Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Membatik Seperti Curahan Kasih Ibu

22 Desember 2017   23:37 Diperbarui: 23 Desember 2017   12:21 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pembelajaran membatik kepada anak-anak oleh ibu-ibu Sanggar Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)

Praktik membatik ternyata juga bisa dikaitkan dengan curahan kasih sayang seorang ibu. Enggak percaya? Nah, mumpung masih momentum peringatan Hari Ibu mari kulik filosofi membatik yang menggambarkan cinta ibu kepada buah hatinya.

Seperti kita tahu, proses membatik diawali dengan menyiapkan kain putih bersih, membuat motif atau pola, menyanting, mewarna dan melorot. Sama halnya dengan karya batik, setiap bayi yang terlahir dari rahim seorang ibu, tentu dengan keadaan polos.

Awalnya, bayi tersebut akan diberi pola oleh ibunda tercinta. Kemudian semakin bertumbuh, akan dididik oleh sang ibu, misalnya tentang bagaimana cara berjalan, berbicara, cara makan-minum dan sebagainya.

Selanjutnya, sama seperti proses membatik yakni menyanting, yakni memberi perintangan supaya kain putih bersih tadi tidak tercemar dengan noda dan hal yang tak patut lainnya. Proses menyanting ini mirip seperti yang dilakukan seorang ibu dalam menjaga buah hatinya, agar tidak terkena kotoran, noda dan ekses negatif dari lingkungannya.

Filosofi proses membatik sama dengan curahan kasih sayang ibu kepada anaknya. (Foto: Gapey Sandy)
Filosofi proses membatik sama dengan curahan kasih sayang ibu kepada anaknya. (Foto: Gapey Sandy)
Usai menyanting, proses membatik selanjutnya adalah memberikan warna. Ini juga mirip dengan apa yang dilakukan ibu (dan bapak) terhadap anak-anaknya. Ibu juga bapak membimbing buah hatinya untuk kelak mewujudkan cita-cita yang diinginkan bila sudah besar nanti. Tentu, ibu dan bapak berharap anaknya ini senantiasa memperoleh prestasi, sukses dan membanggakan. Maka, proses memberi warna pada kain batik juga memiliki falsafah yang mirip sama, ketika kedua orangtua mulai mempersiapkan masa depan pendidikan sang buah hati sejak dini dan seterusnya.

Sebagai proses membatik paling buncit adalah merebus kain yang sudah dicanting dan diberi warna tadi, agar supaya malam yang tadinya melekat jadi tidak berbekas. Sehingga yang tersisa adalah selembar bekas kain putih bersih nan polos yang sudah bermotif dan berwarna sebagai bekas jiwa kita yang sejak semula adalah polos.

Kain polos bersih tadi pun sudah berubah menjadi kain batik indah yang berwarna-warni dengan motif maupun pola yang luar biasa bagusnya. Kondisi demikian mirip dengan kondisi seorang bayi terlahir polos, yang kemudian mendapat bimbingan dan kasih sayang dari ibu (dan bapak), sehingga berubah menjadi kain indah yang penuh warna-warni.

Sejumlah produk batik hasil kreasi Sanggar Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
Sejumlah produk batik hasil kreasi Sanggar Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
Berpose bersama di tembok batik. (Foto: Gapey Sandy)
Berpose bersama di tembok batik. (Foto: Gapey Sandy)
"Tapi sayang sekali, tidak semua anak bisa memahami bagaimana perjuangan curahan kasih sayang seorang ibu. Sejak ibu melahirkan hingga membesarkan. Padahal, mustinya bercermin dari proses membatik yang hampir sama dengan kisah pemberian kasih sayang sepanjang masa dari ibu kepada buah hatinya tercinta," ujar Budi Darmawan selaku Pembina Sanggar Batik Kembang Mayang yang berlokasi di Kompleks Kembang Larangan, Kelurahan Larangan Selatan, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang.

Penuturan filosofi proses membatik dan curahan kasih sayang ibu ini sengaja diingatkan oleh Budi Darmawan, dalam acara peringatan Hari Ibu bersama komunitas perempuan pegiat membatik di sanggar batik ini. Memilih tema "Ibu ... ini batik untukmu", Budi Darmawan yang juga Ketua RT 002 RW 011 di Kompleks Kembang Larangan ini juga menjelaskan, bahwa peringatan Hari Ibu kali ini terbilang spesial karena sekaligus menjadi hari peresmian berdirinya Sanggar Batik Kembang Mayang.

Peresmian dilaksanakan secara sederhana, dimana Damiyati selaku Camat Larangan membubuhkan tandatangan menggunakan canting di atas kain batik bertuliskan Sanggar Batik Kembang Mayang, dengan disaksikan Lurah Larangan Selatan beserta semua jajarannya.

Budi Darmawan, pembina sanggar batik menyerahkan sertifikat penghargaan. (Foto: Gapey Sandy)
Budi Darmawan, pembina sanggar batik menyerahkan sertifikat penghargaan. (Foto: Gapey Sandy)
Penyerahan karya perdana salah seorang peserta kelas membatik di Sanggar Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
Penyerahan karya perdana salah seorang peserta kelas membatik di Sanggar Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
Penulis sudah pernah menurunkan tulisan tentang kelahiran Sanggar Batik Kembang Mayang ini di Kompasiana edisi 2 Oktober 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun