Mohon tunggu...
Sr. Gaudensia Habeahan OSF
Sr. Gaudensia Habeahan OSF Mohon Tunggu... Guru - Biarawati
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hidup ini indah, seindah saat kita dapat berbagi dengan sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penderitaan dalam Kebebasan

21 September 2020   21:29 Diperbarui: 21 September 2020   21:36 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hakekatnya manusia itu bebas. Kebebasan yang dimiliki oleh manusia itu mempunyai konsekwensi yang jelas dan pasti atau dapat dikatakan bebas secara moral. Dalam kebebasan yang ada manusia dituntut untuk bertanggungjawab tertutama dalam bentuk kebatinan. Sebelum sampai pada pembahasan yang lebih mendalam, saya mengajak kita untuk melihat terlebih dahulu apa itu kebebasan yang sebenarnya. 

Apa itu kebebasan? Dari segi negatif bebas itu dapat diartikan sebagai ketiadaan atau ketidakadanya paksaan. Paksaan dapat menyangkut fisik, psikologi, sosial, dan historis. Semua faktor ini menentukan tingkah laku manusia. jika ini menentukan tingkah laku manusia maka tindakan tersebut tidak dapat dikatakan bebas. Hakekat dari kebebasan itu adalah penentu diri.

Manusia itu adalah makhluk yang bebas. Mengapa demikian, karena dalam diri setiap manusia itu dialah yang menjadi penentu langkah hidupnya. Misalnya, Saya bangun setiap hari pukul 04.30 pagi, sesudah itu dilanjutkan dengan mandi dan kemudian menghadiri misa 15 menit sebelum dimulai. Kegiatan ini saya lakukan setiap hari dan dalam kegitan ini ada suatu tindakan yang saya lakukan secara bebas.  Inisiatif untuk melakukan kegiatan itu datang dari diri saya sendiri. Saya merasa termotivasi dalam melakukan rutinitas  ini. 

Sebelum melakukan suatu tindakan tentu saya perlu untuk mempertimbangkannya atau mengambil keputusan yang pasti tanpa ada rasa bimbang dan ragu,  kemudian saya putuskan untuk melakukannya. Dalam hal ini ada pengetahuan tahu dan mau. Oleh sebab itu dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam diri tiap manusia juga ada hal demikian.

Problem yang terjadi dalam diri manusia, tahu dan mau ini disalah arahkan. Manusia lebih dikuasai oleh keinginannya, dan hasil akhirnya manusia menjadi gelojoh(rakus). Gelojoh ini lebih pada penguasaan dunia atau ingin menelan bumi ini jikalau bisa.  Penting diingat bahwa manusia yang telah terinfeksi dari gelojoh ini ingin menelan bumi. Hal yang harus dikendalikan adalah harus menahan diri.

 Hidup manusia itu terus berlangsung karena adanya keinginan dan harapan. Keinginan dan harapan ini menjadi penderitaan, ketika manusia tidak tahu menempatkan kedua hal ini. Kesimpulan akhirnya, manusia menderita dalam kebebasan yang ada, manusia menderita dalam ketidaktahuan batas hidupnya terhadap realitas yang ada. Manusia tidak menyadari bahwa dirinya tidak sempurna, lemah dan rapuh. Dari ketidaktahuan itu manusia menjadi egois.

Manusia diciptakan baik adanya dan disempurnakan dengan kehadiran sesamanya manusia. Manusia diberi kebebasan, tetapi dalam kebasan itu manusia menjadi berubah, lebih mengandalkan rasionya sehingga berjalan pada persepsinya sendiri-sendiri. Akhirnya penderitaan pun mulai meraja lelah. Segala perbuatan yang dilakukan sudah tidak dapat dipertanggunjawabkan, penuh dosa dan kehinaan yang menjijikkan. 

Dalam kebutaan rasio manusia itu, Tuhan dianggap sebagai hakim yang tidak memiliki kebapaan dan yang penuh kasih sayang. Ia membiarkan kita dalam penderitaan dan kekeringan. Akan tetapi manusia tidak  pernah menyadari bahwa Allah itu pengampun dan penuh dengan kasih. Segala penderitaan yang ada dianggap sebagai hukuman dari Allah. Yesus sendiri menderita dan ini tidaklah diinginkan-Nya, tetapi dikehendaki oleh Bapa-Nya.

Pada hakekatnya semua penderitaan itu tidaklah diinginkan oleh Yesus. Ia menderita bukan karena dikehendaki-Nya, melainkan karena kebencian terhadap-Nya, tetapi di sisi lain juga hal ini dikehendaki oleh Allah. hal ini hendak mengatakan bahwa penderitaan itu tidak selamanya berupa hukuman, terutama bagi mereka pendosa. Orang yang tidak pendosa pun mengalami hal yang demikian. Penderitaaan yang dialami justru membuka jalan hidup baru di mana tidak ada lagi ratap tangis dan penderitaan. 

Penderitaan menghantar kita pada dunia yang penuh dengan kasih dan karunia, cinta kasih dan pengampunan. Penderitaan berguna bagi setiap langkah kita. Penderitaan tidak bisa selalu dihindari, tetapi perlu diinginkan atau dicari. Justru dalam kebebasan ada penderitaan yang mengungkapkan suatu nilai yang menjadi dasar kehidupan manusia menuju pada keselamatan yang kekal.

salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun