Siapa Ki Ageng Suryomentaram?
Ki Ageng Suryomentaram (20 Mei 1892 - 18 Maret 1962) merupakan salah satu tokoh keturunan Keraton Yogyakarta yang dikenal sebagai seorang filsuf dan pemikir kebudayaan. Ia adalah putra ke-55 dari pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, yang merupakan putri dari Patih Danurejo VI. Sejak lahir, ia diberi nama Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmadji. Ketika menginjak usia 18 tahun, ia dianugerahi gelar kebangsawanan Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Suryomentaram.
Sebagai seorang pangeran, Ki Ageng Suryomentaram memiliki kedudukan tinggi dalam lingkungan kerajaan, namun ia memilih jalan hidup berbeda dengan meninggalkan kehidupan istana untuk mendalami filsafat dan kebijaksanaan hidup. Pemikirannya yang mendalam tentang kebahagiaan dan kemanusiaan membuatnya dihormati tidak hanya di lingkungan keraton, tetapi juga di kalangan masyarakat luas.
Apa yang Dimaksud dengan Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram?
Kebatinan berasal dari kata "batin," yang merujuk pada aspek terdalam dalam diri manusia, mencakup pikiran, perasaan, dan kesadaran. Batin bukan sekadar tempat bersemayamnya emosi dan pemikiran, tetapi juga menjadi pusat kendali dalam memahami dan merespons kehidupan. Dalam pandangan Ki Ageng Suryomentaram, kebatinan bukanlah sekadar praktik spiritual atau ritual yang bersifat seremonial, melainkan suatu ilmu kehidupan yang bertujuan untuk mengenali, memahami, serta mengelola pikiran, perasaan, dan kesadaran. Melalui kebatinan, seseorang dapat mencapai keseimbangan serta kedamaian dalam hidup, karena ia mampu memahami dirinya secara utuh tanpa terjebak dalam ilusi duniawi.
Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa kebatinan adalah pendekatan introspektif yang mengajak manusia untuk menyelami dirinya sendiri. Dengan mengenali hakikat diri, seseorang dapat memahami kebutuhan sejatinya, bukan sekadar keinginan yang dipengaruhi oleh lingkungan atau ambisi yang bersifat sementara. Kebatinan tidak hanya berorientasi pada pencarian ketenangan jiwa, tetapi juga mencakup pengenalan, pengendalian, dan pengelolaan batin secara sadar. Hal ini bertujuan agar individu dapat mencapai kebahagiaan sejati-sebuah kebahagiaan yang tidak bergantung pada faktor eksternal seperti tempat, waktu, maupun keadaan.
Dalam ajarannya, Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa sumber penderitaan manusia berasal dari keinginan yang berlebihan. Keinginan yang tidak terkendali sering kali melahirkan ketidakpuasan, kekecewaan, dan kegelisahan. Oleh karena itu, kebatinan yang ia ajarkan menitikberatkan pada pencapaian hidup yang seimbang dan damai. Seimbang dalam arti mampu mengharmoniskan pikiran, perasaan, dan tindakan, serta damai dalam arti menerima kehidupan sebagaimana adanya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Dengan kebatinan, seseorang akan mampu menjalani hidup dengan lebih bebas dari belenggu nafsu dan ambisi berlebihan, sehingga menemukan ketenangan dan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Dengan menyeimbangkan rasionalitas reflektif dan akomodatif, individu tidak hanya dapat menemukan harmoni dalam dirinya sendiri, tetapi juga mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan kolektif.Hal ini memungkinkan seseorang untuk lebih adaptif dalam menghadapi perubahan dan dinamika sosial, serta menjalani hidup dengan lebih tenang, bijaksana, dan bahagia.