Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film "Moonrise Over Egypt" dan Keteladanan Agus Salim

26 Maret 2018   23:13 Diperbarui: 11 April 2018   03:55 3639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Moonrise Over Egypt. (Sumber: moonriseoveregypt.com)

"Bulan sabit sebagai penanda waktu dalam Islam. Seperti Indonesia yang sedang membuka lembaran baru. Kita harus berjuang tanpa lengah. Rakyat Indonesia harus berdikari. Tidak menjadi tamu di rumahnya sendiri."

Enam, humanis. Setegar apapun H Agus Salim, beliau tetaplah manusia biasa. Perasaannya begitu peka dengan keadaan. Berlama-lama tinggal di Kairo, membuatnya beberapa kali teringat akan istri dan anak-anaknya. 

Terutama kepada almarhum Sjauket yang syahid di medan pertempuran. H Agus Salim menangis sambil memegang kemeja yang pernah dikenakan Sjauket ketika tertembak dan gugur. Ini adegan yang humanis sekali. Keharuan seorang ayah yang terkenang akan putranya yang sudah pergi untuk selama-lamanya. Tidak cuma itu, ketika H Agus Salim membaca surat pengakuan dan permintaan maaf dari Hisyam, mahasiswa Indonesia di Kairo yang menjadi spionase Belanda, tangannya bergetar. Tubuhnya dibalut keharuan.

Salah satu adegan dalam film Moonrise Over Egypt. (Sumber: moonriseoveregypt.com)
Salah satu adegan dalam film Moonrise Over Egypt. (Sumber: moonriseoveregypt.com)
Tujuh, memuliakan wanita. Aaahhh ... ini pelajaran berharga juga dari Paatje. Ketika Zahra dan Maryam, dua mahasiswi asal Malaya (Malaysia - red) di Kairo menanyakan soal pendapatnya terhadap kemuliaan wanita, Paatje memberikan jawaban yang lugas dan memuaskan. Kata Paatje - yang juga memberi contoh menteri wanita pertama di Indonesia yaitu Maria Ulfah Santoso yang menjabat Menteri Sosial pada 1946 - 1947:

"Wanita itu kedudukannya sangat mulia. Ia memiliki hak yang sama didalam menimba ilmu dan bergaul. Karena dengan menambah wawasan dan berinteraksi secara sosial ini akan penting buat pendidikan bagi anak-anak mereka. Selain itu, ilmu yang mereka miliki bisa dikembangkan kepada negara dan bangsa".     

Dalam beberapa buku biografi Agus Salim juga sering diceritakan, betapa ketika menikah di Pisang, Koto Gadang, ia pernah menerabas adat istiadat yang biasa berlaku. Misalnya, ketika pernikahan dilangsungkan, 12 Agustus 1912. Suasana meriah. Ada arak-arakan dan tabuhan rebana. Di tengah upacara, tiba-tiba H Agus Salim menyerahkan uang kepada istrinya, Zainatun Nahar sebagai bukti tanggung-jawab suami kepada istri. Hal ini, tidak ada di adat Minang.

Sekali lagi, Film Moonrise Over Egypt patut menjadi tontonan wajib bersama keluarga terutama putra-putri tercinta. Tentu, sebelumnya kepada mereka diingatkan kembali tentang bagaimana bangsa ini memperjuangkan kemerdekaannya sendiri. Bukan pemberian bangsa lain. 

Dan, diantara yang berjuang untuk menegakkan kedaulatan bangsa ini adalah H Agus Salim bersama tiga diplomat lain yang akhirnya sukses memperjuangkan pengakuan de jure juga de facto pertama kali, yakni dari Mesir, negerinya pesepak bola Mohamed Salah yang kini merumput bersama klub Liverpool.

o o o O o o o

Baca juga tulisan berikutnya:

Mampir ke Rumah Kelahiran H Agus Salim di Koto Gadang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun