya), tapi tanggung jawab yang lo pikul juga akan semakin berat. Misal, anak buah chief ada yang salah, walau pun SPV tahu, tetap aja chief yang dimarahin duluan. Ini juga berlaku selama tugas bangsal. Ih kok Jahat sih?

nggak juga sih

Sistem pendidikan di bidang studi saya mengharuskan Chief itu punya peran penting dalam mendidik adek-adeknya, membentuk pola pikir si adek-adek. Jadi kalau chief nggak becus, ya adeknya juga jadi nggak becus. Untungnya chief itu nggak selamanya, tapi dituker-tuker setiap putaran. Ini juga untuk mengajarkan soal tanggung jawab, jadi walau sudah chief nggak bisa lepas tangan begitu saja.

Oke, sekarang tugas pofesi selesai, tugas akademik divisi kelar, tugas jaga habis. Ngapain lagi?

Masih ada ujian...

Ujian lagi? ho'oh

Ujian yang saya maksud di sini itu ujian kompetensi

Ujian proposal

HAH?

.

Ujian Penelitian

Iya, ujiannya ada banyak

Kabar-kabarnya nanti bahkan ada ujian praktek

....Dantidak berarti kamu langsung diterima kerja loh..

Hah? Hah?

Iya dek, kamu belum kerja, kamu nggak punya gaji

Selama masa residensi kamu nggak bisa kerja, wong waktumu habis ngurusin pasien

Jadi dana hidup sehari-hari itu: gaji (bersyukurlah kalau kamu kiriman RS, atau kamu PNS), orangtua (bersyukurlah orang tua mampu), istri/suami (BERSYUKURLAH! Karena dibolehin sekolah lagi)...atau bisnis sampingan (diharapkan halalan toyibah). Yang kuat mah silakan kalau mau tetap praktek pribadi, kecapaian tidak ditanggung (dan kayanya belum ada asuransi kesehatannya deh dari rumah sakit *siul)

 

Jadi jangan heran kalau dokter (apalagi spesialis) itu sewot setengah mati sama pengobatan alternatif, atau dukun sebelah rumahmu

Silakan dihitung ajah waktunya untuk nempelin gelar di belakang nama itu...kayanya lebih lama dari program wajib belajar nasional. Sementara dukunmu cuma perlu waktu satu malam biar bisa kerasukan

 

Masih pengen jadi residen?

Suka-dukanya masih lanjut di bagian lain yak

 

cheers,

Residen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun