Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal AHY: Intel Australia sudah Endus Ambisi Ani Yudhoyono Sejak 2009

16 Februari 2021   10:29 Diperbarui: 23 Februari 2021   11:56 4878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dini hari, 23 September 2016, AHY kembali ke tanah air. Sehari sebelumnya ia yang tengah menjalani latihan bersama TNI AD-AD Australia di Darwin, Australia, mengaku ditelepon oleh sang ayah Susilo Bambang Yudhoyono. 

Pada hari yang sama pria bernama lengkap Agus Harimurti Yudhoyono itu mengundurkan diri dari kesatuannya: TNI Angkatan Darat. Dengan gelar "Mayor Purnawirawan" yang disandangnya, AHY menuju kantor KPUD DKI Jakarta untuk mendaftarkan dirinya sebagai Cagub DKI Jakarta.

Dan, hari itu adalah batas akhir pendaftaran Calon Gubernur DKI Jakarta 2017-2022. Hari itu, 23 September 2016 menjadi titik start AHY berkiprah di kancah politik nasional.

AHY yang Awali Langkahnya dengan Kegagalan

Banyak yang terkejut sekaligus meragukan langkah politik AHY. Pasalnya, AHY ketika itu baru berusia 38 tahun. Pengalaman politik suami Annisa Pohan ini pun bisa dikatakan nol alias kosong melompong. AHY pun dibilang nekad lantaran pangkat militer terakhirnya yang hanya mayor. Terlebih kompetitor AHY kala itu adalah pasangan petahana Ahok-Djarot dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang tidak kalah populer dari calon petahana.    

Tak disangka, dalam ajang pemilihan kepala daerah lima tahunan itu, AHY yang diusung Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa mampu meraih 17,06 persen suara. Namun demikian, lantaran perolehan suaranya yang berada di bawah lawan-lawannya, AHY dan pasangannya Sylviana Murni tersingkir dari kompetisi.


Dalam pilkada terkotor sepanjang sejarah tersebut, AHY yang bersuku Jawa dan beragama Islam nyaris bersih dari serangan bermuatan SARA. Sementara, Ahok paling banyak mendapatkan serangan bermesiukan SARA lantaran ia berdarah Tionghoa dan beragama Kristen. Sedangkan Anies ditembaki dengan peluru-peluru yang menuduhnya sebagai pemeluk Syiah. 

Sekadar mengingat, begitu memasuki putaran kedua Pilgub DKI 2017, kampanye hitam terhadap Anies tidak lagi terdengar. Selanjutnya Anies menang dengan 57,96 persen suara. Mantan peserta Konvensi Calon Presiden 2014 yang digelar Partai Demokrat itu mendapat limpahan 17 persen atau hampir sama dengan raihan suara AHY. 

Kalah dalam Pilgub DKI 2017, bukanlah akhir dari perjalanan politik AHY. Putra sulung SBY ini meneruskan kampanye guna mendongkrak popularitasnya. Kampanye AHY ini bahkan lebih diutamakan ketimbang kontestan Pilkada 2018 yang diusung Demokrat. 

Di Jawa Barat misalnya, media luar ruangan bergambarkan sosok AHY dipajang di lokasi-lokasi strategis sampai gang-gang kecil. Sebaliknya, baliho, spanduk, dan poster pasangan Dedi Mizwar-Dedi Mulyadi jarang ditemui. 

Akibatnya, Dedi-Dedi hanya mampu menempati posisi ketiga. Padahal menurut sejumlah rilis survei, tingkat elektabilitas Dedi dan Dedi menempati urutan kedua dan ketiga di bawah Ridwan Kamil. Selain itu, Dedi Mizwar pun paling populer di antara calon-calon lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun