Dia menggeleng. "Jadi buruh di kota kurang-kurang cerdas cuma bisa gali lobang tutup lobang, Pak."
Diam-diam saya ingat sebuah artikel di https://t.co/gEt5osLBaE yang menyatakan Lewat Omnibus Law, Driver Ojol Bisa Jadi Pengusaha dengan PT Sendiri.
Dengan begitu, meski jadi tukang ojek tapi tetap bisa jadi  pekerja sejahtera. Berita ini saya pikir bisa memotivasi siswa ini supaya meski jadi pekerja kampung, namun tetap berkesempatan maju.
Saya tahu melalui omnibus law cipta kerja Pemerintah berencana mempermudah syarat pembentukan PT (perseroan terbatas) bagi pelaku usaha mikro dan kecil seperti banyak terdapat di daerah. Kemudahan pembentukan PT dilakukan dengan adanya perubahan terhadap beberapa ketentuan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Melalui Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja kemudahan dilakukan dengan mengubah beberapa beleid dalam UU Nomor 40 Tahun 2007, seperti soal pembentukan PT yang akan bisa dilakukan oleh pelaku usaha mikro dan kecil yang bebas biaya. Sebelumnya kan kalau mau bikin PT pengusaha kecil harus bayar lima puluhan juta.
Dengan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja meski seorang tukang ojek bisa jadi entrepreneur dengan PT punya sendiri. Sebagai informasi, aturan mengenai pembentukan PT yang bisa dilakukan oleh satu orang itu diatur dalam pasal 7 ayat 8 Bagian Keempat RUU Omnibus Law Cipta Kerja tentang Perseroan Terbatas.Â
Pengurusannya ke Kementrian Hukum dan HAM pun mudah karena bisa dilakukan secara online. Jika demikian bukankah kesejahteraan pekerja yang bergerak di sektor buruh akan bisa meningkat?
Namun tentu saja bukan di Indonesia namanya kalau apapun program pemerintah tidak mendapat rongrongan. Entah dari pihak yang merasa diuntungkan apalagi dari sisi yang merasa akan dirugikan.
Kerikil tajam Omnibus Law Cipta Kerja menuju kerja sejahtera sudah bermunculan sejak inisiasi ini mengemuka. Kabarnya penentangan besar-besaran akan ada pada tanggal 23 atau 24 Maret, berupa aksi besar-besaran 50.000 buruh, seperti disampaikan Said Iqbal ketua KSPI yang menuntut agar aturan ketenagakerjaan tak diubah dan tetap mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Saya sendiri tidak habis pikir. Dengan kecanggihan teknologi, perkembangan jaman dan peradaban yang terus semakin maju bukankah kita harus bisa mengimbanginya? Dengan adanya omnibus law melalui penciptaan lapangan kerja, pengikatan investasi, dan peningkatan produktivitas perubahan struktur ekonomi bangsa akan meningkat. Kok pada menolak?
Kita sudah bisa akses informasi dengan mudah jika sebelumnya terdapat ribuan peraturan pusat dan belasan ribu peraturan daerah. Dengan banyaknya peraturan itu sudah terbayang bagaimana rumit dan kompleksnya regulasi di negara kita. Dengan omnibus law, semua itu bisa dipangkas, disederhanakan bahkan semuanya bisa diselaraskan.