Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Pemerataan Bioskop adalah Kunci Sukses Perfilman Nasional

2 April 2019   23:09 Diperbarui: 3 April 2019   11:16 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: ms-urlop.cz)

Film lain ber-genre sama yang menurut rencana akan tayang di tahun 2019 adalah "Si Buta dari Gua Hantu". Film arahan sutradara Timo Tjahjanto ini juga menjadi salah satu film yang ditunggu kehadirannya. Sayangnya belum ada informasi kapan film ini akan tayang.

Film horor "Perjanjian dengan Iblis" juga sedang dinanti kehadirannya oleh penggemar film horor. Begitu pula film biopik tentang pebulutangkis ternama Indonesia, Susi Susanti juga menurut rencana juga akan tayang di tahun 2019 ini.

Namun, meski sudah sekian banyak film Indonesia meraih sukses besar, ternyata film Indonesia dianggap belum dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. 

Dalam sebuah seminar film di Jakarta pada 28 Maret 2019 yang bertema "Film Indonesia Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri dan Tamu Mulia di Luar Negeri", terungkap bahwa meskipun produksi film nasional mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir, ternyata belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Hal ini karena masih kuatnya dominasi film-film impor yang notabene adalah film-film produksi Hollywood dan Bollywood. Belum lagi film-film dari Asia Timur (China, Korea Selatan, Jepang) yang biasanya diputar di salah satu jaringan bioskop di Indonesia.

Tetapi menurut pendapat saya, bila kita berbicara mengenai perbioskopan tanah air, sebenarnya bioskop adalah entitas yang berbeda dengan perfilman nasional. Bioskop merupakan salah satu ekosistem industri film yang tidak hanya menjadi medium bagi industri perfilman nasional, tetapi juga industri perfilman global.

Persamaannya, perbioskopan nasional juga punya keinginan bertumbuh yang sama dengan perfilman nasional. Keduanya memiliki simbiosis mutualisme business to business. 

Bila karya film nasional yang diputar bagus, tentu akan berpotensi menarik penonton sebanyak mungkin. Bila filmnya tidak bagus (baca: tidak komersil), pihak bioskop yang rugi, apalagi jika bioskop non jaringan.

Sekadar informasi, bisnis bioskop bukan bisnis yang murah. Investasinya saja minimal sekira dua milyar rupiah per layar. Agar bisa balik modal dan mampu eksis, bioskop pada umumnya hanya memutar karya film-film yang dinilai bagus yang berpotensi mengundang banyak orang datang berduyun-duyun untuk menontonnya.

Di sisi lain, semakin banyak layar bioskop artinya semakin besar peluang sebuah karya film ditonton oleh lebih banyak audiens. Untuk itu, penambahan layar bioskop dipandang perlu segera direalisasikan. Oleh karena investasinya yang tidak kecil, pemerintah pun mendorong perbioskopan tanah air dengan membuka keran bisnis bioskop bagi investor asing.

Di bisnis bioskop, investor asing kini dapat memiliki saham hingga 100% . Hal ini tertuang dalam paket kebijakan ekonomi jilid X terkait Daftar Negatif Investasi (DNI) yang dikeluarkan pada tahun 2016 lalu. Dampak dari kebijakan tersebut sudah terasa, jumlah layar bioskop meningkat hingga dua kali lipat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun