Mohon tunggu...
G.B. Suprayoga
G.B. Suprayoga Mohon Tunggu... Ilmuwan - A PhD in spatial and transport planning; an engineer in highway construction; interested in enhancing sustainable road transport; cycling to work daily

Writing for learning and exploring

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Agenda Jokowi ke Rusia dan Ukraina?

25 Juni 2022   13:22 Diperbarui: 25 Juni 2022   13:31 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta invasi Rusia ke Ukraina (sumber: Wikimedia Commons)

Presiden Jokowi diberitakan akan mengunjungi Rusia dan Ukraina setelah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Jerman. Untuk mengawal kunjungan, sebanyak 39 anggota pasukan pengamanan presiden (Paspamres) telah disiapkan.

Baca: Rencana Jokowi ke Rusia-Ukraina dan Kenangan Kunkungan Soeharto Saat Bosnia Dirundung Perang

Konstitusi memang mencantumkan bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam perdamaian dunia. Perjalanan dan pertemuan di Rusia dan Ukraina dengan para pemimpinan kedua negara diambil oleh Jokowi merupakan wujud dari amanat tersebut. Jokowi akan terlebih dahulu mengunjungi Emau, Jerman, atas undangan Jerman yang bertindak sebagai Ketua G7.

Selebihnya, publik di Indonesia tidak mendapatkan informasi mendetail mengenai apa Jokowi akan lakukan dan bicarakan dengan pihak dari Rusia dan Ukraina. Media hanya memberitakan mengenai persiapan keamanan dibandingkan mengenai rencana isi pembicaraan.

Langkah Jokowi perlu diapresiasi. Tentu saja, sejumlah poin-poin pembicaraan telah disiapkan dan bisa saja luput dari perhatian publik. Sebagai pemegang presidensi G20, Indonesia seakan dituntut harus tampil secara internasional untuk menggagas misi anggota. Tahun ini, Rusia sebagai anggota telah menyeret G20 ke dalam pertarungan dominasi global antarnegara adidaya, yaitu Rusia dan Amerika. Dengan konflik antara Rusia dan Amerika serta sekutunya, tugas berat presidensi adalah membangun kesepakatan dan komitmen dengan para anggota G20 dan tidak menempatkan isu sensitif yang dapat mengganggu terjadinya kesepakatan.

Pakar hubungan internasional berpendapat bahwa Indonesia mungkin tidak sampai menjadi juru damai. Indonesia dinilai tidak memiliki sumber daya dan posisi geografis yang jauh. Upaya untuk menginisasi gencatan senjata mungkin masih memungkinkan karena kondisi kelelahan (fatique) yang dialami oleh Rusia dan Ukraina setelah berkonflik selama empat bulan. Ekspektasi yang paling minimal Indonesia dan yang paling memungkinkan adalah Indonesia turut menangani krisis kemanusiaan yang terjadi akibat perang. 

Sampai saat ini, publik Indonesia masih belum memberikan penjelasan mengenai agenda dan konsep isi pembicaraan antara pemimpin Rusia dan pemimpin Ukraina. Sejumlah pertanyaan muncul antara lain: Apa tujuan akhir (ultimate goal) dari pertemuan bilateral antara para pemimpin ini? Apakah ada kepentingan nasional kita dalam pertemuan ini sehingga Indonesia akan terlibat dalam pencapaian tujuan tersebut? Bagaimana Indonesia akan menindaklanjuti hasil pertemuan ini dengan berbagai skenarionya sehingga tujuan tercapai?

Diakui, presiden Jokowi telah melakukan berani (bold move). Untuk sebagian orang, langkah Jokowi mungkin dianggap naif karena kompleksitas konflik yang melibatkan banyak aktor di luar kedua negara, Rusia dan Ukraina. Namun, Indonesia telah beberapa kali mengalami tekanan sebagai pemegang presidensi G20. Indonesia jelas berada pada posisi yang 'sulit' karena harus berada di atas kepentingan para anggotanya yang memiliki konflik. Kunjungan ke Rusia dan Ukraina bisa saja untuk melepas tekanan tersebut dan membuktikan bahwa Indonesia punya ketegasan.

Di balik rencana kunjungan tersebut, Presiden dan Menteri Luar Negeri sebaiknya menyampaikan kepada publik mengenai agenda dan tujuan yang hendak dicapai. Indonesia tidak hanya sekedar mengambil langkah, namun menjaga komitmen atas apa pun hasil yang diperjuangkan. Untuk selanjutnya, publik akan menilai bahwa kapabilitas Indonesia dalam menyikapi konflik internasional. Atau sebaliknya, publik mungkin akan menganggapnya sebagai langkah politik untuk meningkatkan profil politik di dalam negeri yang turun karena persoalan domestik dan penurunan kepuasan kinerja pemerintah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun