Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tujuh Catatan Kecil Dari Saya Untuk KPU

15 April 2014   04:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:40 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tulisan kelima saya soal pelaksanaan pemilu legislatif 2014 berdasar pengalaman sebagai ketua KPPS. Tulisan kali ini untuk menyoroti acak-kadutnya kinerja KPU. Tiga bulan lagi Bangsa Indonesia akan menggelar pilpres. Dan, baru pada pemilu 2014 ini sudah dipastikan akan terjadi pergantian rezim. Karenanya 9 Juli nanti menjadi momen penting bagi bangsa ini. Karenanya KPU harus memerbaiki kinerjanya. Dan, menurut catatan saya ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh KPU.

Pertama, soal cuaca. Di Cirebon pada Hari H terjadi hujan deras disertai angin kencang. Akibatnya banyak TPS yang porak-poranda tidak karuan lagi bentuknya, termasuk TPS yang saya ketuai. Beruntung kami dapat menyelamatkan surat suara dan dokumen penting lainnya. Bayangkan kalau dalam situasi panik surat-surat suara tidak terselamatkan. Bukankah di sekitar TPS berkerumun banyak orang dengan banyak kepentingan yang bisa saja mencuri kertas suara atau dokumen lainnya. Beruntung pula tenda kami tidak sampai rusak seperti yang terjadi pada TPS tetangga yang tiang tendanya sampai melengkung sehingga anggota KPPS harus nombok buat mengganti kerusakan.

Pemilu adalah hajat nasional, sudah seharusnya KPU berkomunikasi dengan BMKG untuk mendapatkan informasi cuaca. Bukankah BMKG mampu memperkirakan cuaca beberapa hari ke depan. Dengan demikian KPU mengetahui di daerah mana saja bakal terjadi gangguan cuaca yang berpotensi mengganggu jalannya pemilu. Atas informasi perkiraan cuaca tersebut KPU bisa mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasinya. Misalnya, setelah tahap pemungutan suara selesai lokasi TPS dipindahkan ke sekolah terdekat untuk tahap penghitungan suara. Dengan demikian tidak ada TPS yang baru menyelesaikan seluruh tahap pemilu pada pukul tujuh keesokan harinya. Dan yang terpenting seluruh dokumen penting dapat terselamatkan.

Kedua, soal logistik. Saya bingung dengan logistik yang diserahkan KPU pada Hari-H di mana terdapat dua gulung benang kasur. Untuk apa dua gulung benang kasur tersebut? Toh, dari dua gulung benang kasur tersebut yang digunakan hanya satu sebagai tali tanda pengenal. Bukankah yang dibutuhkan KPPS adalah tali rafia saat mendirikan TPS.

Ketiga, soal panduan KPU yang tidak bisa diterapkan di lapangan. Dalam buku panduan halaman 35 disebutkan KPPS dimungkinkan untuk membuat stempel yang memuat nama propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, nomor TPS, dan nama ketua KPPS.

Apakah KPU tidak memerhatikan bila pada surat suara disediakan space khusus untuk mengisi nama-nama propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, nomor TPS, dan nama ketua KPPS yang mengakibatkan saat menstempel harus hati-hati agar tidak keluar dari ruang yang tersedia. Dengan demikian, pengisian nama propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, nomor TPS, dan nama ketua KPPS akan lebih cepat jika ditulis tangan ketimbang dengan menstempelnya. Terlebih lagi penggunaan stempel jika tidak hati-hati dapat merusak kertas suara sendiri.

Keempat, masih soal buku panduan. Pada halaman vii hanya disebutkan Daftar Pemilih Khusus Tambahan dapat memberikan suaranya dengan menggunakan KTP dan Kartu Keluarga, atau identitas lain, atau paspor. Di situ tidak dijelaskan di TPS mana pengguna KTP dan identitas lainnya bisa memberikan hak suaranya. Inilah yang menyebabkan banyak KPPS yang kebingungan. Padahal dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 jelas disebutkan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya.

Kelima, soal C6. Seperti yang saya tulis di sini, lembar C6 bisa dibisniskan dan mendatangkan Rupiah yang besar. Pertanyaannya, bagaimana memperlakukan lembar C6 yang tidak sampai kepada pemilih dengan berbagai sebab? Apakah harus dimusnahkan? Dilaporkan pada PPS? Atau dijual?

Keenam, soal surat suara yang tertukar. Saya sebagai ketua KPPS baru diingatkan untuk memeriksa surat suara sekitar pukul sembilanan. Artinya pencoblosan sudah berlangsung sekitar dua jam. Anehnya, dalam situasi seperti itu PPS memberitahunya dengan datang ke TPS bukan dengan telepon atau paling tidak SMS. Dengan jumlah TPS 29, berapa lama petugas PPS harus mendatangi satu persatu TPS.

Ketujuh, soal saksi parpol. Parpol mengirim saksinya dengan menunjukkan surat mandat dari caleg/parpol. Masalahnya, parpol tidak memberi tanda pengenal kepada saksinya. Sedang saksi parpol bisa saling menggantikan, tentu saja sesama parpol. Persoalan baru terjadi saat penyerahan C1. Karena saksi parpol sudah digantikan oleh rekannya, sedang anggota KPPS tidak mungkin mengenali satu-persatu saksi. Saksi parpol mengaku mendapat mandat dari parpol/calegnya. Tapi, saat diminta untuk menunjukkan identitasnya saksi tersebut mengaku tidak diberi oleh parpol/partainya. Karenanya terjadi kericuhan saat penyerahan C1. Ditambah lagi, satu parpol bisa mengirim dua atau lebih orangnya untuk mengambil C1. Memang soal saksi parpol bukan urusan KPU, namun KPU bisa melakukan komunikasi dengan parpol untuk mengatur saksi-saksinya agar tidak sampai terjadi keributan.

Demikian tujuh catatan kecil dari saya.

Sebenarnya tidak ada salahnya bila KPU blusukan menemui anggota KPPS untuk mendapatkan masukan soal persoalan pemilu. Jika tidak punya kesempatan, KPU bisa mengirim kuesioner kepada KPPS untuk menyampaikan masukannya. Yang pasti pada 2019 nanti akan digelar pemilu serentak yang bebannya tanggung jawabnya lebih berat. Bila KPU tidak belajar dari pemilu 2014 ini bisa dibayangkan betapa kacaunya pemilu 2019 nanti.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun