Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Teknologi 5G: Menkominfo Johnny Plate Dikepung "Tangan" Operator Proxy War

8 Juni 2021   11:52 Diperbarui: 8 Juni 2021   12:18 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menghadiri peresmian jaringan 5G Telkomsel di Solo pada 3 Juni 2021, Menkominfo Johnny Plate mengingatkan agar beroperasinya jaringan 5G jangan menjadi tempat berkembangnya radikalisme dan ideologi transnasional.

"Secara spesifik diingatkan agar kecepatan yang luar biasa 20 sampai 100 kali kecepatan 5G jangan sampai di hilir ini mengganggu. Jangan menjadi tempat berkembangnya radikalisme. Jangan menjadi tempat berkembangnya transnational ideology yang menabrakkan ideologi bangsa kita. 5G harus menjadi fondasi kuat mengimplementasikan, menghadirkan, dan membumikan ideologi bangsa kita di dalam hati dan keseharian masyarakat kita." kata Johnny Plate sebagaimana yang dikutip Kumparan.com

Sekilas kekhawatiran Johnny terkesan berlebihan. Pasalnya, tanpa teknologi komunikasi pun, penyebaran paham radikalisme sudah gencar. Namun bila dicermati lebih dalam lagi, kekhawatiran Menkominfo Johnny Plate cukup beralasan. Sebab, kecanggihan teknologi pastinya memiliki efek-efek negatif yang mengikutinya. Begitu juga dengan teknologi 5G.

 

Suriahisasi Indonesia oleh Operator Proxy War

"Tadi para pembicara mengatakan bahwa kita berada dalam perang pikiran manusia. Jadi kita juga perang di dunia maya. Kesimpulan saya, kita di ambang perang sipil. Kita semua masyarakat bahu-membahu menanggulangi ancaman terorisme," kata mantan Kepala BIN Hendropriyono di JIExpo Kemayoran, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 23 Maret 2015 sebagaimana yang dikutip oleh Medcom.id.

Hendropriyono tidak salah. Indonesia memang sedang di-Suriah-kan. Namun, ini yang perlu dipahami, suriahisasi Indonesia tidak mungkin terwujud bila hanya "satu tangan" yang dikendalikan. Pasalnya, untuk membuat suara tepukan, dua tangan harus ditepuk-tepukkan.

Seperti yang berlangsung sebelum perang saudara di Suriah, di Indonesia pun isu agama dimainkan sebagai alat untuk memecah belah. Selain isu agama yang dijadikan alat utama, isu etnis juga ikut disemburkan oleh "dua tangan yang bertepuk". Kedua "tangan ini" patut diduga dikendalikan oleh operator proxy war.

Lewat dunia maya, "tangan yang satu" mengondisikan umat Islam yang tengah ditindas dan dikuasai. Asing, aseng, dan asong diistilahkan untuk menyebut pihak-pihak yang tengah menjajah Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim. 

Sementara, "tangan lainnya", dengan mengatasnamakan pendukung pemerintah dan NKRI, gencar menyerang keyakinan yang dianut oleh "tangan" lawannya. Karena yang dibidik adalah keyakinan, maka munculah solidaritas yang mengatasnamakan keyakinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun