Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Segera Hadir, Monumen Tempe Indonesia

20 Oktober 2015   07:51 Diperbarui: 20 Oktober 2015   08:13 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Aspek pengadaan kedelai adalah hal yang berbeda dari apa yang diusahakan oleh FTI, Pergizi Pangan Indonesia, dan IPB untuk mengajukan tempe sebagai ICHH asal Indonesia ke UNESCO. Ini lebih kepada upaya kita untuk memproteksi tempe sebagai budaya Indonesia dari klaim orang lain. Karena, tempe ini di Malaysia juga sudah dikenal luas. Begitu juga di Jepang, bahkan ada pengrajin dan pakar tempe di sana,” ujar Ridha ketika ditemui penulis di Rumah Tempe Indonesia,” tuturnya ketika ditemui penulis di RTI, Bogor.

Tabel produktivitas (kuintal per hektar) pada 30 negara produsen kedelai terbesar di dunia tahun 2013. Indonesia urutan ke-24. (Sumber: BPS)

Menurut Ridha, soal pemenuhan kebutuhan kedelai secara nasional, masalahnya ada di pertanian atau on farm. “Kalau soal memenuhi supply bahan baku kacang kedelai, masalahnya saya pikir ada di on farm kita. On farm kita kayaknya tidak bergerak untuk menanam kedelai demi memenuhi kebutuhan lokal. Dulu semasa Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono, salah satu tekad Pemerintahannya adalah swasembada kedelai. Nyatanya, tidak terwujud. Sekarang, Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga menegaskan tekad untuk swasembada padi, jagung, dan kedelai. Sampai saat ini hasilnya belum nampak, dan kita masih menunggu gebrakannya bakal seperti apa,” tuturnya.

Para pengrajin tempe ini, lanjut Ridha, hanya user dari kacang kedelai, jadi tidak bisa berbuat banyak apalagi kalau sudah berkaitan dengan urusan on farm. “Kita enggak paham urusan tanam-menanam kacang kedelai. Kita tahunya, ada barang (kacang kedelai - red) ya kita beli. Tapi, apa yang mau dibeli, jumlah kacang kedelai lokalnya enggak cukup tersedia,” tegasnya.

Tabel Produksi Kedelai, 2013 – 2014. Peningkatan produksi kedelai tahun 2014 terutama terjadi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Aceh. (Sumber: BPS)

Kedelai dalam Data BPS


Apa yang disampaikan Made Astawan dan Muhammad Ridha tentang supply kedelai lokal yang tak mencukupi demand kedelai secara nasional memang beralasan. Telisik saja data Badan Pusat Statistik (BPS) ini.

Menurut data BPS, produksi kedelai tahun 2014 adalah sebesar 955,00 ribu ton biji kering, atau meningkat sebanyak 175,01 ribu ton (22,44 persen) bila dibandingkan tahun 2013. Peningkatan tersebut terjadi di Pulau Jawa sebesar 100,20 ribu ton, dan di luar Pulau Jawa sebesar 74,80 ribu ton. Peningkatan produksi kedelai terjadi karena peningkatan luas panen seluas 64,89 ribu hektar (11,78 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 1,35 kuintal/hektar (9,53 persen).

Sentra produksi kedelai pada tahun 2014 adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Aceh. (Sumber: BPS)

Padahal, seperti yang diakui Made Astawan, kebutuhan kacang kedelai nasional adalah 2,5 juta per tahun. Bandingkan dengan produksi kacang kedelai Indonesia yang pada tahun 2014 hanya 955 ribu ton. Sebuah angka produksi yang masih jauh dari cukup.

Makanya, tak salah juga pernyataan Robert O Blake, Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, ketika mengunjungi Rumah Tempe Indonesia di Jalan Cilendek, Bogor pada 29 April 2014 lalu. Blake mengatakan, “Indonesia adalah pengimpor utama kedelai asal Amerika Serikat, dimana lebih dari 2.5 juta ton kedelai asal Amerika Serikat diimpor ke Indonesia. Dari jumlah itu, hampir 90% penggunaan kedelai tersebut dimanfaatkan pada sektor produksi tempe dan tahu”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun