Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kurasi Artikel Ekonomi Hilman Fajrian, "Rhenald Kasali"-nya Kompasiana

12 Januari 2018   14:34 Diperbarui: 13 Januari 2018   12:03 1846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot tulisan Hilman Fajrian di Kompasiana.

Akhirnya, Hilman hanya bisa mengingatkan agar siapa saja, pelaku usaha baik besar maupun kecil, mapan maupun yang masih beralaskan papan, harus ancang-ancang sesegera mungkin melakukan inovasi. Lagi-lagi, kita ketemu kata kuncinya yaitu fenomena "Disruption".

Buku tentang perjuangan Marissa Mayer menyelamatkan YAHOO! (Sumber: getabstract.com)
Buku tentang perjuangan Marissa Mayer menyelamatkan YAHOO! (Sumber: getabstract.com)
Pada bagian akhir tulisannya, Hilman bertutur:

Kita tak hanya harus berterima kasih kepada Yahoo karena telah memperkenalkan kita kepada internet. Namun juga memetik pelajaran tentang ilusi kesuksesan yang mampu meruntuhkan sebuah kerajaan besar internet yang menjadi pusat gravitasi pada suatu masa. Ilusi ini bahkan bisa hinggap dan membunuh sebuah perusahaan teknologi yang secara alamiah berdiri di atas semangat inovasi. Kita tengah menyaksikan sebuah perusahaan teknologi paling inovatif pada masanya harus mati karena mereka gagal berinovasi, lengah, pongah, dan menganggap dunia ini statis. Dunia berubah, dan Yahoo tidak.

Lalu, bagaimana dengan perusahaan yang malah tidak mau berinovasi? Bila Yahoo bisa mati, begitu pun semua perusahaan di dunia ini. Sony, Kodak, Nokia, RIM, Panam, sampai Lehman Brothers, pastilah setuju.There is no such thing as too big to fail in a free market.

o o o O o o o

5. Setiap Usaha Perlu "Growth Hack"

Tulisan ini merupakan bukti profesionalisme Hilman sebagai konsultan dibidang media plus pemasarannya. Selain, ia banyak juga meluangkan waktu untuk "ngamen" ke sana-sini sebagai konsultan kehumasan.

Di Balikpapan yang merupakan kota dengan biaya hidup termahal se-Indonesia, Hilman berkonsentrasi sejenak melalui tulisan ini, dengan melihat trend penggunaan alokasi APBD. Tentu dikaitkan dengan sisi pemanfaatan media massa dan ruang publik.

Bacalah paragraf awal tulisan yang diunggahnya pada 16 November 2017, dan sudah mengantongi views per 11 Januari 2018 sebanyak 1965 klik.

Di awal 2000-an otonomi daerah di Indonesia dimulai. Daerah tak hanya punya uang APBD lebih banyak, tapi Pemda juga memiliki juga keleluasaan dalam menentukan dan mengelola anggaran dibanding era sebelumnya. Salah satu pos anggaran yang diperbesar adalah kegiatan kehumasan. Pemda jadi rajin beriklan khususnya di media cetak, baik dalam bentuk iklan display (seperti iklan ucapan selamat) atau advertorial (berita bersponsor).

Perusahaan koran sebelum era reformasi yang giat berekspansi ke daerah adalah Jawa Pos Grup (JPG). Terutama dilakukan dengan cara mengakuisisi koran-koran kecil di daerah. Ketika otonomi daerah dimulai, koran-koran lokal JPG mendapatkan pemasukan yang besar dari anggaran kehumasan Pemda. Tapi bukan itu yang terpenting. Melainkan ditemukannya sebuah model bisnis baru dan growth hack dalam bisnis koran yang mengubah peta industri media di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun