Mohon tunggu...
Nabhan Baihaqi
Nabhan Baihaqi Mohon Tunggu... Mahasiswa

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Observability dan Site Reliability Engineering - Fondasi Keberhasilan Sistem Skala Besar

28 Mei 2025   13:37 Diperbarui: 28 Mei 2025   13:35 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar:rpl sumber: ai

Transformasi digital menuntut sistem perangkat lunak yang tidak hanya cepat dibangun, tetapi juga andal, aman, dan mudah dipelihara. Di sinilah Observability dan Site Reliability Engineering (SRE) berperan sebagai pilar utama untuk memastikan layanan digital terus berjalan dengan baik meski di tengah trafik tinggi dan kompleksitas arsitektur modern. Tanpa kedua elemen ini, tim RPL (Rekayasa Perangkat Lunak) hanya akan "bekerja dalam kegelapan" dan kesulitan menanggapi insiden dengan cepat dan tepat.

1. Dari Monitoring ke Observability
Monitoring tradisional menampilkan metrik terukur---CPU, memori, response time---namun seringkali gagal menjawab "mengapa" di balik perubahan perilaku sistem. Observability melampaui monitoring dengan mengumpulkan tiga pilar utama: logs, metrics, dan traces (LMNT). Dengan observability, tim tidak hanya mendeteksi gangguan, tetapi juga memahami akar penyebabnya, mempercepat diagnosis, dan meminimalkan dampak pada pengguna.

2. Prinsip Kedelapan SRE: Eliminate Toil
"Toil" adalah pekerjaan manual berulang yang tidak menambah nilai langsung bagi pengguna---misalnya menjalankan skrip deployment, memindai logs secara manual, atau memperbarui konfigurasi. SRE mendorong otomatisasi sebanyak mungkin untuk menghapus toil. Dengan otomatisasi, tim RPL punya lebih banyak waktu untuk inovasi dan peningkatan fitur, tanpa terjebak rutinitas yang melelahkan.

3. Error Budget: Menyeimbangkan Keandalan dan Kecepatan
SRE memperkenalkan konsep error budget: toleransi kegagalan yang dapat diterima dalam periode tertentu. Jika error budget terkuras terlalu cepat, tim harus mengutamakan stabilitas alih-alih menambah fitur baru. Sebaliknya, jika masih banyak error budget, tim bisa lebih agresif mengirimkan rilis. Dengan mekanisme ini, organisasi menyeimbangkan kecepatan inovasi dengan keandalan layanan.

4. Culture of Blameless Postmortem
Dalam budaya SRE, setiap insiden harus diikuti dengan "postmortem tanpa menyalahkan" (blameless postmortem). Tujuannya bukan mencari individu yang bersalah, melainkan memahami proses yang gagal, kesenjangan di tooling atau dokumentasi, dan perbaikan sistemik. Budaya seperti ini mendorong kejujuran lapangan, mencegah insiden serupa, dan membangun kepercayaan tim.

5. Distributed Tracing untuk Layanan Terdistribusi
Arsitektur microservices memecah aplikasi menjadi layanan kecil terpisah---memberi fleksibilitas, tetapi menambah kompleksitas dalam menelusuri alur permintaan. Distributed tracing menangkap jejak lintas layanan, sehingga tim RPL dapat memvisualisasi rata-rata waktu setiap panggilan, mendeteksi bottleneck, dan memahami dependensi. Ini sangat krusial untuk observability dan diagnosis performa.

6. Infrastruktur sebagai Code & Configuration Management
SRE mengadopsi prinsip Infrastructure as Code (IaC) untuk menjamin konsistensi lingkungan. Dengan tool seperti Terraform atau Ansible, tim mendefinisikan infrastruktur dalam bentuk kode yang dapat diuji, ditinjau, dan diulang. Configuration management memastikan setiap perubahan infrastruktur terdokumentasi, sehingga memudahkan recovery dan audit.

7. Testing in Production: Canary Release dan Feature Flags
Menguji di lingkungan produksi sering dianggap berisiko, namun dengan teknik canary release dan feature flags, tim dapat mengaktifkan fitur baru pada subset pengguna terlebih dahulu. Jika metrik utama tidak memburuk, fitur dapat digulirkan ke seluruh pengguna. Jika terjadi masalah, tim dapat segera mematikan flag tanpa memicu rollback besar, sehingga risk mitigation lebih efektif.

8. Observability Driven Development (ODD)
Analog dengan Test-Driven Development, Observability Driven Development mengharuskan tim menulis metrik dan tracing sebelum fitur diimplementasikan. Dengan begitu, ketika deploy, sudah ada metrik yang memantau kesehatan fungsi baru. ODD menanamkan "pencatatan" dan "pelaporan" sejak tahap desain, tidak hanya setelah kode selesai.

9. Collaboration Antar Tim Dev dan Ops
SRE menjembatani kesenjangan antara tim development dan operations. Dengan dashboard observability yang transparan, kedua tim dapat bekerja bersama---membagi metrik, alarm, dan insights. Cross-functional collaboration ini mempercepat penanganan insiden dan memperkaya perspektif saat merancang solusi.

10. Pengukuran dan Continuous Improvement
Keberhasilan implementasi Observability dan SRE diukur melalui metrik seperti mean time to detect (MTTD), mean time to recover (MTTR), dan change failure rate. Tim yang matang secara berkala meninjau hasil tersebut, mempelajari tren, dan menetapkan OKR (Objective & Key Results) untuk perbaikan berkelanjutan---memastikan layanan digital semakin andal dari waktu ke waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun