Proses produksi gerabah tradisional di Bali selama ini sangat tergantung pada cuaca, terutama pada tahapan pengeringan. Saat cuaca mendung atau hujan, pengeringan menjadi lambat dan seringkali menyebabkan keretakan atau kegagalan produk sebelum proses pembakaran. Permasalahan ini menghambat produktivitas pengrajin dan menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Menjawab tantangan ini, tim pengabdi dari Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI) memperkenalkan alat pengering gerabah berbasis mikrokontroler sebagai solusi inovatif.
Melalui program pengabdian kepada masyarakat, tim melakukan serangkaian kegiatan mulai dari survei kebutuhan, edukasi kepada pengrajin, pelatihan teknis, hingga implementasi dan evaluasi langsung alat pengering tersebut. Alat ini mampu mengontrol suhu dan sirkulasi udara secara otomatis, menjadikan proses pengeringan lebih cepat, merata, dan tidak lagi tergantung pada sinar matahari.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa alat ini mampu mengeringkan 12 buah gerabah basah dalam waktu hanya 8 jam dengan konsumsi listrik sebesar 2,22 kWh atau sekitar Rp 3.206 per penggunaan. Efisiensi ini membuat alat sangat layak dioperasikan oleh UMKM tanpa membebani biaya produksi.
Partisipasi aktif pengrajin lokal dalam proses pelatihan juga menunjukkan antusiasme dan kesiapan untuk beradaptasi dengan teknologi. Dengan adanya alat ini, pengrajin tidak hanya lebih mudah memenuhi permintaan pasar, tetapi juga dapat menjaga kualitas dan kontinuitas produksi.
Inovasi ini diharapkan menjadi model penerapan teknologi tepat guna bagi UMKM lainnya, sekaligus memperkuat pelestarian budaya lokal melalui pemberdayaan berbasis teknologi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI